Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 16 : Waktu sore bersama

Keesokan harinya, Daniel berangkat bekerja seperti biasa. Namun, kali ini ia sengaja berangkat lebih awal dari biasanya, menghindari kemungkinan bertemu dengan Lucianna setelah kejadian semalam.
Tak disangka, pekerjaannya selesai lebih cepat dari perkiraan karena klien menunda pertemuan hari ini. Daniel memutuskan untuk pulang di sore hari, jam masih menunjukkan pukul 4 sore.
Ia merasa gugup untuk bertemu dengan Lucianna setelah kejadian semalam. Namun, di sisi lain, ia juga memikirkan tentang Lucianna yang semakin dekat dengan anak-anaknya. Ia khawatir jika si kembar akan lebih berpihak pada Lucianna dan tidak ingin berpisah dengannya. Mungkin jika mereka hanya ingin bersama, itu tidak masalah. Namun, ia khawatir jika di masa depan anak-anak akan meminta sesuatu yang tidak ia inginkan. Ia takut kehilangan kendali atas hidupnya sendiri.
Dengan langkah ragu, Daniel memasuki rumahnya. Suasana terasa begitu tenang dan sunyi di dalam rumah. Ia membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Namun, ia menyadari bahwa rumah itu terasa begitu sepi tanpa kehadiran anak-anak dan Lucianna.
"Di mana anak-anak dan Luci?" tanya Daniel pada dirinya sendiri, merasa sedikit khawatir. Saat berjalan ke halaman belakang, ia mendengar suara riuh bercampur tawa dari arah sana.
Daniel menghampiri sumber suara tersebut. Ternyata, itu adalah anak-anak dan Lucianna yang sedang asyik bermain basket di lapangan basket pribadi mereka. Lucianna melawan si kembar, dan jelas si kembar kalah telak. Meskipun unggul dalam jumlah pemain, kaki mereka tidak sepanjang Lucianna, sehingga sulit untuk merebut bola darinya.
Daniel melihat mereka dari kejauhan, tersenyum tipis melihat betapa serunya mereka bermain. Tawa dan kekesalan bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan. Anak-anak selalu kalah oleh Lucianna, namun mereka tidak menyerah dan terus berusaha untuk merebut bola darinya.
Dengan langkah pelan, Daniel menghampiri mereka. Anak-anak itu tersenyum sumringah dan berlari menghampiri Papa mereka. "Papa!!" teriak si kembar bersamaan, menyambut kedatangan Daniel dengan penuh semangat.
"Papa sudah pulang?" tanya Revan, matanya berbinar. Daniel mengangguk, memeluk balik si kembar dengan sayang. Lucianna tersenyum hangat melihat pemandangan ini. Sepertinya Daniel mulai bisa membagi waktunya untuk pekerjaan dan putra-putranya.
"Papa, ayo ikut kami main basket dan masuk ke tim kami," pinta Revan, sepertinya mulai bosan karena terus kalah dari Lucianna.
"Eh? Tidak adil! Kalian sudah bertiga, seharusnya Papa kalian satu tim denganku," goda Lucianna pada anak-anak itu, membuat mereka cemberut.
"Tidak!" jawab si kembar bersamaan, menolak usulan Lucianna. Lucianna terkekeh melihat sikap protektif si kembar terhadap Papa mereka.
"Bagaimana kalau Papa melawan Luci? Mereka sama-sama orang dewasa, jadi adil," usul Devan, mencoba mencari solusi yang adil bagi semua pihak.
"Begitu juga boleh, Papa akan menggantikan kami," sahut Rehan, menyetujui usulan Devan.
"Iya! Papa harus menang!" Usulan Devan disetujui oleh saudara-saudaranya yang lain. Lucianna dan Daniel juga mengiyakan permintaan itu, menganggapnya sebagai hiburan untuk si kembar.
Permainan pun dimulai. Lucianna melawan Daniel. Jelas, Lucianna kalah telak. Ia memang tidak pandai bermain basket. Ia hanya pandai melempar bola, namun tidak memiliki strategi dan kelincahan yang cukup untuk mengalahkan Daniel.
Sebenarnya, Lucianna ingin saja mengalah demi menyenangkan anak-anak. Namun, ia tahu bahwa Daniel tidak akan menyukainya. Jadi, ia berusaha sekuat tenaga untuk menang, meskipun ia tahu bahwa peluangnya sangat kecil.
Saat Daniel hanya membutuhkan satu poin terakhir untuk memenangkan pertandingan, ia bersiap untuk memasukkan bola ke keranjang. Lucianna berusaha menghalanginya dengan sekuat tenaga. Namun, sialnya, kaki Lucianna malah keseleo dan membuatnya jatuh menimpa Daniel.
Kini, Lucianna berada di atas tubuh Daniel, mereka saling bertatapan selama beberapa detik. Waktu seolah berhenti berputar, hanya ada mereka berdua di dunia ini. Namun, keheningan itu pecah saat anak-anak menghampiri mereka karena khawatir.
"Luci, kau baik-baik saja?" tanya Revan, cemas melihat Lucianna terjatuh. Si kembar membantu Lucianna untuk bangun dari atas tubuh Daniel.
"Tidak apa-apa, sepertinya kakiku sedikit terkilir," jawab Lucianna, mengusap kakinya yang terlihat sedikit memerah.
"Sepertinya harus dipijat," ucap Daniel, lalu mengangkat kaki Lucianna ke pangkuannya.
"Auhh," desah Lucianna pelan saat Daniel menarik kakinya. Rasa sakit menjalar di seluruh kakinya.
Daniel memberikan pijitan pelan di sekitar kaki Lucianna yang terkilir. Lucianna mengepalkan tangannya erat, berusaha menahan rasa sakit yang berdenyut-denyut di kakinya.
Devan memeluk lengan Lucianna untuk membantunya menenangkan diri. Revan dan Rehan juga ikut menenangkan Lucianna yang berusaha menahan sakit di kakinya. Mereka mengelus punggung Lucianna dengan lembut, mencoba memberikan dukungan moral.
Tanpa diduga, Daniel menarik kaki Lucianna dengan keras. "Arrghh!!" Lucianna berteriak kesakitan, air matanya sampai keluar tanpa bisa dicegah. Rasa sakit yang tiba-tiba itu membuatnya tidak bisa menahan diri.
"Luci, apa itu sakit?" tanya Devan dengan nada khawatir. Ia melihat air mata yang mengalir di pipi Lucianna. Lucianna mengangguk, sulit sekali untuk mencoba terlihat baik-baik saja di depan anak-anak. Rehan mengusap air mata Lucianna dengan lembut.
"Seharusnya ini sudah selesai, tetapi jika masih terasa sakit besok, kau harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakannya," ucap Daniel, menurunkan kaki Lucianna perlahan.
"Terima kasih, Daniel," ucap Lucianna tulus, seraya memberikan senyum hangat kepada Daniel.
"Apa hanya berterima kasih ke Papa saja?" celetuk Revan, merasa sedikit iri karena Lucianna hanya berterima kasih kepada Daniel. Lucianna tersenyum lebar mendengar ucapan Revan.
"Terima kasih juga untuk kalian," ucap Lucianna dengan sedikit tawa ringan. Ia memeluk dan mencubit lembut pipi anak-anak itu, membuat mereka tertawa geli. Si kembar juga memeluk balik Lucianna dengan bahagia, menunjukkan betapa mereka menyayangi wanita itu.
Daniel melihat interaksi hangat itu, perasaannya bercampur antara senang dan takut. Ia senang melihat anak-anaknya selalu tersenyum bahagia seperti ini. Namun, di sisi lain, ia juga takut jika mereka terlalu dekat dengan Lucianna. Ia khawatir jika Lucianna akan menggunakan rasa nyaman anak-anak terhadap dirinya untuk mempertahankan posisinya di rumah ini dan mencapai keinginannya.
Hari semakin sore, Daniel menggendong Lucianna masuk ke kamarnya karena kaki Lucianna yang cedera. Karena Lucianna tidak bisa berjalan dengan baik, Jadi dia yang harus memandikan anak-anak.
Anak-anak sekarang sedang mengerjakan tugas sekolah mereka di kamar. Saat Daniel ingin kembali ke kamarnya, ia merasa khawatir dengan keadaan Lucianna dan kakinya yang cedera. Kamarnya bersebelahan dengan kamar anak-anak, jadi Daniel berniat untuk sedikit mengintip dan melihat apa yang sedang dilakukan Lucianna.
Dengan langkah pelan, Daniel berjalan mendekati kamar Lucianna dan mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
Ia melihat Lucianna yang baru saja keluar dari kamar mandi. Jalannya tertatih-tatih dengan satu tangan menahan mantel mandinya agar tidak terlepas dan satu tangannya berusaha meraih apapun untuk membantunya berjalan. Wajahnya terlihat meringis kesakitan setiap kali ia melangkah.
Daniel merasa tidak tega melihat Lucianna kesusahan seperti itu. Namun, ia juga takut jika ia membantu Lucianna, wanita itu akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekatinya dan memanipulasi perasaannya. Dengan keadaan seperti ini, ia yakin Lucianna akan melakukan apapun untuk bisa mendekatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
padahal dalam hati 🤭