Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Revan terjaga saat suara adzan subuh menggema lembut menembus keheningan kamar. Matanya menoleh ke samping, melihat Melati yang masih terlelap dengan wajah yang lembut dan kulit putih mulus. Tangannya perlahan menyusuri pundak istrinya, mengusap dengan penuh kasih. "Sayang, ayo bangun. Kita sholat bareng," bisiknya pelan.
Melati hanya menggeliat, matanya tetap terpejam. Suaranya parau saat menjawab, "Aku masih ngantuk, Mas. Baru saja aku bisa tidur."
Suaminya sudah membuatnya terjaga sepanjang malam, hingga larut sampai jam 2 dini hari. Revan tersenyum tipis, lalu mengusap lembut rambut Melati. "Hei, malu dong sama hijab kamu. Masa sholatnya bolong-bolong," godanya dengan nada santai tapi tetap lembut. "Ayolah, Sayang."
Perlahan Melati menegakkan tubuhnya di headboard sebelum turun dari ranjang. Namun, baru saja kakinya menginjak lantai marmer yang dingin, tubuhnya terasa ringan seolah melayang di udara. Dengan cekatan, ia mengalungkan tangan di leher Revan, menyembunyikan wajahnya di dada suami yang sangat ia cintai itu.
"Kita mandi bareng, kalau sendiri malah kelamaan." Melati memutar bola matanya malas.
"Ah, mana mungkin. Selama hidup berumah tangga sama kamu, mandi bareng malah jadi kelamaan deh Mas."
Revan terkekeh pelan, matanya berbinar penuh tantangan. "Untuk kali ini enggak, sayang. Kasihan anak-anak nungguin kita di mushola." Dia mendekat, menepuk bahu Melati dengan senyum nakal. "Mas sudah cukup puas dengan keagresifanmu semalam. Kalau boleh, hari ini Mas ogah ngantor lagi, uat mengulang momen indah semalam."
Wajah Melati langsung memerah, telapak tangannya spontan memukul dada suaminya dengan lembut. "Apa sih, Mas," gumamnya sambil menahan malu. Mereka buru-buru menyelesaikan ritual mandi, agar anak-anak tak terlalu lama menunggunya. Revan dan Melati selalu mengajarkan untuk berjamaah jika sedang ngumpul dirumah.
Benar saja, anak-anak mereka sudah menunggu dimushola dengan mata yang setengah terpejam.
"Ayah lama banget sih!" protes Arjuna, suaranya serak karena mengantuk. Alicia menoleh ke arah ayahnya, menatap rambut yang masih setengah basah. Dia lalu mengangkat bahu polos. "Maklumin aja, Jun. Soalnya ayah mandi pake keramas segala," katanya sambil tersenyum tipis, seolah sudah paham soal urusan orang dewasa.
Revan mendorong dahi putri sulungnya. "Ah sok tau Kamu, belajar yang bener."
"Lho emang bener kan Yah, Alice aja kalau mandi pake keramas juga lebih lama."
Melati mencubit pinggang suaminya. "Kalau ngomong di filter mas, Dia masih kecil." Bisiknya.
"Habisnya anak kamu itu sok tau, kecil-kecil udah pinter."
Melati membalasnya dengan bisikan yang menohok. "Kayak bapaknya, kecil-kecil udah pinter bikin anak."
Revan spontan membungkam mulutnya, terdiam, kenangan masa lalunya yang kelam melintas di kepalanya.
"Nggak usah diingat-ingat, kita mau ibadah."
***
Melati pelan meletakkan sepiring nasi goreng di depan suaminya. "Sarapannya, Mas." Revan menyunggingkan senyum tipis, lalu tangannya merambat nakal ke pinggul Melati.
"Makasih, Sayang."
Melati mendorong tangannya perlahan, matanya melirik ke sekeliling dengan agak cemas. "Lepas, Mas. Takut ada yang lihat."
.Revan terkekeh pelan, pandangannya menggoda. "Mana ada yang lihat? Anak-anak sudah berangkat, Ayana sama Mbak Sri di halaman. Kita berdua saja di sini."
Ia menepuk pahanya mengundang. "Duduk sini, Sayang. Mas suapin."
Melati menggeleng sambil menopang dagu, wajahnya penuh selidik. "Kamu nggak ke kantor, Mas?"
Revan menarik napas pendek, berusaha terlihat serius tapi matanya berkilat nakal. "Kan Mas sudah bilang, mau habisin waktu sama istri yang udah sebulan nyueki suaminya. Terus, enaknya diapain, ya?"
Ia mengerutkan dahi sedikit, berpikir. "Kayaknya kamu harus dihukum, deh."
Melati tercekat pelan, napasnya sedikit tertahan.
"Lho yang bikin kesalahan kamu mas, kok aku yang dihukum?"
"Aku lakukan ini demi kamu sayang agar kamu mikir yang aneh-aneh tentang suamimu ini, karena nyembuyiin fakta tentang Dewi."
Melati tersenyum tipis. "Trus kenyataannya kamu salah kan mas, dengan menyembunyikan siapa Dewi timbul keributan dalam rumah tangga kita?"
Revan terdiam sesaat memandangi wajah istrinya penuh cinta. "Kamu benar sayang."
Tiba-tiba benda pipih di samping Revan bergetar.
Drrtt...
Melati melirik sekilas nama yang tertera dilayar lalu mencebik. "Ngapain pake dinamain Dewa mas?" Ejeknya.
Revan hanya nyengir kuda. "Aku nggak mau kamu curiga sayang."
Revan membiarkan telepon dari Dewi trus meraung-raung.
"Mas kok nggak diangkat?"
"Biarin aja, paling merengek memintaku datang ke Bandung." Jawab Revan acuh sambil menikmati nasi goreng buatan istrinya.
"Mas nggak takut terjadi sesuatu padanya, misalnya kandungannya bermasalah?"
Revan menggeleng. "Mas lebih takut kehilangan kamu, terserah dia mau memenjarakan aku, aku sudah siap. Kamu pun harus siap dan setia menungguku keluar dari penjara."
Melati merasa tersanjung dan melayang diatas awan mendengar pujian dari suaminya, senyumnya tiba-tiba menghilang saat mendengar kata penjara.
"Mas bagaimana kalau keluarga korban tak terima dan membawanya ke jalur hukum, bagaimana dengan anak-anak?"
Revan meletakkan sendok ditangannya perlahan ia mengusap pipi istrinya dengan punggung tangannya. "Mas akan bertanggung jawab, kalau pun harus dipenjara mas rela, dari pada mas harus menikahi wanita itu."
***
Melati duduk di depan cermin dengan tangan gemetar, perlahan merapikan hijabnya. Matanya yang biasanya cerah kini menyimpan keraguan, sesekali menatap cermin seolah mencari kekuatan yang mulai pudar. Di ruang tamu, Revan berjalan mondar-mandir dengan alis berkerut, suaranya penuh kecemasan saat bertanya, "Bagaimana jika perempuan itu mengajukan buat menikahinya?"
Melati menghela napas panjang, bibirnya bergetar sebelum akhirnya berkata pelan, "Aku juga nggak tahu, Mas... Aku ke sana bukan untuk menyerah, tapi untuk mempertahankan rumah tanggaku."
Suaranya lirih tapi tegas, menandakan tekad yang mulai berjuang melawan rasa takut dan luka yang belum sembuh.
Sandra mama mertua Melati duduk di sudut ruangan, wajahnya datar namun matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam. Suasana hening sejenak, hanya terdengar detak jam dinding yang seolah mengiringi ketegangan yang menggantung di udara. Melati mengusap pelan kedua tangannya, berusaha menenangkan diri sebelum menghadapi pertemuan yang akan menguji seberapa kuat ikatan pernikahannya.
Revan menghentikan mobilnya tepat di depan rumah sederhana yang sejuk dan nyaman. Ia membuka pintu lalu sigap membukakan pintu untuk istri dan ibunya, belum sempat Melati turun. Dari dalam rumah, sosok wanita cantik berambut panjang, mengenakan daster hijau pupus, berlari mendekat dengan wajah penuh senyum.
"Aa, Revan! Akhirnya kamu datang juga," serunya riang sambil lengket manja di lengan Revan. Tubuh Revan tiba-tiba kaku, enggan, matanya melirik ke arah istrinya yang masih duduk di kursi mobil, menunggu.
"Lepas, Wi," ucapnya singkat. Dewi, mengerutkan kening, suaranya bergetar kesal. "Aa, kenapa sih? Biasanya nggak pernah nolak."
Tiba-tiba dari sisi pintu pengemudi, Melati muncul dengan tatapan dingin menusuk. Mata Dewi membelalak kaget, suaranya tercekat. "Ka... kamu? Siapa?"
dari dulu kok melati trus yg nerima siksaan dan kjhtan,
Ini perempuan siapa lagi yang ganti nyulik Melati.
Kalau punya suami ganteng, mapan dan kaya banyak pelakor bersliweran pingin gantiin istri sah. Semoga Revan bisa nolong Melati dan anaknya. Kasihan......