Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 31: Jangan Jadi Bodoh
Tiba di ruang makan Isa melihat Daren yang masih belum makan, lalu tangannya terulur mengusak rambut Daren.
"Mom!" Daren berkata dengan antusias dan wajahnya langsung gembira saat melihat Isa.
Isa tersenyum lalu duduk di sebelah Daren "Kamu belum makan?"
Daren menggeleng lalu menurunkan kakinya hingga kini bocah itu berdiri di sebelah Isa "Kenapa..?" Isa yang bingung melihat Daren turun dari kursinya pun bertanya, namun beberapa saat kemudian Isa tertegun saat Daren memeluknya.
"Mom, jangan sakit lagi, Aku mohon." Isa merasakan hatinya berdenyut sakit mendengar suara lirih Daren "Aku sangat takut." Isa tersenyum mencoba terlihat baik- baik saja, bagaimana ini? jika dia pergi apa Daren akan melupakannya dengan mudah? Isa rasa pria kecil ini benar- benar tulus menyukainya, tidak seperti ayah brengseknya.
"Baiklah, Mom tidak akan sakit lagi.." Isa merasa bersalah karena telah berbohong pada Daren jika dirinya sedang sakit dan tak bisa makan malam bersama, meski sebenarnya Isa memang sakit, hanya saja rasa sakit itu ada di hatinya.
Isa mendudukan Daren di pangkuannya "Jadi ingin makan apa malam ini?" Daren menunjuk menu yang dia inginkan dan Isa mengambilkan untuk Daren.
"Khusus malam ini Mom yang akan menyuapimu."
"Sungguh?"
"Hmm.."
"Apa aku tidak akan terlihat manja?" Daren menatap Isa dengan rasa senang tak terkira, bagi dirinya yang ditinggal ibu sejak lahir dia tak pernah merasakan tangan hangat seorang Ibu yang menyuapinya.
"Tidak apa sesekali menjadi manja Daren, karena begitulah anak- anak." Isa mengecup pipi Daren. "Ayo, buka mulutmu! Aaaaa." Daren tersenyum lalu membuka mulutnya menerima suapan Isa.
"Sekarang giliranmu." Daren mengambil sendok di tangan Isa lalu, mulai menyuapi Isa.
"Oh, ini terlalu besar." Isa tertawa dengan mulut penuh.
"Itu agar tubuhmu sedikit lebih besar Mom, jadi makanlah yang banyak."
"Apa tubuhku terlalu kecil?"
"Ya, maka dari itu aku serasa memeluk tulang." Isa terkekeh dan kembali mengecup pipi Daren.
"Sayang sekali aku tidak suka menjadi gendut, jadi sebaiknya kaulah yang makan banyak karena kau harus tumbuh menjadi pria yang kuat, dan hebat." Daren merasa bahagia dan kembali tertawa.
Keduanya terus makan sambil berbincang, tanpa menghiraukan seorang pria yang menatap mereka dari kejauhan. Meski sebenarnya Willy tak terlalu suka jika berisik saat makan, tapi kali ini melihat Daren dan Isa berbincang dengan gembira membuat Willy menyunggingkan senyumnya.
Hatinya dipenuhi kehangatan sekarang, dia tak menyangka di rumahnya yang dingin kini kembali berwarna hanya karena kehadiran Isa.
"Senang sekali sepertinya?" Willy menarik kursi tepat di sebelah Isa lalu mendudukan dirinya.
"Dad." Daren menyapa, sedangkan Isa menunduk dan memilih kembali menyuapi Daren.
Willy mengusak rambut Daren yang masih duduk di pangkuan Isa, lalu mengecup pipi Isa, hingga membuat Isa mendongak dengan tatapan tak terima. Namun tak lama gadis itu memilih kembali menyuapi Daren. "Ayo makan Dad, makan dari tangan Mom lebih enak."
Isa menundukkan wajahnya tak menghiraukan Willy.
Willy berdecak melihat wajah Isa "Tapi sepertinya Mom, tidak mau menyuapiku."
Isa mendongak melihat ekspresi wajah Willy yang terlihat sedih yang sepertinya pria itu buat- buat sendiri.
Merasakan ada tatapan lain Isa menoleh pada Daren, dan benar saja bocah itu menatapnya penuh permohonan hingga seperti biasa Isa tak mampu untuk menolak.
Willy brengsek, pria itu selalu tahu cara memojokkannya, lagi- lagi menggunakan Daren untuk membuatnya tak berdaya.
Isa pun mulai menyendok makanan dan mulai menyuapi Willy, tanpa berkata apapun.
Willy tersenyum, tatapan matanya terus jatuh pada Isa, meski dia tahu Isa sedang menghindarinya terlihat dari Isa yang tak ingin bertatapan dengannya bahkan sekedar melihat wajahnya. Isa hanya memperhatikan dan bicara pada Daren saja.
Tak ingin berpikir terlalu jauh, Willy hanya terus memperhatikan Isa dan Daren yang sesekali tertawa, dia hanya menikmati suasananya sekarang dimana ada kehangatan keluarga yang Daren inginkan.
Lihatlah bocah itu begitu terlihat bahagia sekarang.
Isa menyadari jika Willy terus memperhatikannya, pria itu bahkan menopang dagunya demi membuat seluruh atensinya mengarah pada Isa, namun Isa berusaha untuk terlihat biasa saja. Meski sebenarnya jantungnya berdebar kencang.
Bisa- bisanya dia ingin tersenyum salah tingkah padahal hatinya sedang kesal luar biasa. Tidak bukan hanya kesal Isa bahkan merasakan amarahnya kini sedang menunggu puncaknya dan siap meledak.
Setelah makan malam usai, kini Isa sedang menemani Daren belajar. keduanya duduk bersisian di atas karpet empuk di kamar Daren. Di depan mereka ada sebuah meja yang di gunakan untuk menyimpan buku Daren. "Apa kau mengerti?" Tanya Isa saat dia baru saja selesai menjelaskan pelajaran yang tak Daren mengerti.
Daren mengangguk mengerti..
"Tadi aku juga sudah bertanya pada Bu Clara, tapi aku tidak mengerti perkataannya yang terlalu berbelit."
Isa mengerutkan kening mendapati Daren yang dengan acuh kembali menulis "Daren, menurutmu bagaimana dengan Ibu Clara?" Daren mendongak mengalihkan perhatiannya dari buku pelajarannya.
"Maksud Mom, apa kau menyukainya?" Isa meringis merasa pertanyaannya malah menyakiti hatinya sendiri. Bagaimana jika Daren menyukai Clara.
"Bu Clara baik, aku tak punya alasan tak suka padanya." Daren melihat wajah Isa yang tiba- tiba menjadi murung "Ada apa denganmu Mom?"
Isa menggeleng "Tidak, sudah malam sebaiknya kau tidur!" Isa merapikan semua buku Daren dan menuntun bocah itu untuk segera mencuci kakinya.
...
Isa memekik saat baru saja keluar dari kamar Daren tangannya di tarik masuk ke kamar sebelah, dan siapa lagi pelakunya jika bukan Tuan Willy.
"Apa yang ka lakukan!" Isa melotot terkejut saat Tuan Willy mengunci pintu.
"Ayo bicara!"
"Bicara, Ya bicara saja.. Kenapa harus begini!" Isa mendorong tubuh Willy yang menghimpitnya di tembok. Posisi ini membuat Isa tidak nyaman dengan debaran jantung yang terasa tidak normal dan bukan hanya itu Isa juga merasakan seluruh tubuhnya meremang saat menghirup aroma tubuh Willy yang tak berjarak di depannya. "Apa mau mu sebenarnya?" mata Isa menyalang menatap mata Willy, meski seluruh tubuh Isa bergetar karena gugup dia tak ingin menunjukan kelemahannya di depan Willy.
"Kau menghindariku?" Isa memalingkan wajahnya saat Willy balas menatapnya dengan tatapan lembut, membuat jantung Isa semakin berdebar, bisa- bisanya hati Isa begitu murahan bahkan saat tahu pria itu hanya mempermainkannya. "Benar, jadi apa yang terjadi?"
Isa kembali menatap Willy tatapan galaknya sungguh membuat Willy gemas, dan ingin mencium bibir kecil yang kini sedang cemberut. Tapi Willy rasa tidak sekarang karena ada yang aneh dengan wanita di depannya ini yang harus segera Willy ketahui.
"Kau bertanya padaku?, bukankah harusnya aku bertanya padamu apa yang terjadi?" Isa mencoba kembali mendorong Willy namun, tubuh itu tak bergeming dan masih menghimpitnya "Kau mempermainkan aku Tuan?"
"Kau merayuku, kemudian kau akan membuangku?"
"Apa maksudmu?" Isa mendengus sebal Willy bertindak seperti dia tidak tahu apapun, padahal dia yang mengatakan semuanya pada Clara.
"Kau mengatakan jika hanya aku yang akan menjadi Ibu Daren, tapi kau sendiri mengatakan pada Clara jika aku hanya calon Ibu pura- pura Daren. Aku pasti sangat lucu bagimu."
"Sekarang lepaskan aku, dan jangan khawatir aku tidak akan mengingat apapun dari semua yang kau katakan, saat kau dan Nona Clara bersama aku akan segera pergi!" Isa lagi- lagi merasakan hatinya tertusuk sakit oleh perkataannya sendiri.
Willy mengangkat alisnya mendengar kata- kata Isa "Apa karena cemburu kau jadi kehilangan akal sehatmu?" Isa membelalakan matanya saat Willy menekan keningnya dengan jari telunjuknya yang panjang.
"Aku tidak cemburu!" Isa menepis tangan Willy yang terus mengetukan jarinya di dahi Isa, mulut Isa semakin mengerucut manakala Willy tertawa, apa dia terlihat lucu. Sudah jelas Isa sedang marah. Tapi pria brengsek ini justru tertawa, dan sialannya tawa Willy membuat pria itu berkali lipat lebih tampan.
"Apanya yang lucu? kenapa kau tertawa!"
"Itu karena kau sangat lucu, Sayang." Willy kembali tertawa tak peduli wajah Isa yang memerah seperti tomat busuk. Apa katanya. 'Sayang?'
"Berhenti tertawa, kau sungguh menyebalkan!"
"Auh.." Willy terperanjat saat Isa menginjak kakinya "Kau!"
"Rasakan!" Isa mendelik kesal.
Willy menghela nafasnya lalu berkata "Baiklah, baiklah.. Dengar aku Nona Isabella, apa kau pikir aku sangat bodoh hingga mengatakan rahasia kita pada wanita yang baru saja ku kenal, dan dengar ini baik- baik 'Tak semua yang terlihat baik itu benar- benar baik' jadi, jangan pernah lengah dan membuat kau sendiri menjadi bodoh karena hasutan orang lain. Apa kau pikir aku akan menjatuhkan diriku sendiri? kau pikir apa konsekuensinya jika aku menyebarkan tentang perjanjian kita."
Isa mengerutkan keningnya tanda tak mengerti, Jika bukan Willy yang memberitahu Clara, lalu dari mana Clara tahu tentang perjanjian mereka.
....
kau dtg kerana urusan bisnes bukan utk urusan hati.. teguh pendirian.. ingat perjanjian