Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kayak Jodoh Aja Kalian
Deg
Detak jantung Reyhan yang baru saja mereda kini akhirnya terpompa lagi. Bahkan saat ini debaran itu semakin terasa kencang.
"Aku bisa sendiri." Ucap Hilda sembari mengambil alih tisu dari tangan Reyhan dan mengusap bibirnya sendiri.
Hilda merasa aneh dengan tatapan Reyhan, tidak seperti biasanya. Dan karena tatapan yang aneh itu malah membuat ia merasa risih dan canggung.
"Kalian kenapa? Kaku banget kayak kanebo kering."
"Gak papa kok." Jawab Hilda.
"Tumben mandinya bentar banget? Baru juga tiga puluh menit. Biasanya kan satu jam lebih?."
"Hehe.... Takut terlambat. Tar beli tiket lagi dong!"
"Hahaha.. Belajar dari pengalaman ya kak? Karena kelamaan mandi sama dandan jadi ketinggalan pesawat?
"Gak usah detail juga kali, malu maluin banget kalau sampe kedengeran sama orang. Untung cuma ada kalian berdua di sini."
"Ya sudah, ayok berangkat sekarang." Ujar Hilda sembari merapikan tutup toples.
"Enak banget langsung ngajak pergi gitu aja. Kamu kan udah janji mau cerita soal tangisanmu tadi? Aku tu ya, udah bela belain mandi kayak bebek yang baru nyebur udah langsung mentas."
"Mentas? Apa itu mentas?" tanya Reyhan mengernyitkan keningnya.
"Halah, mentas ae gak ngerti. Mentas itu ya artinya udah selesai mandi."
"Oh.."
Hilda hanya tersenyum melihat sahabat dan sang adik yang suka sekali beradu mulut. Menurutnya itu sangat menggemaskan. Apalagi kalau melihat Reyhan tersenyum, duh manisnya.
Hilda menggelengkan kepalanya sekilas, mengusir pikiran aneh yang baru saja bersarang di otaknya.
"Hilda, buruan cerita dong! Waktu kamu hanya setengah jam di mulai dari sekarang!."
Hilda menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Setelah dirasa tenang Ia pun menceritakan semua kejadian yang dialami pagi ini tanpa tertinggal sedikitpun.
Entah mengapa, setelah menceritakan semua permasalahan yang sedang dihadapi pada kedua orang yang ada di depannya ini membuat ia merasa lebih lega dan nyaman.
Meskipun dengan bercerita tak membuat masalahnya terselesaikan, setidaknya Hilda bisa sedikit mengurangi rasa sesak dan beban dalam dada.
"Terus apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?." Tanya Reva penasaran.
"Entahlah, Yang pasti nanti siang aku akan ke kantor pengadilan agama untuk menggugat cerai mas Dimas"
"Kalau pengadilan tau kamu sedang hamil, permohonan ceraimu tidak akan di setujui."
"Mas Dimas belum tahu kalau aku hamil."
"Ah Baguslah, lebih baik tinggalin aja laki-laki brengsek kayak suamimu itu. Trus gimana? Mau di temenin?"
"Jangan sembarangan, terus penerbangan kamu?"
"Ya aku batalin aja lah"
"Jangan dong! Kamu gak perlu batalin penerbanganmu pagi ini. Aku bisa kok pergi sendiri."
"Sendirian? Tidak tidak! Kamu tu harus ada temen yang ngedampingin kamu. Tau gak kenapa?"
"Kenapa?"
"Kamu tu orangnya terlalu baik. Gampang banget luluh hanya dengan diragukan sama muka sedih dan muka bersalah. Kamu tu gampang banget maafin orang. Yang aku hawatir kan, dari sini kamu kekeh banget pengen cerai, eh pas sudah sampai sana nanti suruh mediasi kamu mau lagi rujuk sama si songong Dimas itu. Gak etis kan?."
"Untuk masalah yang satu ini aku benar-benar serius Va. Aku gak mau di madu. Lebih baik menjanda dari pada harus berbagi suami."
"Wih, mantul nih prinsipnya. Kalau begitu, mm... ADEK!" Panggil Reva dengan penuh penekanan sambil menarik kecil pundak sang adik.
"Aku utus kamu buat nemenin Hilda. Kawal dia sampai benar-benar resmi bercerai dengan suaminya."
"Kok aku sih kak?"
"Kenapa? Kamu tidak mau?."
"Tapi kan aku.."
Reva berbisik "Kalau kau tidak mau, aku akan utus pria lain untuk menemani nya. Gimana?"
"Iya udah iya, aku setuju."
"Nah gitu dong! Hilda, karena kamu nggak izinin aku buat nemenin kamu, maka kamu harus mau Reyhan yang nemenin kamu. Okey?."
"Tapi Va, nanti bakalan ngerepotin Reyhan doang."
"Sudah, kalian berdua ikutin aja semua aturanku."
"Tapi .."
"Tinggal bilang iya apa susahnya sih? biar aku bisa terbang dengan tenang nih!"
"Iya iya, aku setuju" sahut Hilda dan Reyhan bersamaan.
"Nah udah kompak gitu, kayak jodoh aja deh kalian." seronoh Reva spontan yang akhirnya mendapat pelototan dari sahabat dan adiknya.
"Hehe.... bercanda. Serius amat."
Waktu menunggu yang mereka gunakan untuk bersantai dan mengobrol di aula bandara akhirnya telas habis. Kini pesawat yang di tumpangi Reva pun sudah terbang mengantarkan para penumpang ke bandara luar negeri.
Sementara Hilda dan Reyhan memilih untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Hilda, Kamu jadi ke Kantor pengadilan?"
"Jadi"
"Ya sudah, aku antar kamu kesana."
"Bukankah kamu ada kuliah siang ini?"
"Gak kok. Aku lagi santai waktu waktu ini, tinggal nunggu wisuda doang"
"Oh.. Tapi kalau kamu ada acara lain, nggak papa kok bisa bisa kesana sendiri."
"Aku udah janji sama Kak Reva untuk jagain kamu sampai proses perceraian kamu selesai."
"Makasih ya."
"Hmm.."
Hampir seharian Hilda dan Reyhan di sibukkan dengan urusan perceraian itu. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 17:00. Reyhan memutuskan untuk membelokkan mobilnya ke resto Jawa sebelum mengantarkan Hilda.
"Kok kita malah ke restoran Rey?"
"Hilda, seharian itu Kita cuman ngobrol, ngemil, sama minum doang. Emangnya kamu nggak lapar?"
Hilda diam.
"Ya udah kalau kamu nggak lapar, Kamu tunggu aja di sini. Aku mau masuk ke dalam dan aku mau makan, karena cacing di perutku sudah sangat meronta ronta."
Hilda pun segera mengikuti langkah Reyhan dari belakang. Karena benar saja, seharian mereka tidak makan makanan berat. Hilda sangat lapar. Ditambah lagi ia juga harus memberi nutrisi yang cukup untuk janin yang baru saja tumbuh dalam rahimnya.
Mereka duduk saling berhadapan. Menyantap hidangan masing masing yang telah mereka pesan.
Seperti pada umumnya, seorang teman pastilah saling mengobrol dan saling tersenyum satu sama lain. Bahkan jika ada suatu hal yang menurut mereka lucu, tak segan mereka akan tertawa bersama. Begitupun yang dilakukan oleh Reyhan dan Hilda.
Namun dari arah yang berlawanan, ada seorang yang sejak tadi memperhatikan tingkah mereka berdua. Tangannya terkepal kuat. Ia menahan emosi dan panas dalam dada.
"Mau pulang sekarang?" Tanya Reyhan.
"Boleh."
Reyhan dan Hilda bangkit dari kursi. Namun saat hendak berjalan, tanpa sengaja tas yang dipakai Hilda tersangkut pada tangan kursi yang ia duduk tadi. Dan akhirnya membuat ia hampir terjengkang ke belakang.
Beruntunglah Reyhan dengan sigap menarik tangan Hilda ke depan hingga menabrak dada bidangnya dan tak jadi terjatuh.
Bugh
"Reyhan!!!!"
.
.
.