NovelToon NovelToon
Istri Paksa Tuan Arka

Istri Paksa Tuan Arka

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta Terlarang
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Alya, gadis kelas 12 yang hidup sederhana, terkejut saat mengetahui ayahnya terlilit hutang besar pada Arka Darendra — CEO muda paling berpengaruh di kota itu.

Saat debt collector hampir menyeret ayahnya ke polisi, Arka datang dengan satu kalimat dingin:

“Aku lunasi semuanya. Dengan satu syarat. Putrimu menjadi istriku.”

Alya menolak, menangis, berteriak—tapi ayahnya memaksa demi keselamatan mereka.

Alya akhirnya menikah secara diam-diam, tanpa pesta, tanpa cinta.
Arka menganggapnya “milik” sekaligus “pembayaran”.

Di sekolah, Alya menyembunyikan status istri CEO dari teman-temannya.
Di rumah, Arka perlahan menunjukkan sisi lain: posesif, protektif, dan… berbahaya.

Mereka tinggal seatap, tidur sekamar, dan gairah perlahan muncul—walau dibangun oleh luka.

Konflik berubah ketika masa lalu Arka muncul: mantan tunangan, dunia bisnis yang penuh ancaman, dan rahasia gelap kenapa ia sangat tertarik pada Alya sejak awal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15: Gairah Yang Tak Terhindarkan

​Malam itu, setelah kembali dari kantor Arka, Alya merasakan energi yang tidak nyaman di udara villa—campuran antara amarah yang tertahan dan ketegangan yang belum terselesaikan. Pertemuan dengan Tanaya telah mengaduk emosi Alya dengan cara yang aneh.

​Di ruang makan, Arka terlihat dingin seperti biasa, tetapi dia tidak fokus pada makanan. Ia sesekali melirik Alya, matanya tampak menilai, seolah memindai Alya untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh kata-kata Tanaya.

​Alya, sebaliknya, berusaha keras untuk tampil tenang. Ia menjalankan semua etika meja yang sudah diajarkan Arka: punggung lurus, garpu di tangan kiri, gerakan anggun. Namun, pikiran Alya terus kembali pada satu kalimat Tanaya: “Dia punya luka lama yang sangat dalam.” Dan pengakuan Arka: “Aku menikahinya karena aku menginginkannya.”

​Rasa jijik Alya terhadap pernikahan paksa ini kini bercampur dengan perasaan yang lebih rumit: kecemburuan.

​Kecemburuan? Mengapa dia cemburu pada mantan tunangan pria yang ia benci?

​Alya menyadari, bukan cinta yang ia rasakan. Itu adalah kemarahan karena Tanaya tahu Arka dengan cara yang tidak akan pernah ia ketahui. Tanaya adalah bagian dari masa lalu Arka yang penting, sesuatu yang Arka sangat ingin ia lupakan, sementara Alya hanyalah ‘aset’ yang baru dibeli. Alya marah karena dia hanya dijadikan substitute untuk luka yang tidak ia pahami.

​“Kenapa kau tidak menghabiskan steakmu?” tanya Arka, memecah keheningan.

​“Saya tidak lapar, Tuan Arka,” jawab Alya, menjaga nadanya netral.

​Arka meletakkan pisaunya. Suaranya rendah dan mengancam. “Kau marah karena Tanaya? Kau cemburu pada wanita yang kubuang? Kau benar-benar anak kecil, Alya.”

​Alya tersentak. “Saya tidak cemburu! Saya hanya bingung. Saya tidak mengerti mengapa Anda begitu membenci dia, tetapi juga begitu terpengaruh dengan kehadirannya. Anda bilang Anda tidak punya emosi, Tuan Arka, tetapi Anda jelas marah besar setelah dia pergi.”

​Arka mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya tajam. “Kau melanggar batasanmu, Alya. Kau tidak diizinkan menganalisis perasaanku. Kau hanya perlu mematuhiku.”

​“Bagaimana saya bisa mematuhi jika saya tidak mengerti siapa yang saya patuhi?” balas Alya, tanpa sadar meninggikan suaranya. “Anda menikahiku karena hutang, lalu Anda bilang itu karena Anda menginginkanku, dan ternyata Anda sudah mengamatiku bertahun-tahun. Sekarang, mantan tunangan Anda datang dan mengatakan saya adalah obat untuk ‘luka lama’ Anda. Saya hanya ingin tahu, Tuan Arka, apa yang Anda harapkan dari saya? Seorang istri, atau boneka penghilang trauma?”

​Hening.

​Arka berdiri, tangannya menggebrak meja makan dengan kekuatan yang membuat piring-piring bergetar.

​“Cukup, Alya!” teriak Arka, untuk pertama kalinya ia benar-benar lepas kendali di hadapan Alya. “Kau tidak tahu apa-apa! Masa laluku bukan urusanmu. Tugasmu adalah menjadi istriku, bukan psikologku.”

​Arka berjalan cepat mengitari meja. Alya refleks bangkit, mundur selangkah karena terintimidasi oleh ledakan amarah itu.

​Arka mencengkeram lengan Alya, menariknya merapat ke dada kerasnya.

​“Kau ingin tahu apa yang kuinginkan? Aku ingin kau menjadi milikku,” desis Arka, matanya memancarkan gairah dan amarah yang tidak terkendali. “Aku ingin kau melupakan semua yang ada di luar sana, melupakan sekolahmu, melupakan masa lalumu. Fokuslah padaku! Aku yang melindungimu! Aku yang memilikimu!”

​Alya menatap Arka, napasnya tersengal. Amarahnya membuatnya cantik, tetapi juga rentan.

​“Saya tidak bisa melupakan semuanya! Saya punya hidup sendiri!” protes Alya.

​“Tidak, kau tidak punya!” bentak Arka. “Hidupmu kini adalah perpanjangan dariku. Dan aku akan membuktikannya padamu, sekarang.”

​Tiba-tiba, Arka membungkuk. Ciuman Arka kali ini berbeda. Ini bukan ciuman segel, bukan ciuman tuntutan posesif. Ini adalah ciuman kemarahan, gairah, dan frustrasi yang meledak. Bibir Arka menekan bibir Alya dengan keras, menuntut akses yang dalam.

​Alya terkejut, tubuhnya kaku sejenak. Namun, karena sentuhan yang tiba-tiba dan intens itu, yang bercampur dengan amarahnya sendiri, pertahanan Alya runtuh.

​Awalnya ia melawan, tangannya mendorong dada Arka. Namun, Arka lebih kuat. Dia memeluk pinggang Alya, menariknya lebih dekat. Alya merasakan kehangatan yang mendominasi, dan entah dari mana, tubuh Alya merespons. Rasa sakit karena kemarahan dan kecemburuan di hatinya kini disalurkan menjadi sensasi fisik yang liar.

​Ciuman itu semakin dalam, semakin menuntut. Arka menguasai setiap inci ruang di mulut Alya, mengajarinya gairah yang tidak ia ketahui. Alya memejamkan mata, merasakan kepalanya pusing karena ledakan emosi dan sensasi.

​Dia membenci Arka, tetapi tubuhnya menginginkan lebih.

​Kenyataan bahwa tubuhnya mengkhianatinya, bahwa ia merespons pria yang ia benci karena telah memaksanya menikah, membuat Alya merasa ngeri. Rasa takut bercampur dengan sensasi baru yang membakar.

​Arka melepaskan ciumannya, terengah-engah. Matanya gelap, pupilnya melebar. Dia memegang wajah Alya, ibu jarinya membelai tulang pipi Alya yang memerah.

​“Kau meresponsku, Alya,” bisik Arka, suaranya serak dan puas. “Kau bisa berbohong pada dirimu sendiri, tapi tubuhmu tidak berbohong. Kau menginginkanku, sama seperti aku menginginkanmu.”

​Alya menggeleng. “Tidak! Ini hanya karena Anda memaksa! Karena Anda membuat saya takut!”

​“Takut?” Arka tersenyum dingin. “Rasa takut tidak membuatmu membalas ciumanku, Istriku. Rasa takut hanya membuatmu kaku. Ini gairah. Gairah yang tak terhindarkan antara suami dan istri.”

​Arka menunduk lagi, mencium leher Alya, lalu bergerak ke tulang selangka Alya. Sentuhannya kini lebih lembut, lebih mendominasi.

​Alya merasakan tubuhnya gemetar lagi, kali ini bukan karena amarah, tetapi karena gelombang sensasi yang menenggelamkannya. Ia tahu ke mana arah ini. Setelah malam pertama yang traumatis, ia tidak siap untuk momen intim lagi.

​Alya mengumpulkan semua kekuatan mentalnya. Dia harus menghentikannya, sebelum dia benar-benar menyerah pada kebingungan perasaannya.

​“Berhenti, Tuan Arka,” pinta Alya, suaranya nyaris tidak terdengar.

​Arka tidak mendengarkan. Dia mengangkat Alya, menggendongnya erat.

​“Tidak ada lagi yang bisa menghentikanku malam ini, Alya. Kau yang memulainya dengan menantangku,” kata Arka, suaranya penuh kepastian.

​Arka berjalan menuju kamar tidur, membawa Alya di pelukannya. Alya panik. Dia tidak boleh membiarkan ini terjadi lagi, terutama ketika dia sedang bingung antara benci dan rasa ingin tahu.

​“Tuan Arka, tolong! Saya lelah! Saya… saya belum siap untuk ini. Tolong!” Alya memohon, memukul pelan bahu Arka.

​Arka berhenti di ambang pintu kamar tidur. Dia menatap Alya, matanya masih gelap, tetapi ada sedikit logika yang kembali. Dia ingat batas yang dia tetapkan di Bab 11: dia memberinya pilihan.

​Arka menarik napas dalam-dalam, menahan dorongan kuatnya.

​Dia menunduk, mencium kening Alya, ciuman yang terasa seperti janji dan ancaman sekaligus.

​“Baiklah, Istriku,” katanya, suaranya serak karena usaha menahan diri. “Aku akan menghormati batasanmu. Malam ini, kau aman. Tapi ingat, gairah ini tidak akan hilang. Dan kau adalah milikku.”

​Arka menurunkan Alya dengan hati-hati ke lantai. Ia memutar kunci pintu kamar mandi dan membuangnya ke sofa.

​“Tidur. Dan besok, kau akan memohon maaf padaku karena telah menantangku,” perintah Arka, lalu ia berjalan ke sisi kamarnya dan mulai membuka kancing cufflink-nya, kembali menjadi pria dingin yang fokus pada logika dan pekerjaan.

​Alya berdiri di sana, gemetar, merasakan bekas ciuman Arka di bibirnya. Dia baru saja lolos dari momen intim yang nyaris terjadi. Tapi ia tahu, Arka tidak akan menunggu lama. Dan yang paling mengganggunya, ia tidak yakin apakah ia ingin Arka berhenti di waktu berikutnya.

​Kebenciannya terhadap Arka masih kuat, tetapi kini ia tahu bahwa di bawah kendali pria itu, ada gairah yang tak terhindarkan. Gairah yang kini menjadi senjata baru yang Arka pegang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!