Vina, seorang Ibu yang rela dan sabar menahan sakitnya perlakuan KDRT dari suami terhadap dirinya selama sepuluh tahun terakhir.
Ketika, Adit anak pertamanya berkata bercerailah bunda. Saat itulah dia tersadar akan sakitnya dan sia-sia semua perngorbanannya.
Akankah semua berjalan lancar?
Yuk, ikuti kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Di kampus, Sasa menunggu Adit di taman. Karena mata kuliahnya satu jam lebih cepat selesai dari Adit. Dia ingin minta maaf, karena selama ini telah menjauhi Adit. Dia ingin hubungannya dengan Adit berjalan seperti dahulu.
"Adit." panggil Sasa. Kemudian Adit menghampiri Sasa.
"Bisa kita bicara, atau kita minum bareng. Aku tau ada kafe yang nyaman, gak jauh dari sini kok." tutur Sasa.
"Kayaknya hari ini aku gak bisa Sa, soalnya kami udah janji mau nge gym bareng." ucap Adit menunjuk teman-temannya.
"Sejak kapan kamu suka nge gym?" tanya Sasa.
"Sebulan yang lalu. Kami pergi dulu." ucap Adit. Tanpa menunggu jawaban Sasa.
Sasa merasa jika Adit sengaja menjauhinya, sebab saat mereka bersama, nge gym bukan termasuk hobinya Adit.
"Dit, besok kamu ada waktu gak? Kita ketemu di taman xxx ya. Jam 7 pagi sambil joging." chat masuk dari Sasa untuk Adit.
Adit hanya membaca, tanpa ada niat untuk membalasnya.
Keesokan harinya, setelah lari-lari mereka mampir di warung penjual bubur. Mereka sarapan bersama.
"Makasih Dit, sudah nyempetin waktu untuk joging bareng. Gua kira lo gak bakalan datang." kata Sasa.
"Kebetulan saja, gua pun memang niat untuk joging." sahut Adit cuek.
"Dit, gua minta maaf ya. Soal, selama ini gua jauhi elo." pinta Sasa.
"Santai aja, gua tau kok alasan lo, yang sebenarnya. Cuma gua mau lo nyaman aja sama permintaan lo untuk jauhi elo." papar Adit.
"Jadi kita bisa kayak dulu lagi kan?" harap Sasa.
"Terserah lo." sahut Adit.
"Kok kamu gak pernah berubah sih Dit. Masih dingin." tanya Sasa.
"Setelan pabrik." ucap Adit.
Akhirnya mereka baikan, dan Adit mengantar Sasa untuk pulang ke rumah. Karena tadi, Sasa pergi dengan ojek online. Sebab dia berharap akan di antar sama Adit.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Mas, aku di parkiran. Ada yang mau aku omongin. Kalo kamu tidak kesini saat kamu pulang nanti. Akan aku buat kamu malu Mas."
Rasti mengirim pesan untuk Iqbal. Dia bahkan rela membeli simcard baru hanya untuk mengirim pesan untuk Iqbal. Karena selama ini nomor Rasti sudah diblokir sama Iqbal.
"Cih ... Kenapa dia gak balas ya. Padahal dia online." batin Rasti.
"Mas, aku menunggumu disini. Dan aku gak main-main sama ancaman aku ya Mas."
Rasti mengirim pesan lagi. Tak lama kemudian, terlihat centang biru di aplikasinya. Tetapi Iqbal tetap tidak membalas pesan Rasti.
Saat sore hari. Iqbal mengedarkan pandangannya. Ia melihat Rasti sedang menyender di mobil. Akhirnya Iqbal memutuskan untuk menghampiri Rasti.
"Ada apa? Aku harus pulang." tanya Iqbal saat sampai dihadapan Rasti.
"Gak usah buru-buru Mas." ucap Rasti membetulkan dasi Iqbal.
"Jangan lancang." berang Iqbal menepis tangan Rasti.
Rasti tersenyum kecut, karena tepisan Iqbal. Kemudian Rasti menarik bahu Iqbal. Agar dia bisa mencium pipi Iqbal.
plak...
Iqbal menampar Rasti. Dia sangat marah dengan kelancangan Rasti. Tetapi Rasti malah tersenyum puas.
"Benar-benar murahan kamu Rasti." teriak Iqbal, tanpa peduli banyak orang menyaksikan mereka. Semenjak Rasti di tampar Iqbal.
"Bukannya dulu kamu suka? Bahkan tergila-gila?" tantang Rasti.
Iqbal hendak melayangkan tamparan lagi untuk Rasti. Tetapi dia tersadar. Sekarang banyak orang di sekitar mereka.
Kemudian, Iqbal pergi meninggalkan Rasti.
"Bagaimana?" Rasti mengirim pesan.
Kemudian masuk beberapa foto di ponsel Rasti. Dari mereka bicara berdua, Rasti yang membetulkan dasi, sampai Rasti yang mencium Iqbal.
"Sisa uangnya sudah aku kirim. Terimakasih. kerja yang bagus." balas Rasti kemudian.
"Aku yakin, kamu pasti gak akan cerita sama Vina. Karena kelemahan mu dari dulu, tidak ingin pasangan mu khawatir." gumam Rasti tersenyum.
Rasti akan menyimpan foto tersebut, untuk digunakan disaat di perlukan.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Bu, bagaimana kalo Ibu tinggal sama Anwar. Nanti Sarah bisa kerja untuk bantu-bantu Nadin jagain Rania." ungkap Anwar saat dia bertandang ke rumah Ibunya.
Pengasuh Rania, sudah berhenti di karenakan dia akan menikah. Mereka sudah mencari dari beberapa yayasan. Sampai sekarang belum ada yang cocok.
Jadi, Nadin memberi ide pada Anwar. Supaya memanfaatkan Sarah untuk jadi baby sister. Hitung-hitung agar Sarah ada pekerjaan. Semula Anwar menolak. Namun, Nadin kekeuh meyakinkan Anwar, kalau nanti Bu Fatma tidak akan disuruh mengerjakan apapun.
Akhirnya Anwar percaya, dan dia juga berpikir. Jika yang dikatakan Nadin adalah kebenaran. Supaya Sarah bisa mempunyai penghasilan sendiri.
"Kamu tidak mampu membiayai pembantu? Sampai-sampai kamu menyuruh Ibu?" cetus Bu Fatma.
"Bukan begitu Bu, aku sebagai Abangnya Sarah. Hanya ingin Sarah mandiri. Biar dia tidak terus-terusan berharap pada Ibu." ungkap Anwar.
"Sarah, adikmu memang tidak bekerja. Tapi dia merawat Ibu dengan baik. Dia yang tiap pagi, sore dan malam masak untuk Ibu. Coba kamu bayangkan. Jika Ibu menyewa orang untuk mengurus Ibu seperti yang Sarah lakukan. Berapa banyak uang yang Ibu keluarkan?" papar Bu Fatma panjang lebar.
"Ibu Kenapa sih. Aku punya niat yang bagus Bu." seru Anwar.
"Niatmu memang bagus. Tapi, jika Ibumu sehat. Ada yang kerja. Baru kamu bisa bilang begitu." jelas Bu Fatma.
"Sarah, sengaja tidak mempekerjakan pembantu untuk mengurus Ibu. Karena ia ingin merawat Ibu dengan tangannya sendiri. Jadi, apa salahnya jika Ibu memberinya uang untuk kebutuhannya sehari-hari. Lagian dia masih tanggung jawab Ibu." kata Bu Fatma marah-marah.
Akhirnya Anwar pamit pulang. Dia sudah berulang kali menyuruh agar Sarah cari kerja. Dan berulang kali Bu Fatma melarangnya.
Tadi, saat Anwar berbicara dengan Bu Fatma. Diam-diam Sarah mendengarkan dari luar rumah. Kebetulan dia baru pulang dari pasar.
Setelah mendengar perkataan Masnya, Sarah semakin membenci Iqbal dan Nadin. Sekaligus dia terharu dengan jawaban Ibunya.
Saat Anwar keluar, dia buru-buru sembunyi di samping rumah.
"Bu, aku pulang." panggil Sarah. Tadi dia sengaja masuk setelah memastikan sepeda motor Anwar menghilang.
Bu Fatma tidak mendengarkan panggilan Sarah, dia hanya melamun. Mengingat perubahan Anwar. Sekarang dia baru sadar. Bagaimana rasanya jadi Vina. Saat sebuah hubungan di rusak sama orang lain.
"Maafkan Ibu Vina." batin Bu Fatma. Tanpa sengaja air matanya menetes. Dia menyesal.
Walaupun Vina sudah memaafkannya. Tapi hatinya masih sangat merasa bersalah. Karena dulu dia punya andil besar, yang merusak hubungan Anwar dan Vina.
Andai waktu bisa di ulang. Dia ingin agar Vina tetap menjadi menantunya. Namun, nasi telah jadi bubur. Begitulah kata pepatah.
"Ibu kenapa nangis?" tanya Sarah menepuk pundak Bu Fatma.
"Eh ... Sudah lama kamu pulang nak?" tanya Bu Fatma balik. Mengusap air matanya.
" Baru saja. Ibu kenapa nangis?" tanya Sarah lagi.
"Ibu, hanya teringat sama dosa-dosa Ibu terhadap Vina." sahut Bu Fatma berbohong.
"Sudahlah Bu, bukannya mbak Vina sudah memaafkan kita? Jadi, Ibu jangan sedih lagi ya. Minggu besok kita akan ke sana, ya Bu!" tawar Sarah.
Sarah tau, jika Ibunya sedih bukan karena teringat akan Vina. Tetapi karena Masnya. Cuma dia malas untuk membicarakannya lagi.