Bagaimana jadinya jika wanita yang telah ia rebut suaminya menikahi Ayahnya?
Ya, Dia adalah Maya, Wanita yang rumah tangganya di hancurkan oleh Vanya Adiyaksa Abrisam, Membalas perbuatan sang pelakor dengan balasan yang tidak pernah Vanya bayangkan sebelumnya.
Dengan bermain cantik, Maya diam-diam mendekati Adiyaksa Abrisam yang tak lain adalah Ayah dari Vanya sang pelakor hingga berhasil menikahinya.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah menjadi satu keluarga?
Ikuti keseruan pembalasan istri sah terhadap pelakor yang akan tersaji dalam Novel "Menikahi Ayah Pelakor"
Karya : Noor Hidayati
Add FB : I'tsmenoor
Instagram @_itsmenoor
Tiktok @itsmenoor12
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balasan
Maya menghapus air matanya dan berpikir untuk memeriksa CCTV.
Ia pun pergi ke ruang CCTV untuk mencari bukti tentang kejahatan mereka.
"Aku yakin, Minyak di lantai dan jatuhnya Vanya adalah bagian rencana dari mereka untuk menghentikan ku mengatakan yang sebenarnya pada Mas Adi." batin Maya yang kemudian membuka ruangan tersebut.
Ckleekkk...
Seorang penjaga keamanan yang bertugas memantau CCTV di kediaman Abrisam langsung menoleh ke kamar Maya.
"Nyonya Maya..." ucapnya sambil bangun dari duduknya.
"Aku ingin melihat semua kejadian di rumah ini sepanjang malam ini." tegas Maya.
Petugas keamanan nampak gugup dan tetap berdiri tak menjalankan apa yang Maya perintahkan.
"Apa kamu tidak mendengar ku!?"
"Mohon maaf Nyonya, Tapi Aku hanya bekerja untuk Tuan Abrisam dan Nona Vanya, Jadi hanya mereka yang berhak memerintah ku."
Mendengar hal itu Maya, Merasa bukanlah siapa-siapa di rumah itu.
Harapannya untuk menemukan bukti melalui CCTV pun telah pupus sebelum ia dapat melihat layar pemantau tersebut.
Kriiing.... Kriiing....
Vanya yang masih menikmati sisa-sisa percintaannya dengan bermalas-malasan meraih ponselnya yang berdering.
"Hallo!" ucapnya sambil menoleh ke arah Alvin yang sudah terlelap.
"Hallo Nona, Barusan Nyonya Maya ke ruang CCTV."
Vanya tersenyum santai dengan apa yang petugas keamanan katakan.
"Lalu kenapa jika Maya ke ruang CCTV, Bukankah sepanjang malam kamu sudah mematikan seperti perintah ku?"
"E... Iya Nona, Tapi..."
"Aku tau maksud mu, Sekarang tutup telponnya dan kamu akan mendapat bayaran mu."
Tut Tut Tut Tut Tut... (Panggilan berakhir)
"Maya-Maya... Aku tidak sebodoh dirimu, Jika Aku melakukan semua rekayasa ini, Tentu Aku sudah mengantisipasi ini semua."
Dengan senyum kemenangan Vanya menekan satu tombol aplikasi dan berhasil mengirimkan sejumlah uang untuk petugas keamanan yang telah membantu menjalankan sesuai keinginannya.
Abrisam keluar dari kamar mandi dan tidak melihat Maya di kamar.
Ranjang yang biasnya menjadi tempat Maya membaringkan tubuhnya, Kini terlihat kosong.
"Di mana Maya?" batin Abrisam yang mengingat momen indah mereka di ranjang tersebut.
Rasa cintanya pada Maya tidak lah hilang begitu saja, Hanya saja kekecewaan atas apa yang Maya lakukan membuat hatinya terluka dan membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan apa yang harus ia buat.
Ckleekkk...
Abrisam tersentak melihat Maya datang. Ia melihat Maya yang juga menatapnya. Tanpa satu katapun terlontar dari bibir keduanya, Maya hanya menyiapkan pakaian yang akan Abrisam kenakan untuk bekerja.
Sebelum ia kembali meninggalkan kamar, Maya berhenti di ambang pintu.
"Aku sudah menyiapkan sarapan di bawah," ucap Maya yang kemudian berlalu pergi.
Abrisam menghelai nafas kasar, Ia tak tau apa yang harus di lakukan.
Meskipun ia mempercayai putri tercintanya. Namun hati kecilnya juga tidak percaya jika Maya mampu melakukan apa yang Vanya tuduhkan.
Di depan tangga, Maya dan Vanya bertemu.
Vanya tersenyum seakan mengejek ketidak berdayaan Maya.
Namun kali ini tak terlihat rasa sedih maupun rasa takut lagi di wajahnya. Tatapan dingin penuh misteri yang Maya tunjukkan membuat Vanya penasaran kenapa setelah pertengkaran Maya dengan Ayahnya, Maya tidak juga meninggalkan rumah.
"Ternyata nyali mu cukup besar, Aku pikir setelah kemarahan Ayah kamu akan menangis dan meninggalkan rumah," ucapnya.
"Pertengkaran dalam rumah tangga itu hal yang biasa. Mas Adi hanya kecewa dengan kebohongan yang kamu ciptakan, Bukan tidak mencintai ku lagi!"
"Kebohongan apa yang kamu bicarakan, Bukankah kenyataannya kamu memanfaatkan Ayah untuk membalas dendam terhadap kami?"
"Ya, Tapi kamu mengarang cerita lain, Sehingga dalam kebohongan mu Akulah yang bersalah."
Vanya yang tidak bisa lagi menjawab, Memutar tubuhnya dan melangkah menuruni tangga dengan kesal. Di saat bersamaan juga, Maya melihat Abrisam keluar dari kamar sehingga Maya dengan cepat mendahului Vanya dan meraih tangan Vanya ke punggungnnya kemudian Maya menjatuhkan diri seolah Vanya lah yang mendorongnya.
"Aaaaaaaaaaa...." triak Maya terguling di tangga.
Vanya cukup di buat terjejut karena ia tidak tau sama sekali jika Maya akan senekat ini, Terlebih saat ia melihat Ayahnya yang meneriakkan nama Maya dan berlari hingga mendorong dirinya ke tepi.
"Mayaaa...!" triak Abrisam menuruni anak tangga satu persatu.
Alvin yang juga baru keluar dari kamar, Ikut terkejut melihat Maya yang sudah tergeletak di lantai.
"Maya!" lirih Alvin yang melihat keadaan Maya dari lantai dua.
"Maya..." Abrisam meraih kepala Maya ke pangkuannya.
Dengan sedih Abrisam mengecup kening Maya yang terlihat setengah sadar.
"Vanya apa yang kamu lakukan, Apa kamu ingin membunuh ibu Maya?" triak Abrisam kepada Vanya yang masih berdiri di anak tangga.
Mendengar hal itu Maya mengedipkan matanya dan tersenyum pada Vanya yang juga melihat hal tersebut.
Melihat Maya yang hanya berpura-pura, Vanya membelalakkan mata dan menuruni anak tangga dengan kesal.
"Ayah... Ibu Maya hanya berpura-pura, Dia ingin memfitnah ku."
"Vanya! apa kamu tidak melihat keadaannya? Apa dia akan membahayakan dirinya hanya untuk memfitnah mu!?" Darah segar yang mengalir dari sudut kening Maya membuat Abrisam yakin jika putrinyah lah yang mendorong tubuh Maya.
"Ayah... Tapi Aku tidak melakukannya."
"Ayah lihat sendiri, Tangan mu menyentuh punggung ibu Maya, Setelah itu Ibu Maya terjatuh."
Vanya menggelengkan kepalanya. Ia merasa benar-benar di jebak oleh ibu tirinya tersebut.
"Mas..." lirih Maya dengan lemah..
"Maya, Kita ke rumah sakit?" ucap Abrisam mengusap wajah Maya.
"Tidak Mas, Aku hanya ingin bersama mu, Kemarahan mu membuat ku kehilangan separuh nafas ku, Jika kali ini kamu mengantar ku ke rumah sakit dan nenyuruh perawat yang menjaga ku, Maka Aku akan mati, Aku hanya ingin kamu yang merawat ku Mas," ucapnya memelas.
Mendengar hal itu, Abrisam mengangguk dan mengangkat tubuh Maya kemudian menggendongnya ke kamar.
Setelah Ayah mertuanya pergi, Alvin segera menuruni anak tangga dan menarik tangan Vanya dengan kasar. "Apa benar kau sengaja ingin mencelakai Maya?"
"Apa yang kamu katakan? Kenapa kamu juga menuduh ku seperti Ayah?"
"Ayah mu yang mengatakan sendiri jika ia melihat mu mendorong Maya. Kamu yang terbiasa berbohong jadi tidak mungkin Ayah lah yang berbohong!"
"ALVIN! PLAKKK...!!!" satu tamparan keras mendarat di pipinya.
rasa panas dan perih serta sakit hati Alvin rasakan. Harga dirinya sebagai lelaki seolah telah di injak-injak oleh perlakuan kasar Vanya yang tidak pernah menghormatinya sebagai suami.
"Kamu itu suamiku, Bukan suami Maya, Seharusnya kamu membelaku bukan malah ikut menuduh ku!"
"Jika kamu ingin Aku memperlakukan mu sebagai istri, Maka perlakuan Aku sebagai seorang suami, Jangan mentang-mentang Aku tinggal di rumah mu dan jabatan mu di kantor lebih tinggi lalu kamu bisa seenaknya memperlakukan ku!" dengan kesal Alvin meninggalkan Vanya.
Bersambung...