NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31: Dinding Retak, Rahasia Terkuak

Risa merasakan napas Kevin yang hangat di puncak kepalanya, namun perhatiannya sepenuhnya tertuju pada sosok di ambang pintu. Bibi Lastri. Wanita yang selama ini ia kira adalah malaikat pelindung, kini berdiri di sana dengan mata penuh perhitungan, tangannya yang tersembunyi kini menunjukkan bekas luka bakar yang merah, seolah baru saja melepuh. Risa menatapnya, kemudian ke cermin yang retak, lalu kembali ke mata Bibi Lastri. Sebuah kebenaran pahit, seperti bongkahan es yang menghantam dadanya, tiba-tiba menjadi sangat jelas.

“Apa… apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Bibi Lastri menusuk, memecah keheningan mencekam. Nadanya bukan lagi pertanyaan, melainkan tuduhan yang dingin. Ia tidak peduli Risa dan Kevin baru saja berhadapan dengan sesuatu yang mengerikan. Ia hanya peduli pada cermin itu.

Kevin merasakan cengkeraman Risa di tangannya menguat. Ia mengangkat kepala, matanya tajam menyorot Bibi Lastri. “Harusnya gue yang nanya, Bi. Bibi ngapain ke sini? Kenapa Bibi maksa buka pintu?” Pertanyaan Kevin tenang, namun ada nada waspada yang jelas.

Bibi Lastri mengabaikan Kevin, matanya tetap terpaku pada Risa. Ada kilatan aneh di sana, perpaduan antara ketakutan yang mendalam dan kemarahan yang membara. “Aku bertanya pada Risa! Apa yang kalian lakukan pada cermin itu?!” Suaranya meninggi, jauh dari kelembutan yang selalu ia pamerkan.

Risa bangkit perlahan, melepaskan diri dari pelukan Kevin. Lututnya masih gemetar, tapi tekad di matanya lebih kuat dari rasa takut apa pun. Ia menunjuk ke arah cermin, lalu kembali menatap Bibi Lastri. “Bibi tahu, kan? Bibi tahu apa yang ada di balik cermin itu, kan?” Suaranya bergetar, bukan karena takut, tapi karena menahan amarah dan kekecewaan yang tak terkira.

Bibi Lastri tertawa, tawa yang kering dan sumbang, sama sekali tidak ada kebahagiaan di dalamnya. “Tahu apa? Aku tidak tahu apa-apa! Kalian anak-anak, selalu saja berkhayal!”

“Bohong!” Risa berseru, suaranya kini lebih lantang, lebih penuh keyakinan. “Bibi bohong! Bibi tahu apa yang terjadi pada Ibu, kan? Bibi tahu rumah ini bukan cuma rumah tua biasa. Bibi tahu… Bibi terlibat!”

Ekspresi Bibi Lastri langsung berubah. Senyum ramahnya lenyap, digantikan oleh kerutan jijik di wajahnya. Matanya menyipit, bibirnya menipis. “Apa maksudmu? Aku walimu, Risa! Aku yang merawatmu setelah ayahmu tiada. Aku yang selalu ada untukmu!”

“Omong kosong!” Kevin menyela, tak bisa lagi menahan diri. “Kalau Bibi memang peduli, Bibi tidak akan membiarkan Risa tinggal sendirian di rumah ini, tahu ada bahaya yang mengancamnya. Kalau Bibi peduli, Bibi tidak akan mengincar warisan Risa!”

Kata ‘warisan’ bagai mantra yang membakar Bibi Lastri. Matanya membelalak, lalu ia tertawa lagi, kali ini lebih keras, lebih gila. “Warisan? Hahaha! Kalian pikir aku peduli dengan rumah tua bobrok ini? Kalian tidak tahu apa-apa!” Ia melangkah masuk, melewati ambang pintu dengan gerakan tergesa. Aroma parfumnya yang manis bercampur dengan bau aneh, seperti belerang yang samar.

Tangannya yang memiliki bekas luka bakar samar terangkat, menunjuk ke arah cermin. “Kalian merusaknya! Kalian sudah menghancurkan segalanya!”

Risa menelan ludah. “Menghancurkan apa, Bi? Apa yang Bibi sembunyikan di cermin itu? Apa hubungannya dengan kematian Ibu? Kenapa Bibi menyuruhku kembali ke sini?” Rentetan pertanyaan itu keluar tanpa jeda, menguras sisa tenaganya.

Bibi Lastri berjalan maju, mendekati cermin yang retak dengan langkah-langkah berat. Ia menyentuh permukaan cermin yang dingin dengan ujung jarinya, mengusap retakan-retakan yang ada. Wajahnya menunjukkan kesedihan yang mengerikan, seolah cermin itu adalah kekasih yang telah tiada. Lalu, ia berbalik, menatap Risa dengan pandangan yang tak terbaca.

“Ibumu… ibumu terlalu serakah,” bisik Bibi Lastri, suaranya berubah menjadi desisan tajam. “Dia selalu ingin memiliki segalanya. Kekuatan itu seharusnya miliku! Seharusnya aku yang memiliki kendali!”

Kevin menarik Risa selangkah mundur. “Kekuatan apa yang Bibi maksud? Apa yang terjadi pada Ibu Risa?”

Bibi Lastri mengabaikan Kevin lagi. Fokusnya hanya pada Risa, seolah mereka berdua terhubung oleh sebuah benang tak kasat mata yang hanya mereka pahami. “Kau tahu, Risa? Sejak kecil, aku iri pada kakakku. Dia cantik, dia pintar, dia mendapatkan semua perhatian. Lalu dia menikah dengan ayahmu, mendapatkan rumah ini, dan… dia mendapatkan *kekuatan* itu.” Bibir Bibi Lastri bergetar saat mengucapkan kata ‘kekuatan’, matanya berkilat-kilat.

“Kekuatan apa, Bi?” Risa mendesak, jantungnya berdegup kencang. Firasat buruk menjalari tubuhnya. Ini bukan sekadar warisan uang. Ada sesuatu yang jauh lebih gelap.

“Kekuatan untuk melihat. Kekuatan untuk berbicara dengan mereka yang sudah tiada. Kekuatan untuk… mengendalikan!” Bibi Lastri tiba-tiba berteriak, suaranya bergema di seluruh ruangan. Ia menunjuk Risa. “Kau mewarisinya, bukan? Kau merasakannya, kan? Itulah kenapa kau selalu bisa melihat dan mendengar mereka!”

Risa terkesiap. Indra keenamnya? Selama ini ia hanya menganggapnya trauma, halusinasi, atau kebetulan. Tapi Bibi Lastri tahu. Bibi Lastri mengetahui hal yang bahkan Risa sendiri belum sepenuhnya sadari.

“Ibumu… dia terlalu lemah untuk mengendalikan. Dia membiarkan dirinya dikendalikan. Tapi aku tidak! Aku ingin kekuatan itu. Aku butuh kekuatan itu! Dan cermin ini… cermin ini adalah kuncinya!” Bibi Lastri melangkah maju lagi, kali ini dengan niat yang jelas. Ia tidak lagi menyembunyikan amarahnya, atau kegilaannya.

“Bibi mau apa?” Kevin maju ke depan Risa, menjadi tameng. “Jangan dekat-dekat!”

Bibi Lastri terkekeh. “Kalian pikir kalian bisa menghentikanku? Setelah sekian lama aku menunggu… Setelah sekian lama aku merencanakan… Aku sudah sangat dekat!” Ia menatap cermin yang retak. “Simbol itu… simbol itu mengikatnya. Mengikat kekuatan itu di sini. Dan kalian… kalian hampir menghancurkan segalanya!”

“Jadi Bibi yang sengaja menyuruhku kembali ke sini?” Risa bertanya, suaranya nyaris tak terdengar. “Bibi menyuruhku ke sini, supaya arwah Ibu bisa memberiku petunjuk, lalu Bibi bisa mengambilnya?”

Bibi Lastri tersenyum tipis, senyum yang dingin dan kejam. “Kau memang anak ibumu. Cerdas. Tapi terlalu naif. Aku memang membutuhkanmu, Risa. Kau adalah darah daging kakakku. Ada sesuatu dalam darahmu yang bisa membuka kunci. Darah yang sama dengan ibumu. Darah yang mampu melihat dan merasakan lebih dari siapa pun.”

“Bibi gila!” Kevin berteriak, menarik Risa agar lebih menjauh. “Bibi memanfaatkan keponakan Bibi sendiri?”

“Manfaat? Ini bukan tentang manfaat! Ini adalah takdirku!” Bibi Lastri mengulurkan tangannya, dan anehnya, udara di sekitar mereka terasa lebih dingin, lebih berat. Mata Risa menangkap pergerakan samar di sudut matanya—bayangan hitam yang berkelebat di balik tirai. Atau mungkin itu hanya imajinasinya? Bibi Lastri tidak terlihat ketakutan pada bayangan itu, malah seolah ia adalah sekutunya.

“Ibumu meninggal karena dia menolak. Dia menolak menyerahkan kunci. Tapi kau… kau tidak akan bisa menolak,” Bibi Lastri berkata, suaranya kini mendominasi seluruh ruangan. Tangannya yang memiliki bekas luka bakar samar terangkat lagi, kali ini bukan untuk menunjuk, melainkan untuk meraih Risa. “Sekarang, kunci itu akan menjadi milikku. Dan kau, Risa… kau akan membantuku membukanya.”

Detik berikutnya, Bibi Lastri menerjang. Gerakannya tiba-tiba cepat, tidak seperti wanita paruh baya pada umumnya. Risa dan Kevin tidak sempat bereaksi. Bibi Lastri mencengkeram lengan Risa dengan kekuatan luar biasa, kukunya yang panjang menancap hingga terasa perih. Risa merasakan energi dingin menjalar dari sentuhan Bibi Lastri, seperti es yang membakar. Kekuatan gaib yang baru saja ia rasakan dari cermin tadi, kini seolah ditarik paksa keluar dari tubuhnya.

“Lepaskan dia, Bi!” Kevin mencoba menarik Bibi Lastri, namun wanita itu hanya mengibasnya dengan satu tangan. Kevin terhuyung, kepalanya membentur dinding dengan keras.

Risa merasakan kesadarannya mulai meredup. Rasa sakit di lengannya bukan hanya fisik, melainkan juga sesuatu yang lebih dalam, seolah jiwanya sedang dihisap. Ia melihat Bibi Lastri menyeringai, matanya merah menyala. Dan di belakang Bibi Lastri, cermin yang retak itu berdenyut lebih terang, simbol aneh di tengahnya bersinar dengan cahaya keunguan yang menakutkan.

“Kunci itu… ada di dalam dirimu, Risa,” bisik Bibi Lastri, wajahnya mendekat hingga Risa bisa merasakan napasnya yang dingin. “Dan aku akan mengambilnya.”

Sebelum Risa bisa berteriak, sebuah bayangan hitam pekat tiba-tiba muncul dari cermin, melesat menembus ruangan dengan kecepatan kilat, dan langsung menerjang Bibi Lastri, menjauhkan tangannya dari Risa dengan paksa. Bibi Lastri menjerit, suara yang melengking, penuh teror. Ia terlempar ke belakang, membentur lemari tua di dekat dinding hingga pecah berkeping-keping. Risa terlepas, terhuyung, dan hampir terjatuh. Namun, kelegaan itu hanya sesaat.

Sosok bayangan hitam itu, kini mengambang di antara Risa dan Bibi Lastri, perlahan memadat. Itu bukan lagi sekadar bayangan. Itu adalah wujud yang mengerikan, tinggi menjulang, dengan mata merah menyala yang menatap tajam ke arah Bibi Lastri. Energi gelapnya begitu pekat, membuat udara di sekitar terasa membeku. Risa mengenali aura itu. Aura yang sama yang selalu mengincarnya. Aura yang ingin merasukinya. Tapi kali ini, entah kenapa, ia merasa… terlindungi. Sosok itu bukan menyerang Risa. Sosok itu menyerang Bibi Lastri.

Kevin, yang baru saja bangkit dengan kepala pusing, membelalakkan matanya melihat pemandangan di depannya. Bibi Lastri meringkuk di lantai, ketakutan, menatap sosok mengerikan itu dengan pandangan tak percaya, seolah ia tidak menyangka hal itu akan terjadi. Dan sosok itu… sosok itu menoleh, menatap Risa dengan sorot mata merahnya yang menyala. Tidak ada permusuhan, melainkan semacam… pengakuan. Atau mungkin, peringatan.

Kemudian, sosok itu kembali menatap Bibi Lastri. Dan dari tangannya, yang kini bukan lagi tangan manusia, melainkan cakar hitam runcing, muncul api biru keunguan yang menari-nari. Aura ruangan menjadi sangat dingin, namun di saat yang sama, terasa membakar. Bibi Lastri mencoba merangkak mundur, wajahnya pucat pasi, bibirnya gemetar mengucapkan kata-kata yang tak bisa Risa dengar. Kata-kata yang terdengar seperti… permohonan.

Sosok itu maju perlahan, api biru di tangannya semakin membesar, siap melahap Bibi Lastri. Kevin menarik Risa, berusaha menjauhkannya dari pusat kengerian itu, namun Risa tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ia melihat kengerian di mata Bibi Lastri, kengerian yang tulus, bukan lagi sandiwara. Dan di balik kengerian itu, ada penyesalan yang samar.

“Tidak… tidak! Jangan! Aku tidak bermaksud… aku hanya ingin…!” Bibi Lastri menjerit, suaranya putus-putus. Ia mengulurkan tangannya, mencoba meraih sesuatu, namun yang ia raih hanyalah kehampaan. Sosok itu sudah di depannya, api biru di tangannya siap menghancurkan.

Lalu, tepat saat api itu akan menyentuh Bibi Lastri, cermin retak di ruang tamu itu bergetar hebat. Retakan-retakan di permukaannya melebar, dan dari kedalamannya, muncul sesosok wanita. Wajahnya samar, rambutnya panjang terurai, mengenakan gaun putih yang compang-camping. Matanya kosong, namun penuh kesedihan yang mendalam. Ia mengulurkan tangan ke arah sosok hitam itu, seolah ingin menghentikannya. Wajah wanita itu… Wajah itu sangat Risa kenal. Wajah itu, adalah wajah ibunya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!