NovelToon NovelToon
Suamiku Dokter Sultan

Suamiku Dokter Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Yang sudah baca novelku sebelumnya, ini kelanjutan cerita Brayn dan Alina.

Setelah menikah, Brayn baru mengetahui kalau ternyata Alina menderita sebuah penyakit yang cukup serius dan mengancam jiwa.

Akankah mereka mampu melewati ujian berat itu?

Yuk baca kelanjutan ceritanya 😊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Hari menjelang sore ketika Pak Vino, Bagas dan Brayn tiba di rumah.

Bu Resha dan Maya tampak sedang berbicara di ruang keluarga.

Dua wanita itu langsung berdiri menyambut melihat suaminya kembali.

"Alina mana, Ma?" tanya Brayn.

"Di kamar. Sejak melihat video yang viral itu, dia belum keluar kamar. Kamu susul ya, Nak. Jelaskan kalau itu tidak benar," ucap Bu Resha.

"Iya, Ma. Tapi sebelum itu ada yang mau aku bicarakan dulu dengan Mama, Ibu juga," tutur Brayn serius.

Bu Resha dan Maya memandang penuh tanya.

"Mari kita duduk. Alina masih di kamar, kan?" tanya Bagas.

Kali ini perasaannya lebih tenang setelah berbicara dengan Brayn dan Pak Vino di taman rumah sakit.

"Memang ada apa, Mas? Apa ada masalah lain? Kalau itu tentang Siska, aku tidak mau tahu! Jauhkan dia dari Brayn!" ujar Bu Resha mendesak suaminya.

"Bukan, Sayang. Siska sudah mengakui semuanya, dia yang bersalah. Brayn tidak melakukan apa-apa. Ini tentang Alina."

Bu Resha mengangguk. Ia mengikuti saran suaminya.

Sekarang semua sedang duduk di sebuah ruang tertutup, sengaja berbicara secara rahasia, takut Alina akan mendengar.

Brayn pun memulai dengan menyebutkan beberapa gejala yang dialami Alina beberapa waktu belakangan ini.

Juga tentang hasil pemeriksaan Alina di sebuah laboratorium. Sampai saat ia menemukan catatan kesehatan istrinya di kamar.

Juga permintaan terakhir Alina yang menginginkan dirinya mendapatkan pendamping yang lain.

Kesempatan yang ia buka untuk Siska itu, membuat sang dokter lepas kendali dan memeluknya di rumah sakit.

Penjelasan panjang Brayn itu pun mengejutkan Maya dan Bu Resha.

Dua wanita itu tak dapat menyembunyikan air mata setelah mengetahui apa yang disembunyikan Alina selama ini.

"Ya Allah... aku Ibu macam apa? Kenapa selama ini aku tidak bisa melihat tanda-tanda yang ditunjukkan putriku?" isak Maya menyeka air mata. Bagas memeluknya dan menyandarkan sang istri di bahunya. "Dia sakit dan aku tidak tahu."

"Jangan menyalahkan diri sendiri. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita memberi semangat untuk Alina. Setidaknya, dia tidak sendirian menyimpan bebannya," ucap Bagas dengan suara bergetar.

Maya tak kuasa membendung luapan air mata. Ia bahkan tak mampu berucap sepatah katapun selain meledakkan tangis.

Sama seperti Bu Resha. Alina memang tidak terlahir dari rahimnya. Tetapi, putri kecilnya itulah yang menemaninya di saat terberat dalam hidupnya.

Alina adalah salah satu alasan yang membuatnya bertahan.

"Mama, Papa, Ibu, dan Ayah... tolong jangan menangis di hadapannya. Selama ini dia menyembunyikan semuanya karena tidak mau kita terbebani, dia tidak mau kita ikut sedih."

Brayn mengusap ujung matanya yang basah. Ia menarik napas dalam-dalam.

"Brayn, apa ada cara untuk menyembuhkan Alina? Terserah di mana saja, berapapun biaya yang dibutuhkan. Asal Alina bisa sembuh," ucap Bu Resha.

"Insyaallah, Ma. Aku sedang bujuk Alina supaya mau menjalani pengobatan. Kemarin dia bilang belum siap. Aku rasa kalau kita semua membujuk dia, dia akan luluh."

"Brayn benar. Imun terbaik untuk orang sakit seperti kami ya dukungan keluarga. Insyallah Alina akan kuat kalau kita bersamanya," papar Pak Vino.

"Kalau begitu, aku akan ke kamar dulu. Mau bicara dengannya sekalian menjelaskan tentang kejadian di rumah sakit. Aku takut kejadian ini akan mempengaruhi kesehatannya."

"Ayo, kita bicara dengan Alina dan membujuknya," imbuh Bu Resha.

Mereka segera menuju kamar. Brayn sempat ragu menatap pintu kamarnya.

Bagaimana ia akan menjelaskan masalah video viral tersebut pada Alina dan membujuknya agar mau menjalani pengobatan.

Perlahan Brayn membuka pintu, pandangannya mengedar pada seisi kamar.

Alina tampak berbaring di atas sajadah, masih lengkap dengan mukena dan tasbih di tangan.

Wajahnya pucat istrinya membuat sekujur tubuh Brayn meremang. Keadaan Alina membuat semua orang panik.

Bagas dan Maya bahkan merasa seolah kehilangan nyawa. Secepat kilat Brayn berlari dan meraih tubuh lemah itu.

Mendekapnya erat dan menciumi keningnya. Isak tangis terdengar ketika ia berbisik.

"Aku mohon bertahan, Khumairah!"

Suasana di dalam kamar tampak diselimuti kepanikan.

Alina yang dalam kondisi tak sadarkan diri membuat semua orang khawatir.

Bagas dan Pak Vino berjongkok di hadapan Alina.

Bagas mengusap kepalanya, sementara Pak Vino menggenggam tangannya.

Bu Resha dan Maya berdiri di belakang saling memeluk, menangis.

"Sayang... Alina ... bangun, kamu bisa dengar Ayah, kan?" bisik Bagas menahan air mata.

Pak Vino segera tersadar dari rasa terkejut. Ia menatap putranya.

"Brayn, ayo cepat bawa Alina ke rumah sakit!"

"Iya, Pa." Brayn mengusap ujung matanya, hendak menggendong Alina.

"Kamu bisa?" tanya Bagas.

"Aku bisa, Ayah." Brayn langsung membopong tubuh Alina keluar kamar.

Pak Vino cepat duduk di kursi kemudi, Bagas ikut duduk di sampingnya, sementara Brayn duduk di kursi belakang memangku Alina.

Sementara Bu Resha dan Maya berangkat ke rumah sakit dengan mobil lain.

Bu Resha juga sempat menghubungi Zahra untuk memberitahu apa yang terjadi terhadap Alina.

Setibanya di rumah sakit, mereka langsung disambut beberapa tenaga medis.

Sebelumnya, Brayn sempat menghubungi salah satu rekannya. Sehingga mereka menyiapkan diri.

Alina langsung ditangani dokter di ruang IGD.

Brayn di belakang dan hanya melihat dengan pikiran melayang. Konsentrasinya buyar.

Sebagai dokter, ia sudah terbiasa dengan berbagai kondisi pasien. Terbiasa melihat pasien sekarat ataupun meninggal.

Tetapi, melihat istrinya sendiri yang terbaring di ranjang pasien membuatnya tak dapat berpikir.

Insting sebagai dokter tak dapat bekerja dengan baik.

Ketika dokter menancapkan jarum ke lengan kanan untuk mengambil sampel darah, Brayn terpejam.

Memikirkan Alina yang begitu takut dengan jarum suntik.

"Sus, tolong cepat dibawa ke lab. Tunggu hasilnya dan cepat bawa kemari, ya," ucap sang dokter sambil menyerahkan sebuah tabung kecil berisi sampel darah Alina.

"Baik, Dokter." Perawat muda tersebut segera berlari melalui pintu bagian belakang.

Brayn masih berdiri sambil melihat penanganan yang dilakukan rekan-rekannya.

"Tenang, insyaallah semua baik-baik saja," ujar sang dokter sambil menepuk bahu Brayn.

"Terima kasih, Ben. Aku benar-benar panik." Brayn mengusap wajahnya.

Mendekat ke ranjang pasien dan menatap wajah pucat istrinya.

Kurang dari 30 menit, seorang perawat kembali datang dengan membawa hasil pemeriksaan darah.

"HB-nya rendah. Kita harus melakukan transfusi darah."

"Kebetulan golongan darahku sama dengannya. Aku bisa jadi pendonor, kan?" ucap Brayn.

"Tentu saja. Tapi tetap harus diperiksa dulu. Tindakan akan dilakukan di ruang perawatan. Sekarang kita akan memindahkannya dulu."

************

************

1
Maulida Maulida
seru bgt
Maulida Maulida
sedih banget part ini😭 suka bgt cerita nya thor
Yasmin Natasya
up dong thor...
Endang 💖
pasti itu akal2n Siska tu hasilnya
DozkyCrazy
dasar siskamling
Endang 💖
jahat juga rupanya si Siska itu

up lagi thor
DozkyCrazy
pasti si siskamling
DozkyCrazy
syukaaa sama cerita author 😘
DozkyCrazy
Alhamdulillah
ovi eliani
Ya Allah semoga benar cuma anemia aja, tidak ada penyakit yg lain, cepat sembuh ya pengantin baru sehat 2, ya, semangat thor
Yasmin Natasya
lanjut Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!