Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita dua kepribadian
.
.
.
Hujan deras mengguyur garis pantai, memukul permukaan laut hingga riak kecil berlarian ke segala arah. Tidak ada seorang pun di pinggir pantai itu, hanya orang gila seperti Els dan Samudera yang yang rela hujan-hujanan di sana. Kebanyakan pengunjung sudah memilih untuk pergi atau berteduh di area parkir. Namun, memang pemandangan itu yang Els sukai, pikirannya akan menjadi tenang ketika ia bisa menikmati suara debur ombak dan angin laut yang kencang. Apalagi berpadu dengan hujan, Els ingin otaknya kembali ke setelan normal setelah ini.
" Elsheva Maharani! " teriak Samudera cukup keras, suara baritonnya menembus derasnya hujan. Gadis itu berhenti dengan tatapan sendunya menghadap laut yang tak berujung. Air matanya sudah mengalir dengan deras bersatu dengan air hujan, sedari tadi ia ingin melakukan itu, ia hanya ingin menangis di pinggiran pantai melepaskan perasaaannya seperti biasa namun pria itu menggganggunya.
" Pergi dari sini kak!! Buat apa sii ngikutin gue terusss, pergii!! " pekik Els dengan bibir bergetar pada Samudera yang sudah berdiri tepat di belakangnya.
" Sudah ku bilang aku peduli sama Kamu. Aku nggak akan pergi kalau Kamu belum pergi juga. " Samudera tetap keukeuh, ia menolak pergi meski di hadapkan dengan penolakan dan kebencian yang tampak jelas di raut wajah Els..
" Nyusahin bangett sih. Gue pengin sendirian di sini, nggak butuh teman atau siapapun yang sok peduli. " Els berujar menyuarakan ketidaksukaanya dengan mata yang memerah. Ia sudah tidak peduli lagi kalau lawan bicaranya adalah Samudera, kakak tingkatnya di kampus.
Samudera tidak membalas dengan emosi, ia hanya menghela nafas panjangnya, lantas berkata dengan pelan,"kalau kamu mau nangis, nangis aja, teriak aja sepuas kamu tapi biarin aku tetap ada di sini. Anggap aja kamu sendirian seperti biasanya."
Els yang keras kepala makin dibuat makin kesal olehnya. Els cepat-cepat menyeka air matanya dengan kasar menggunakan punggung tangan, kemudian berbalik. " Pantai ini bukan milik kamu, jadi tolong pergi dari sini, aku pengin sendiri. " ucap Els lagi penuh penekanan. Wajahnya menunduk, ia berusaha meredam emosinya, menahan agar kata-kata yang keluar tidak makin kasar pada Pria yang baru saja ia kenal.
Bulir-bulir bening air matanya kembali meluncur deras, tubuhnya sudah hampir meluruh ke air kalau saja Samudera tidak langsung menahannya. Samudera menatapnya penuh perhatian, menyadari kerapuhan yang sebelumnya tidak terlihat dalam diri gadis itu.
Entah kenapa pria yang baru saja mengenal Els itu seketika berubah menjadi sangat peduli, setelah berhadapan langsung dengan Els dalam versi yang berbeda. Dengan berani ia membawa tubuh rapuh Els dalam pelukannya. Semakin gadis itu terus meronta, Samudera makin erat mendekapnya.
Hingga Els pasrah berada dalam pelukan hangat Samudera, tangisnya pecah makin keras, tak mampu menahan luapan emosinya lagi.
Tangannya terus mengusap pelan punggung Elsheva hingga gadis itu tenang. " Kenapaa? Kenapa lo begitu peduli sama gue? Kita baru kenal," desis Els lemah, teredam dalam isakan.
"Karena aku ingin, kalau aku menginginkan sesuatu aku harus mendapatkannya. " jawab Samudera dengan tegas, Els mendongak. Matanya basah, wajahnya sembab. Bastara menatapnya dalam-dalam, seakan berusaha membaca apa yang tengah gadis itu rasakan. Tangan besarnya menyapu perlahan air hujan dan air mata di pipi Elshva. " Aku anter pulang? "
Els cepat mundur. "Nggak usah, gue bisa sendiri!!" sahut Els, kali ini Samudera membiarkannya pergi. Karena dia tahu Els akan pulang, tidak lagi menyiksa dirinya seperti tadi.
Gadis yang beberapa kali ia temui dengan wajah ceria seolah tanpa beban, dan mampu mentransfer keceriaanya itu pada setiap orang di dekatnya malam ini sangat berbeda. Seperti dua kepribadian dalam satu tubuh.
Bisa dibilang ini adalah kali pertama Els merasa aneh dengan perhatian pria setelah Heksa, beberapa pria yang mengejarnya selalu menggunakan trik sama, yang sama sekali tidak bisa menyentuh hatinya.
Bukan tidak bisa menyentuh, mungkin Els sendiri yang sudah mengeraskan hatinya dengan kejadian masa lalu yang belum bisa ia maafkan.
Akhirnya Els pulang dengan tubuh dingin dan hati kacau. Di apartemennya, ia berendam lama dalam bathtub berisi air hangat. Ia menutup mata, berharap semua bayangan Samuderaa hilang. Tapi sia-sia. Ingatan tentang pelukan itu, tatapan penuh perhatian itu, terus berputar di kepalanya, semakin membuat ia makin bingung.
Dia bahkan belum berkenalan dengan Pria itu secara personal. Selama ini yang telah memperlakukan Els dengan baik hanya Heksa. Terutama dengan setiap sentuhannya yang lembut dan penuh perhatian, nyaris seperti yang dia rasakan dari Samudera tadi.
Padahal di rumah Heksa sangat malas memberi perhatian seperti itu pada Istrinya, kesehariannya sangat hambar, karena selama ini perhatian penuh yang ia berikan tidak di balas sama sekali oleh Istrinya.
Davina bersedia melayani Heksa saat pria itu sudah memberinya uang dalam jumlah banyak, dia lebih banyak mengomel kalau Heksa pulang telat atau tidak mau diajaknya berfoto demi pencitraannya di publik, bagaimanapun ia Istri seorang anggota Dewan jadi merasa harus selalu pamer keharmonisan keluarganya.
Seperti malam ini, di rumah megah yang ditempati Heksa, Davina tengah bersiap mengenakan pakaian dinas tebaiknya untuk meluluhkan hati Heksa.
“Masss…” rengek Davina manja\, tubuhnya hanya dibalut kimono sutra tipis. Ia mendekati Heksa yang baru selesai mandi\, wajahnya dipoles make-up sempurna meski malam sudah larut. “Aku mau tas Her*** keluaran baru. Harus PO semingguan. Bayarin DP-nya yaaa?”
Ia menyusuri dada bidang Heksa dengan jemarinya, menelusuri lehernya, mencoba merayu dengan cara yang sudah terlalu sering ia pakai.
"Kapan kamu begini saat aku pengin? " desis Heksa seraya menepis pelan tangan Davina yang tidak berhenti menyentuhnya sejak tadi.
"Kapanpun kamu mau, kamu boleh memintanya Mas, Aku istrimu sudah pasti akan dengan senang hati melakukannya denganmu. " kata Davina dengan nada suara menggoda.
“Kalau begitu, buktikan.” Suara Heksa berat. Ia menatap istrinya, membiarkan ia mengambil kendali.
"Lakukanlah sampai Aku puas, Aku sudah cukup penat bekerja seminggu ini." perintah Heksa. Dia membiarkan Istrinya yang berusaha untuk memuaskan tubuhnya. Hanya sesekali Heksa merespon gerakan Davina karena wanita itu tidak selincah Els. Padahal kalau bersama Els, mau semalaman pun dia pasti sanggup.
"Sebentar mas, aku udah bikinin teh. Kamu minum dulu yaa, sebelum dingin," kata Davina, beanjak turun dari tubuh sang suami. Heksa menerima secangkir teh yang Davina berikan. Lantas meminumnya hingga tandas.
Dan, yang terjadi selanjutnya adalah seperti yang sudah-sudah. Hanya dalam hitungan detik Heksa langsung terlelap. Davina menatapnya dengan senyum miring, tangannya mulai melucuti semua pakaian Heksa lalu menutupnya dengan selimut. Ia akan menyusul tidur di sebelahnya setelah melepas kimononya sendiri. Mereka terlelap sampai pagi seolah sudah melakukan pertarungan panas semalaman.
Davina selalu seperti itu beberapa tahun belakangan ini. Memanipulasi keadaan, Heksa tahunya mereka sudah melakukan hubungan badan semalam. Namun, ia juga menyadari ada sesuatu dalam dirinya yang tidak terasa terpuaskan meski Davina bilang mereka melakukanya dengan sangat panas.
Setelah lebih sering mendapat kepuasan dari Els, Heksa makin bisa membedakan bagaimana tubuhnya bereaksi jika benar-benar terpuaskan pelepasanya.
.
.
.
semangat kakak 🤗🤗