Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Hanin dan Kenan bergandengan tangan mesra begitu keluar dari mobil. Terlihat raut wajah bahagia dari sepasang manusia yang sedang dimabuk cinta itu.
"Selamat datang tuan!" Bik Ita sudah menyambut mereka di depan pintu.
Kenan membalas sapaan wanita paruh baya itu dengan senyuman ramah. "Terima kasih bik!" Kenan menjawab sapa Ita. Hal yang sangat jarang dilakukannya selama ini.
"Istirahatlah di kamar! Saat makan malam nanti, aku akan memperkenalkan seseorang." Kenan mengecup kening Hanin saat sampai di depan tangga.
Hanin mengangguk. Dan pergi menuju kamar mereka. Setelah Hanin hilang di balik dinding, Kenan berjalan menuju kamar lain.
"Kakak..... " Seorang gadis cantik menghambur memeluk Kenan.
Pria itu tersenyum sambil mengusap sayang kepaala adiknya. "Gimana keadaanmu? Apa semua baik-baik saja?" Kenan mengurai pelukan mereka. Dan mengajak sang adik duduk di ruang tamu.
"Baik, Aku hanya merindukanmu kak. Sudah hampir 4 tahun aku tidak pulang. Dan kakak hanya mengunjungiku beberapa kali." Afril mulai bersungut.
"Maaf sayang. Kakak sibuk sekali disini. Tapi Afril, apa yang kau lakukan sangat berbahaya. Bagaimana bisa kau pulang tanpa memberi tahu pengawalmu." Kenan mulai menghakimi.
Afril mulai membuat wajah memelas. "Maafkan aku kak. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Dia meletakkan kedua tangannya di bawah telinga. Kode kalau dia tengah menyesal.
Lama mereka berbincang. Hingga akhirnya Kenan naik ke lantai atas. Saat membuka pintu kamar, dia tak melihat Hanin ada disana. Namun, samat terdengar gemercik air dari arah kamar mandi. Dia mengintip sekilas, dan langsung menyunggingkan senyum nakal .
"Oh.. sepertinya dia sengaja memancingku." Kenan melepas semua bajunya dan langsung menarik gagang pintu. Terdengar teriakan Hanin disana. Bertanda ada sesuatu yang telah terjadi.
Waktu berlalu, Kenan dan Hanin berjalan menuruni anak tangga dengan bergandengan mesra.
"Bik, tolong panggilkan dia!" Kenan memberi perintah pada bik Ita.
Hanin mengerutkan keningnya. "Dia siapa mas?"
"Kejutan untukmu" Kenan tersenyum dan membelai lembut pipi Hanin.
Tak lama Ita datang dengan seorang wanita cantik. Hanin bertanya-tanya, siapa wanita itu.
"Nah Hanin, perkenalkan. Ini adalah Afril, dia adikku." Kenan memperkenalkan Hanin pada sang adik.
Hanin tersenyum, dia baru ingat kalau Oma Rida pernah bercerita tentang adik Kenan yang sedang kuliah di luar negri. "Hanin." Dia mengulurkan tangannya.
Afril menjawab uluran tangan Hanin. Namun, tidak dengan senyuman. Gadis itu melihat Hanin dengan sorot mata tak suka.
Kenan melihat ekspresi sang adik. Dia segera mencairkan suasana. "Ayo duduk! Aku sudah lapar." Pria itu membelai punggung Hanin. seakan mengerti dengan kebingungan yang tengah dia rasakan.
"Tunggu dulu kak. Ada satu orang lagi yang ingin bergabung dengan kita." Afril terlihat mengirim pesan pada seseorang.
Tak lama, terdengar langkah kaki dari ruang tamu. Hanin dan Kenan sedikit terkejut dengan kehadiran orang itu.
"Bagaimana kabar kalian. Apa bulan madu kalian berjalan lancar?" Dia berdiri di samping Afril.
"Kenapa kau disini?" Kenan membuka suara.
Nesya tersenyum. "Kenapa, bukankah sudah biasa aku menginab bersama denganmu?" Matanya beralih kearah Hanin. Dan, gadis itu hanya terdiam.
"Bukan begitu Hanin? Kau bahkan biasanya menyiapkan keperluan kami saat pagi hari." Ucapnya lagi.
Hanin mengepalkan tangan geram. "Iya, itu dulu. Duduklah, makan malam sudah menunggu. Nanti kita bicarakan lagi." Hanin segera duduk.Akhirnya mereka makan dengan perasaan masing-masing.
Setelahnya, mereka semua duduk di ruang tamu. "Jadi, bisakah kau jelaskan tentang kedatangan mu kerumah ini?" Kenan membuka suara.
"Aku kesini karena adikmu Afril mengundangku." Nesya melirik Afril.
"Iya, aku yang mengundangnya kakak. Kenapa, apa kakak merasa keberatan? Bukankah dia adalah kekasihmu?" Afril bertanya.
"Ada yang perlu ku jelaskan disini. Nesya, aku rasa kau sudah cukup bisa memahami. Aku sudah tidak bisa meneruskan hubungan kita. Aku dan Hanin sudah memutuskan akan melanjutkan pernikahan kami." Kenan meraih tangan Hanin.
"Hah, jadi begini akhirnya? Kau dan Hanin benar-benar menghianatiku?" Nesya berdiri.
"Nes, maafkan aku." Hanin berdiri dan mendekat kearah Nesya. "Aku tidak bermaksud menyakitimu. Selama 2 tahun ini, aku sudah mencoba menahan perasaan, dan itu semuanya kulakukan untuk menjaga hatimu. Tapi, akhirnya pertahananku roboh. Dan, aku tak mampu lagi untuk terus membohongi hatiku. Aku ingin menjalani rumah tangga dengan mas Kenan. Rumah tangga yang sesungguhnya. Aku harap kau bisa mengerti dengan keadaan ini." Hanin mencoba meraih tangan Nesya. Namun, gadis itu menepisnya dengan kasar.
"Hah, semudah itukah kau mengucapkan kata maaf? Kau seorang penghianat. Apa kau lupa dengan pengorbaananku? Aku lah orang yang sudah merelakan kekasihku untuk menikah denganmu. Tapi, kau malah merebutnya dariku." Nesya terlihat berapi.
Hanin mulai berkaca, rasa bersalah terasa makin dalam di hatinya. "Aku tidak merencanakan ini semua Nes, ini terjadi di luar kendaliku. Allah yang telah menggerakkan hati kita. Dan aku tak berdaya untuk menolaknya."
Nesya membuang muka. Rasa kesalnya menjadi. "Tidak usah bawa nama tuhan, untuk menutupi kemunafikanmu." Gadis itu berjalan mendekat ke arah Kenan.
"Jadi ini balasanmu untuk semua yang ku lakukan 5 tahun lalu?" Ucapnya pada pria itu.
"Aku sudah menebus semuanya hingga 4 tahun ini. Dengan memaksa hatiku untuk terus membiarkanmu berada di sisiku." Kenan berucap dengan tenang. Hanin dan Afril masih diam mendengarkan.
Nesya tertawa, "Hahhaha.. Memaksa? Apa yang kau maksud dengan memaksa. Apa kau tidak ingat begaimana aku tidur di pangkuanmu? Aku bahkan masih ingat bagaimana rasanya belaian tanganmu." Nesya membelai pipi Kenan. Namun pria itu cepat menepisnya.
Mata Kenan mulai terlihat memerah. Bertanda kalau emosinya mulai terpancing.
"Nesya, selama 4 tahun kita bersama. Aku tidak pernah melakukan hubungan terlarang denganmu. Kau tau kenapa? Karena aku selalu menghargai dirimu sebagai penyelamat hidup adikku, Afril." Kenan melirik pada sang adik.
"Tapi, kenapa kau menuduh ku sebagai pria brengsek, yang suka membuang wanita setelah memakainya." Tatapan Kenan berpindah pada Hanin. Seakan ingin meyakinkan sesuatu pada sang istri.
"Apa kalian sudah puas?" Afril yang dari tadi diam. Akhirnya nembuka suara. "Kak, apapun yang terjadi diantara kalian. Aku tetap tidak akan menerima perempuan ini sebagai kakak iparku." Dia menunjuk pada Hanin.
Hanin, Kenan dan Nesya masih terpana pada gadis itu. Nesya terlihat menyunggingkan senyumnya. Kenan berjalan mendekat. "Apa yang kau katakan? Memangnya apa kesalahan Hanin padamu?" Dia memegang kedua lengan sang adik.
Afril memberontak. "Tidak ada. Aku hanya tidak suka pada wanita penghianat. Jika sahabatnya sendiri saja bisa dia khianati, apa lagi dengan kita." Afril menatap tajam kearah Hanin.
"Apa yang terjadi di antara kami, tidak seperti yang kau pikirkan Afril." Hanin berusaha membela dirinya.
"Apa pun penjelasan mu. Di mata ku, kau tetap seorang penghianat. Dan aku tetap tidak akan menerimamu sebagai kakak ipar ku." Ucapnya lagi, kemudian berlalu menuju kamarnya.
"Afril, kau tidak boleh berkata seperti itu pada kakak iparmu. Afril..." Panggilan Kenan tetap tak dapat menghentikan langkah gadis itu.
"Sudah mas. Aku tidak apa-apa. Dia masih emosi, nanti akan kita jelaskan padanya dengan baik." Hanin mengusap punggung Kenan.
Nesya yang melihat adegan itu, kembali tersulut emosi. Akhirnya gadis itupun kembali kekamar tamu.
"Brengsek. Brengsek. Tunggu kau Hanin. Ini masih awal, masih banyak rasa sakit yang akan ku berikan padamu." Nesya memukul-mukul bantal beberapa kali. Meluapkan rasa kesalnya.
TBC
Selamat membaca, mohon bantu vote, like, jadikan favorit dan silahkan tinggalkan komentar.
MAKASIH..
sorry gwa baca sampe sini