Kucing jadi cogan?!
-
-
Memiliki kehidupan yang kelabu dan membosankan, siapa sangka suatu hari Moza malah menemukan seekor kucing di jalanan.
Tapi bagaimana jadinya jika ternyata kucing yang gadis temukan justru berubah menjadi sesosok laki-laki tampan yang manja, berisik dan rewel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jihadinraz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Tidur Moza terusik ketika mendengar suara mangkok yang dipukul-pukul milik tukang bubur ayam keliling di luar.
Gadis itu mengucek matanya sejenak sebelum akhirnya beranjak dari ranjangnya dan hendak pergi ke kamar mandi.
Tapi niat Moza itu gagal ia lakukan ketika gadis itu sadar bahwa ada seorang laki-laki yang berbaring di sampingnya.
Laki-laki dengan piyama biru cerah motif pinguin itu nampak masih tertidur pulas di samping Moza.
Pipi Moza langsung memerah seketika. Apalagi menyadari tiga kancing atas dari piyama laki-laki itu terbuka dan memperlihatkan dada bidang milik lelaki itu.
Bahkan, Moza melihat dengan jelas ada beberapa bekas kemerahan pada berbagai titik di dada milik Mogi tersebut.
Sial. Moza jadi teringat sesuatu....
"Kamu... mau tau gak ciuman itu gimana?"
Mogi terbelalak, "Serius???"
Walau sempat diam, Moza mengangguk.
"Ya udah maauuuu!!! Mana?? Mana ciumannya?"
Terdengar lucu memang. Mogi mencari ciuman seperti sedang mencari mobil-mobilan yang hilang.
"Di mana, Mozaa???"
"Jangan bilang Moza bohong, yaa!!"
"Wah! Kalo Moza bohong, Mogi–"
*Chuupp!
Mogi berhenti mengoceh ketika merasakan sesuatu yang hangat menyentuh bibirnya dengan sangat cepat.
Lelaki itu berkedip beberapa kali, berusaha mengingat kejadian yang tidak sampai tiga detik barusan.
Sementara Moza, gadis itu juga malah diam setelah membuat Mogi bungkam dengan kecupan singkat barusan.
"Tadi itu... apa, Moza?"
Moza tersadar mendengarnya. Gadis itu menggeleng cepat lalu mengatur ekspresi wajahnya.
"Itu... i–itulah ciuman."
Keduanya terdiam setelahnya. Mogi melamun sembari mulai meraba-raba bibirnya sendiri. Entah kenapa pikiran lelaki itu berusaha mengingat hadiah singkat yang diberikan Moza beberapa detik lalu.
"Lagi...."
"Apa?"
Moza dibuat terbelalak ketika Mogi mulai mendekat ke arahnya. Perlahan namun pasti, laki-laki itu mulai mengikis jarak di antara mereka, hingga benar-benar dekat.
Moza bahkan bisa mendengar deru napas laki-laki itu.
"Moza... Mogi merasa... aneh."
Moza terdiam. Sejujurnya tadi gadis itu sempat merasa gugup. Bahkan Moza kaget saat Mogi mendekat tadi.
Tapi sekarang... kenapa Moza merasa ingin lebih dari ini?
Melihat wajah Mogi, melihat bibir merah muda kecil milik laki-laki itu membuat rasa gugup Moza sirna. Digantikan dengan perasaan ingin lebih.
Lebih dari sekadar kecupan kecil.
Beberapa saat saling diam, Moza mata Moza mulai menatap ke arah bibir Mogi. Gadis itu sempat berkedip beberapa kali sebelum akhirnya....
...mencium bibir itu.
Moza mencium Mogi yang kini nampak diam kebingungan. Laki-laki itu menatap bingung ke arah kepala Moza yang sedang menikmati bibirnya.
Namun walau demikian, tak semerta-merta membuat Moza menghentikan aktivitasnya. Gadis itu terus saja melahap bibir laki-laki di hadapannya ini dengan rakus.
Moza mulai terbawa suasana. Gadis itu menaruh tangan kanannya ke pipi sebelah kiri milik Mogi.
Kemudian Moza mengelus wajah Mogi dengan pelan dengan bibir yang masih belum lepas dari bibir lelaki itu.
Mata Mogi pun mulai terpejam. Laki-laki itu mencoba untuk menikmati sensasi yang diberikan oleh Moza.
Dan Moza, gadis itu memang tidak kunjung merasakan balasan dari Mogi. Namun gadis itu sudah bisa tahu....
...bahwa Mogi mulai menikmatinya.
Moza membuka matanya. Gadis itu melepaskan tautan bibir mereka dan menatap wajah Mogi sejenak.
Betapa menggemaskannya wajah lelaki itu. Pipi putih bersih Mogi kini sudah memerah. Dan bibir kecil berwarna merah muda itu benar-benar membuat Mogi semakin terlihat manis.
Manis untuk dilumat.
Moza meraih tengkuk laki-laki itu dan kembali menciumnya. Tangan kiri gadis itu menjelajah ke area dada milik Mogi dan mulai membuka kancingnya satu persatu.
Tangan Moza mulai menyusup masuk ke dalam piyama yang dikenakan Mogi. Moza mengelus-elus dada Mogi dengan lembut dengan bibir yang masih belum lepas.
Tidak berhenti, Moza mendorong kecil tubuh Mogi hingga terbaring di sofa dan berada di bawahnya. Moza tetap dengan aktivitasnya mencium bibir Mogi, namun dengan tangan yang menjelajah sana-sini.
Gadis itu mengelus rambut Mogi dan sedikit mengacak-acaknya. Sementara Mogi? Sedari tadi laki-laki itu hanya memejamkan matanya, namun dengan ekspresi yang tak lagi kebingungan.
Kini Mogi terlihat benar-benar menikmati permainan Moza. Jantungnya berdegup kencang kala setiap sentuhan yang Moza berikan di tubuhnya.
"Mmmhh...."
Suara itu lolos begitu saja dari mulut Mogi ketika merasakan Moza tak lagi fokus pada bibir....
...melainkan leher.
Sudah cukup lama menciumi bibir Mogi, kini Moza beralih pada leher laki-laki itu. Moza mulai mengecup tonjolan pada leher Mogi beberapa kali.
"Sshhh!"
Mogi mendesis ketika merasakan sensasi perih di area leher sebelah kanannya. Tapi anehnya, Mogi seperti ingin terus-menerus merasakan perih itu.
Selesai sudah Moza membuat tanda di leher Mogi. Nampak jelas sebuah bekas kemerahan di leher laki-laki itu.
Lanjut, Moza kini menjelajahi area dada milik Mogi. Gadis itu membuka kancing Mogi hingga terbuka seluruhnya.
Sejenak, Moza terkagum-kagum melihat tubuh atletis milik Mogi. Siapa sangka, di balik piyama pinguin biru itu, ada pemandangan yang begitu indah.
Moza mulai mengecup kecil dada Mogi dengan tangan yang sedang mengelus-elus perut keras milik laki-laki itu.
Dan Mogi tentu saja dibuat tak karuan oleh semua perlakuan Moza ini. Tubuhnya bahkan beberapa kali menggeliat-geliat kecil merespons elusan tangan Moza di perutnya.
"Sshh!!"
Lagi-lagi Mogi dibuat mendesis oleh Moza yang baru saja membuat kissmark di dada laki-laki itu. Namun hal itu tidak membuat Moza berhenti.
Gadis itu mulai turun untuk membuat lebih banyak kissmark di perut milik Mogi, alias spot yang ia tunggu-tunggu sedari tadi.
Moza benar-benar kagum bukan main. Di balik sikapnya yang berisik, cengeng dan manja, namun harus Moza akui Mogi memiliki tubuh yang benar-benar bagus.
"Mmmhh... M–Mozaa...."
Mogi meracau di tengah perasaannya yang bergejolak akibat Moza. Tangan lelaki itu sampai memegangi kepala Moza dengan mata yang terpejam.
Dan Moza, entah sudah berapa kissmark yang gadis itu buat di perut milik Mogi. Sepertinya setiap kotak pada perut laki-laki itu sudah Moza tandai.
Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap wajah Mogi sejenak. Nampak jelas Mogi bersusah payah mengatur napas dengan mulut yang sedikit terbuka.
Moza juga melihat tubuh atletis Mogi mulai mengkilap dan licin. Lelaki itu pasti berkeringat akibat perbuatannya sedari tadi.
Pandangan keduanya bertemu setelah napas Mogi sudah mulai teratur. Perlahan, Moza menyunggingkan senyumannya pada Mogi.
Gadis itu mengelus pelan wajah laki-laki yang tengah berada di bawahnya ini.
"Cutie boy."
Serius. Moza jadi terdengar seperti wanita gila yang sedang mabuk. Padahal gadis itu sama sekali tidak sedang di bawah pengaruh alkohol.
Tapi kenapa perilakunya semalam lebih-lebih dari orang yang sedang mabuk? Untuk mengingatnya saja Moza malu.
Tapi... tunggu.
Apa itu benar? Apa Moza benar-benar malu mengingat kejadian semalam? Kejadian di mana Moza dan perasaannya sendiri yang memulainya.
Kejadian di mana Moza benar-benar sadar telah memberikan Mogi banyak sekali 'hadiah'. Dan kejadian di mana....
...Moza benar-benar ingat ekspresi wajah Mogi semalaman. Moza bahkan ingat deru napas dan desis lelaki itu ketika Moza membuat tanda di tubuhnya.
Alih-alih malu... Moza lebih bahagia kala mengingat kejadian semalam.
"Moza...?"
Moza menoleh pada Mogi yang baru saja terbangun sembari mengucek-ngucek matanya sendiri. Laki-laki itu menatap Moza sambil memajukan bibir bawahnya.
Lelaki itu... tatapan sayu itu... bibir itu. Semuanya adalah hal-hal yang membuat Moza hilang kendali semalam.
"Moza, Moza... kok belum mengerti juga, sih? Sayang itu adalah perasaan nyaman kita pada seseorang. Sayang itu perasaan kita ingin melindungi orang itu dan gak mau bikin orang itu menangis. Pokoknya selagi rasa sayang itu ada...."
"...kita mau orang itu terus tersenyum."
Mogi tersenyum, "Dan setiap Mogi merasa seperti itu, satu-satunya yang ada di pikiran Mogi...."
"...cuma Moza."
Ucapan Mogi sebelum 'kejadian kecil' semalam itu tentu saja membuat Moza kaget sekaligus terharu. Bisa-bisanya bocah seperti Mogi, mengatakan hal seperti itu.
Rasanya kurang lebih sama seperti perasaan seorang ibu, yang dipuji oleh anaknya. Atau seorang ibu, yang mendapatkan ucapan 'sayang' dari anaknya.
Perasaan itu... kurang lebih Moza merasa seperti itu.
Dan entah kenapa. Entah di momen apa perasaan terharu itu berubah menjadi suatu perasaan yang bergejolak dan berakhir dengan ciuman dan segala kissmark itu.
Tapi jujur, persetan dengan semua itu.
Yang penting, Moza menikmatinya. Dan Mogi pun, nampak menerima permainan yang Moza pimpin semalam.
"Gimana tidurnya? Nyenyak?"
Mogi mengangguk, "Hu'um."
"Kalo gitu kamu ke kamar mandi sekarang. Cuci muka, mandi."
"Tapi Mogi masih ngantuk."
"Iya... kan ke kamar mandi biar ngantuknya ilang."
"Gak mau. Dingin."
"Terus? Mau tidur lagi?"
"Hmm?? Memang boleh?"
"Boleh, kok. Tapi nanti siang kamu gak makan."
"Biarin. Mogi juga gak laper."
"Ya udah. Semua mainanmu aku sita."
"Gak peduli wleee. Mainannya udah jelek."
"Oke. Gak akan ada lagi Doraemon jam delapan buat kamu."
"Hah??! TIDAAAAAAKKKKKKK!!!!"
...-TBC-...
masih tetap penasaran dengan Flashback Mogi
berharap sekali🤭
aku tambah penasaran dengan POV Mogi
pengen Mogi berubah menjadi pribadi yang mempunyai karakter dewasa sebelas duabelas dengan Billi pria dewasa, meskipun masih penasaran dengan asal usul Mogi tapi tetap sabar menunggu kebenaran nya
Aku menunggu POV atau flashback Mogi
jadi semakin penasaran tentang jati diri Mogi