Jealita seorang gadis berusia 20 tahun yang dijual ibu tirinya ke sebuah tempat Dolly.
Di saat Jealita ditugaskan untuk melayani lelaki yang berhidung belang. Jealita ditemukan pingsan di kamar mandi.
Madam Natalie akhirnya marah dan mengadakan lelang. Akhirnya diperlelangan itu, Jealita dibeli oleh seorang pengusaha yang sudah menduda. Umurnya juga masih muda 28 tahun tuan Andrew parker namanya.
Hubungan mereka sampai ke jenjang kepernikahan. Hingga perceraian tak terhindarkan.
Setelah perceraian itu, Jealita yang sudah bukan gadis polos lagi akhirnya mencintai Tuan barunya. Apakah cintanya akan terbalaskan??? Jika takdir berkata lain, bagaimana kisah selanjutnya???
saksikan kisahnya hanya di sini. Tentunya dibumbui dengan adegan sesuatu ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unchi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
.
.
.
"Maaf Tuan dan Nyonya, dengan berat hati saya harus katakan kalau Nyonya Jealita keguguran. Kandungannya yang begitu lemah ditambah terkena benturan benda keras, membuat bayi anda tak bisa terselamatkan," ucap salah seorang dokter kandungan yang menanganinya.
Jea yang terbaring lemah merespon semua ucapan dokter dan meraba perutnya.
"Bayiku." Itulah kata yang keluar dari bibir mungil Jea.
Andrew yang melihat itu, hatinya terasa tercubit. Ini terjadi karena kebodohannya. Andai dia terus berada di sisi Jea, mungkin bayinya akan baik-baik saja. Andrew terus merutuki dirinya dengan penuh penyesalan. Matanya terasa panas, dengan cepat Andrew menengadahkan kepalanya. Agar sesuatu tak keluar dari matanya.
Kesedihan Andrew lebih besar dari Jea. Andrew terlalu menyayangi bayinya yang bahkan belum dilahirkan, dan kini menyisakan goresan yang begitu dalam di hatinya. Biarkan hatinya yang menangis, tapi jangan fisiknya. Itulah kata-kata yang ia gunakan untuk memyemangati dirinya.
Setelah dokter itu undur diri, Andrew langsung meraih kursi yang tak jauh dari ranjang. Ia duduk di kursi itu sembari meraih jemari tangan Jea.
"Jangan sedih Jelly, kita bisa mendapatkannya lagi."
Andrew mengelus punggung tangan Jea dan sesekali menciumnya. Sayang dan cintanya saat ini hanya terpusat pada istrinya. Kebahagiaan istrinya lebih penting dari apapun.
Rupanya cinta Andrew membutakan segalanya. Sepertinya Andrew kurang jeli dalam urusan cinta. Andrew tak menyadari sesuatu, Jea bahkan tak sesedih itu. Benar Jea sedih karena kehilangan bayinya. Tapi kesedihan ini justru membuahkan kesempatan emas untuknya.
"Sekarang aku sudah tak mengandung bayimu. Ku mohon, lepaskan aku Andrew! Lepaskan aku dari ikatan ini." Jea menatap seseorang yang ada di depannya dengan tatapan penuh memohon.
"Tidak Jelly, mungkin aku terlambat mengatakan ini, aku mencintaimu. Sangat mencintamu. Ku mohon tetaplah berada di sampingku." Andrew terus menggenggam tangan yang semakin melemah akibat obat penenang dari dokter.
Andrew tak mampu jika harus melepaskan Jea. Dia terlanjur cinta.
***
Jea termenung di tepi kolam. Sudah sebulan ini dia merasa hidup dalam lingkup yang penuh dengan tekanan batin. Hidup serba kecukupan tak serta merta membuat dirinya bahagia.
Jea memejamkan matanya, andai waktu dapat berputar kembali. Dia lebih menginginkan berada dalam usia balitanya. Masih polos, belum mengerti apa-apa. Yang dia tahu hanya menangis jika itu hal yang tak disukai dan akan tertawa jika menurutnya lucu.
Lama Jea termenung dalam kegelapan malam. Tangan-tangan seseorang yang dikenalnya memeluk begitu posesif dari belakang. "Kita akan memulainya malam ini Jelly. Kau harus segera hamil, agar tak berlarut-larut dalam kesedihan," bisik Andrew seraya memberikan dukungan.
Tapi itu semua salah besar. Bukan itu yang diinginkan Jea. Andrew terlalu mudah menyimpulkan tanpa harus mencari tahu.
"Apa kau tak bosan denganku?? Kau bisa membuangku jika------"
"Hussssh, cukup terima cintaku jangan banyak membantah. Apa kau lupa."
Andrew menarik tubuh Jea agar berjalan mengikuti langkahnya. Jea tak merespon lagi perkataan Andrew tadi. Dalam hatinya hanya mengumpat kekesalan.
Andrew membawa Jea ke kamarnya. Hari ini saat yang tepat untuk menjalankan rutinitas malamnya setelah sekian lama bersabar karena Jea habis keguguran.
Andrew begitu tak sabar. Dia langsung membaringkan tubuh istrinya di tengah kasur king size nya. Setengah menindih tubuh Jea, Andrew memulai aksinya.
Mencium bibir itu dan berpindah ke tengkuk leher jenjang sang istri. Memberikan beberapa tanda merah di sana. Jea hanya pasrah. Dia diam tak seperti biasanya, pasif dan menikmati apa yang Andrew berikan untuknya.
Andrew cukup tahu dan paham perubahan itu. Tapi dia ingin mengembalikan cinta itu sebisa mungkin. Jadi dia harus menyenangkan Jea- terlebih dahulu, jika ia ingin mengambil hatinya.
Andrew terus memancing sesuatu yang ada di diri Jea. Hingga Jea mencapai puncak keajaibannya. Kali ini dengan penuh kesabaran, Andrew melakukan penyatuannya.
Penyatuan itu hanya ada erangan yang keluar dari mulut Andrew saja. Jea bungkam dan menutup matanya. Enggan sekali dia menatap wajah laki-laki yang ada di atasnya itu.
Setelah mendapati pelepasan yang luar biasa tak bisa dijelaskan. Andrew tersenyum getir menatap sang istri.
"Tidurlah, aku berharap akan ada Andrew junior lagi di sini," bisik Andrew sambil mengelus perut Jea perlahan. Keduanya terlelap dalam fikiran masing-masing.
"Aku tak mengharapkannya." batin Jea kala itu. Rasa cinta itu memang masih ada. Tapi ada rasa lain, entah apa itu. Rasanya Jea ingin lari dan menjauh dari Andrew.
Jujur, dicintai Andrew adalah hal yang menyenangkan tersendiri. Andai Jea bisa, Jea pasti akan memanfaatkan cinta Andrew ini. Kalau saja Jea terlahir matre, pasti Jea tak segan-segan akan menguras harta Andrew. Biar tahu rasa si Andrew.
Ternyata aksi Andrew tak cukup sekali. Dia mengulangnya lagi dan lagi. Seperti pada hari sebelum-sebelumnya. Sepertinya, pria ini tak punya kata capek.
***
Setelah hampir 3 kali bercinta di waktu yang sama. Badan Jea terasa pegal semua. Andrew menyuruhnya tidur, tapi nyatanya bohong. Dalam beberapa menit dia kembali mengulanginya lagi.
Andrew begitu egois. Mementingkan nafsunya saja tanpa memikirkan batin Jea yang begitu tersiksa.
"Jelly, apa kau ingin jalan-jalan?" tanya Andrew yang baru terbangun dari tidur nyenyaknya.
Jea menatap Andrew sekilas. Tatapan sendu tanpa merespon ucapan itu adalah bukti kalau dia memang ingin membangkang.
"Jalan-jalan lah Jelly, aku mengijinkannya. Kalau kau mau, biar Bimo yang mengantarkan mu. Aku ada meeting penting hari ini," lanjut Andrew sambil memakai piyama kimononya.
Jea memikirkan sesuatu. Sepertinya ini adalah kesempatan emas. Untuk kabur mungkin. Baiklah, dia akan menyetujui tawaran yang menggiurkan ini.
"Ya, aku ingin ke mall." balas Jea datar.
Andrew mengangguk, lalu ia berjalan hingga hilang di telan pintu kamar mandi.
***
Jea sedang asyik berjalan-jalan, dengan dikawal oleh Bimo tentunya. Ia berjalan hanya mengelilingi pusat perbelanjaan tanpa ada niatan membeli sesuatu.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada beberapa mata yang tengah mengawasinya. Dari pihak Kelvin maupun Axel sama-sama ingin tahu apa yang sedang Jea lakukan. Bedanya pihak Axel langsung boss nya yang turun tangan. Kalau dari orang-orang Kelvin, tugasnya hanya memastikan keamanan Jea saja tak lebih.
Axel masih melajukan perjalanannya menuju tempat yang ditunjukkan oleh anak buahnya.
Tiba-tiba sebuah ide melintas di otak Jea. "Bim... aku perlu uang..." ucap Jea seraya menengadahkan tangannya ke udara.
"Untuk apa nona?? Biar saya yang membayarnya..."balas Bimo yang rautnya mulai bertanya-tanya.
"Cepetan Bimo... atau aku aduin pada tuan mu. Bagaimana??" Ancam Jea menyeringai.
Dengan nafas berat Bimo meraih salah satu kantongnya. Mengambil dompet di sana, dan mengambil beberapa uang cash.
"Uang nya hanya ada ini nona??? Sisanya di kartu.." Bimo menyerahkan 5 lembar uang bernominal seratus ribu rupiah itu.
Dengan cepat Jea meraihnya dan memasukkan ke dalam kantong dress nya. Mata Jea melihat ke sana-kemari.
"Bim,,, itu orang-orang Axel!!!"teriak Jea ketakutan. Niat Jea hanyalah pura-pura. Tapi sebenarnya yang ia tunjuk itu memang benar-benar orang suruhan Axel. Dan orang-orang Axel yang merasa tengah dibicarakan, berusaha menyibukkan. Dan moment seperti itu dimanfaatkan oleh Jea.
Bimo menoleh, dan ya benar. Tanpa menatap Jea, Bimo berkata. "Kau tak perlu khawatir nona, ada a----" Bimo terkesiap, Jea tak ada di sampingnya. Ia mengedarkan semua pandangannya dipenjuru bangunan yang bisa ia jangkau.
"Sial,,, kemana larinya..."umpat Bimo marah tapi juga khawatir.
Jea terus berlari sambil sembunyi-bunyi di tempat yang ia rasa aman. Tak lama kemudian Jea sudah berada di lantai bawah. Dengan langkah yang tergesa-gesa Jea menuju ke arah pintu keluar. Mata Jea membelalak saat mendapati seseorang yang ia kenal. "Axel..."
Dengan gerakan cepat Jea bersembunyi memanfaatkan tubuh orang-orang yang berlalu lalang di sana. Jea melihat ada orang yang menjual topi dan kacamata. Dengan sedikit berlari, Jea langsung membelinya. Tak lupa juga ia membeli masker. Sekarang Jea bernafas lega. Nyatanya saat berpapasan tadi, Axel tak mengenali dirinya.
Jea sudah berada dalam taxi, tujuan utamanya adalah pulang ke rumahnya. Ada sesuatu yang ia ingin ambil. Tak perduli jika mami Sherly akan mengusirnya. Jea akan tunjukkan, kalau dia bukanlah wanita yang lemah.
kesanya jdi kaya murahan
sayangnya galak