Farid tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan jodohnya yang tidak pernah ia sangka. 32 tahun membujang bukan tanpa alasan. Ia pernah sangat mencintai seseorang namun ia ia dikhianati hingga dirinya terluka dan sulit untuk percaya lagi kepada seorang perempuan. Namun pada suatu saat ada seseorang yang dapat mengetuk hatinya. Siapakah dia? Tentu saja dia yang akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan Zania
Tiga hari berlalu
Keadaan Farid sudah semakin membaik. Beberapa teman kuliahnya sudah datang menjenguknya ke rumah sakit.
Saat ini hanya ada ummi yang menjaga Farid di kamarnya. Ummi sudah tidak bisa menahan lagi pertanyaan yang mengganjal di hatinya.
"Farid."
"Iya, ummi."
Ummi mengeluarkan kotak cincin dari saku gamisnya.
"Em... apa ini benar milikmu? Ini ditemukan oleh orang yang menolongmu di tempat kejadian."
Melihat kotak cincin tersebut Farid menjadi ingat akan kejadian tiga hari yang lalu. Hatinya sangat kesal dan rasanya ia sangat menyesal pernah menaruh hati kepada Zania.
"Kok bengong. Benar ini punyamu?"
"Eh, iya mi."
"Oh... syukurlah. Ummi takut ini punya orang lain."
"Assalamu'alaikum." Ujar Romi yang baru saja datang.
"Wa'alaikum salam."
Tiba-tiba terbesit dalam pikiran Farid untuk menepis kecurigaan umminya.
"Hem iya ini sebenarnya milik Romi yang dititipkan ke Farid mi. Iya kan Rom?" Farid bermain mata kek ada Romi untuk memberi kode. Namun Romi masih belum mengerti maksud sahabatnya itu.
"Benar Romi, ini punya kamu?" Tanya Ummi sambil menunjukkan kotak cincin tersebut.
"Ah iya, iya betul ummi. Itu milik Romi. "
Akhirnya Romi mengerti maksud Farid.
"Wah sepertinya ini untuk seseorang ya?"
"Ah ummi bisa saja. Ini buat hadiah ibuku kok, mi."
"Kamu so sweet sekali sih, Rom. Beda dengan boneka saljunya ummi ini." Ujar Ummi sambil melirik Farid.
"Hahaha... ummi bisa saja."
Romi merasa puas saat mendengar panggilan aneh ummi terhadap Farid.
Beberapa saat kemudian, Ummi keluar untuk membeli makanan. Ia menitipkan Farid kepada Romi. Setelah kepergian Ummi Nisa, Romi pun menegur Farid.
"Kenapa kamu harus berbohong kepada ummimu, rid?"
"Sudahlah, aku tidak mau membahasnya. Berikan cincin itu kepada ibumu!"
"Yang benar saja. Bukankah ini untuk Zania?"
"Stop membahas perempuan itu, Rom!"
"Eh eh... baiklah! "
Farid memang belum cerita masalah Zania kepada Romi. Namun dari sikap Farid yang kesal, Domi dapat menyimpulkan sesuatu. Romi pun akhirnya mengalah untuk tidak membahasnya lagi.
"By the way makasih ya cincinnya. Ibu pasti sangat senang ini. Ya, meskipun modelnya terlalu anak muda. Tapi nggak pa-pa lumayan untuk kado hari Ibu."
"Hem." Jawab Farid singkat.
Sementara Zania baru mendapatkan kabar dari Naina jika Farid mengalami kecelakaan setelah pulang dari kampus tiga hari yang lalu. Zania yang sebenarnya ada sedikit perasaan kepada Farid merasa bersalah. Ia menangkap jika penyebab kecelakaan Farid adalah karena dirinya.
Naina mengajak Zania untuk menjenguk Farid ke rumah sakit. Karena bagaimana pun kebaikan Farid selama ini kepada Zania terlalu banyak. Diam-diam Farid yang membantu melunasi biaya wisuda Zania. Zania baru mengetahuinya setelah ia selesai wisuda tiga hari yang lalu. Ia pikir yang melunasinya adalah Dion. Masih banyak kebaikan Farid yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Zania pun mengiyakan ajakan Naina untuk menjenguk Farid besok pagi.
Keesokan harinya.
Farid baru saja, selesai sarapan dan minum obat. Ia ditemani oleh saudara kembarnya karena ummi Nisa baru saja pulang untuk membereskan rumah. Nanti sore Farid sudah bisa pulang. Jadi Ummi Nisa ingin mengurus sendiri kamar Farid.
"Bang... "
"Apa?"
"Aku hamil."
"Kurang ajar si Yoga. Bisa-bisanya dia menghamili kamu. "
"Astaghfirullah, bang. Mas Yoga kan suamiku."
"Ah iya, aku lupa." Ujar Farid sambil menepuk jidatnya yang masih memakai perban.
"Ya Allah, kayaknya otak abang harus diperiksa lebih lanjut deh Jangan-jangan bukan gegar otak ringan. "
"Ck... kamu ini."
Tok tok tok
"Ada tamu kayaknya, sebentar aku buka pintu dulu bang."
Firda beranjak dari kursi dan melangkahkan kakinya untuk membuka pintu.
Ceklek
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Maaf apa benar ini kamarnya Kak Farid?" Tanya Naina.
"Oh iya benar. Mari silahkan masuk."
"Siapa?" Tanya Farid.
"Ini bang, ada tamu. Ayo silahkan duduk."
Farid sedikit terkejut saat melihat orang yang datang. Namun ia tidak mungkin mengusirnya secara langsung karena Firda akan curiga.
"Bagaimana keadaannya kak?" Tanya Naina.
"Alhamdulillah sudah membaik."
Naina meletakkan parsel buah yang mereka bawa di meja samping brangkar. Zania tidak berani melihat Farid. Naina menyenggol lengan Zania agar ia angkat bicara.
Firda hanya bisa memperhatikan mereka dari sofa.
"Kak, maaf jika aku punya salah. Terima kasih atas bantuan kakak selama ini." Ujar Zania dengan sangat hati-hati.
"Hem."
Hanya itu jawaban Farid.
Ia merasakan muak melihat Zania kali ini. Sampai saat ini ia tidak percaya jika Zania yang ia pikir perempuan polos ternyata salah besar.
"Naina, seharusnya kalian tidak perlu repot-repot menjenguk ku. Kalian pasti masih ada kesibukan. Lagi pula nanti sore aku sudah boleh pulang. "
Farid mengusir mereka secara halus.
"Oh iya, kalau begitu kami pamit pulang dulu kak. Kami memang akan interview hari ini. Semoga Kakak segera pulih kembali ya."
"Iya, terima kasih."
Mereka pun pamit kepada Firda. Mereka berdua sudah mengira jika Firda adalah saudaranya Farid karena wajah mereka sangat mirip.
"Ya ampun bang, kamu banget jadi orang. Itu tadi ada dua gadis yang jenguk kok kata-katanya kayak ngusir gitu. Apa jangan-jangan ada sesuatu?"
"Sudahlah jangan kepo!"
Firda pun dapat menyimpulkan sesuatu mengenai saudara kembarnya dan gadis yang baru saja menjenguknya. Namun Firda tidak ingin ikut campur dalam masalah pribadi abangnya itu. Ia hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuknya.
Sementara di rumah, Ummi Nisa sedang membereskan kamar Farid. Setelah selesai membereskannya, Ummi membuatkan makanan untuknya.
"Masak apa mi?"
"Ini soto ayam buat Farid."
"Buat abi mana?"
"Itu ada, tenang saja. Ayo bi, kita je rumah sakit. Firda pasti sudah mau pulang. Jadikan, dia kan lagi hamil muda."
"Iya, abi siap-siap dulu. Dan mau menghubungi ustadz kalau hati ini abi nggak bisa ke TPQ."
"Iya bi."
Di rumah sakit.
Yoga baru saja datang untuk menjemput istrinya. Namun mereka tidak langsung pulang karena masih menunggu Ummi dan Abi datang. Mereka tidak mungkin meninggalkan Farid sendirian. Meskipun sebenarnya tidak apa-apa.
Yoga mengusap perut istrinya yang masih rata. Hal tersebut dilihat oleh Farid.
"Huh... kenapa mereka harus pamer kemesraan di depanku." Gerutunya.
Hal tersebut masih bisa didengar oleh mereka berdua.
"Makanya bang, cepetan cari pasangan biar gak iri sama kita." Sahut Firda.
"Itu lagi yang dibahas, sudahlah!"
Pintu kamar Farid terbuka. Ternyata Ummi dan Abi yang datang. Tudak lama kemudian, Firda dan Yoga pun pamit pulang.
Ummi menyiapkan makan siang untuk Farid.
"Biar Farid makan sendiri, mi."
"Ya sudah, nih."
Ummi menyerahkan mangkok yang berisi lontong soto kepada Farid.
"Nggak usah pikirkan pekerjaan dulu, rid. Pulihkan kesehatanmu."
"Iya, bi."
Farid pun menikmati soto buatan Umminya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
semangaatt teruuss