Kukira Rumah Ternyata Neraka

"Tolong aku tidak ingin menjadi pusat perhatian!"Megan berujar pelan, tapi nada ketegasan tersirat di sana.

Alih-alih mendengarkan, Sunny justru mengeraskan suara tangisnya. Perempuan itu mengambil kesempatan memeluk Megan, menenggelamkan kepalanya di dada Megan. Sunny tak ingin hubungan mereka berakhir begitu saja. Sunny menyadari betapa selama ini Megan begitu menghargainya. Laki-laki itu ingin membina rumah tangga dengannya dulu, memperlakukannya penuh kasih sayang dan penghormatan. Laki-laki lain hanya mengagumi kecantikan dan fisiknya, tapi Megan berbeda, cinta lelaki itu tulus dan tidak memandang dari mana dia berasal.

Sunny jelas tak ingin kehilangan Megan begitu saja, bisa bersama Megan adalah mimpi banyak wanita, setelah kini batu sandungan yang menghalangi hubungan mereka telah tidak ada, dia jelas tak akan menyerah.

"Mana janjimu yang akan menikahi ku?" jerit gadis itu yang menimbulkan bisik-bisik dari beberapa tamu undangan yang hadir.

"Sunny hentikan semua ini!" rona wajah Megan memerah, Sunny benar-benar ingin membuatnya kehilangan muka.

"Tidak, Meg. Kecuali kamu bersedia mewujudkan mimpi kita."

Sekali sentak, tubuh Sunny terjerembab di lantai.

Sunyi dalam ruang, hanya suara tangisan Sunny yang lambat laun menggema. Menghentikan perbincangan hangat dari para tamu undangan.

"Megan, kau yang berjanji akan menikahi ku, jadi tolong jangan buang aku begitu saja!" pinta perempuan itu disela-sela sedu sedannya.

"Sunny aku adalah Kaka ipar mu!" kalimat keramat itu keluar dengan sendirinya

Sunny yang menangis menengadah. Perempuan itu menggeleng cepat. "Kamu tidak mencintainya!" perempuan itu berujar dengan suara tertahan.

"Aku mencintainya, aku mencintai istri ku dan aku akan segera membawanya kembali!" Sunny menutup muka, air mata kembali mengalir dari dua sudut matanya.

"Megan kau sangat kejam!" hardiknya seraya berdiri, dengan kuat menampar pipi laki-laki itu. Hatinya terluka karena hubungan yang mereka jalin berakhir dengan begitu menyakitkan. Bukan kesalahan dirinya yang baru bangun dari koma, tapi hati Megan yang telah berubah entah sejak kapan.

Hari ini disaksikan banyak saksi mata, Megan mengakui perasaannya pada sang istri. Hal yang tak terduga karena selama ini lelaki itu tak pernah sekalipun membawa istrinya di sebuah jamuan terkecuali pesta diadakan di kediaman keluarga Dramana. Satu yang mereka ketahui sosok istri Megan merupakan perempuan yang cantik dan murah senyum, sebatas itu karena sepertinya dari keluarga Dramana tidak ada yang berkeinginan untuk memperkenalkan istri Megan secara terang-terangan.

Megan mendatangi Tuan Smit sebagai pemilik acara, lelaki itu memohon maaf karena membuat keributan yang menarik perhatian. Tuan Smit mengerti dan tentu menerima permintaan maaf Megan.

Setelah tuan rumah memaafkan, Megan bergegas pergi dari acara tersebut meninggalkan Sunny dan Dewiani dengan keadaan malu.

Perempuan itu tak berhenti memaki dan meneriaki nama Megan. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak menghiraukannya dan meninggalkan gedung acara.

Megan kacau, lelaki itu seperti kehilangan semangat hidupnya. Tidak hanya hari ini, tetapi sudah berbulan-bulan semenjak Amora pergi dari hidupnya.

Waktu terus berjalan, bulan silih berganti. Tak terasa sudah hampir setahun Megan hidup dalam kehampaan.

Kini Megan tak lagi menjadi sosok berkharisma, badannya tak sebugar dulu lagi.

Tidak hanya meninggalkan jabatannya, Megan juga meninggalkan nama besarnya yang sudah memberinya kemewahan sejak lahir.

Nyatanya patah hati merusak mental dan fisiknya. Kini Megan tak lagi dikenal sebagai putra tunggal Dramana. Dia hanya dikenal sebagai pria pemabuk yang suka membuat onar, otak cerdasnya tak lagi difungsikan, jiwanya terguncang hingga membuatnya kehilangan jati diri.

Nikolas memperhatikan kehancuran putranya perlahan-lahan. Yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Sejak kepergian Amora keluarga Dramana tidak layak disebut keluarga cemara lagi. Hampir setiap waktu Nikolas dan Melinda bertengkar, Sunny terus membuat keributan dirumah mereka, dan kini bahkan pernikahannya dengan sang istri berada di ujung tanduk.

Nikolas merasa sangat berdosa pada Amora, dia tidak mampu menjadi pelindung untuk anak itu. putra dan istrinya sungguh tak beradab, Nikolas merasa gagal menjadi kepala keluarga.

Larut dalam rasa bersalah berdampak pada kesehatan Nikolas, pagi ini pria paruh baya itu ditemukan tergeletak di bawah meja kerjanya dengan tangan menekan dada.

******

"Apa yang terjadi dengan Papa?" Megan yang baru tiba di rumah sakit segera bertanya.

"Tuan besar tiba-tiba sesak napas, saat ini dokter sedang menanganinya."

Mendengar jawaban asisten sang Papa seketika rasa bersalah menghantam dada Megan.

Megan tak banyak bicara, dia mendudukkan dirinya di salah satu kursi, Megan terpaku disana dengan tatapan kosong yang menyedihkan.

Tak berselang lama Melinda tiba dan menanyakan hal yang sama seperti Megan saat pertama kali datang.

Selama enam bulan terakhir ini kali pertama Melinda melihat keadaan putranya, air mata wanita itu luruh dengan sendirinya.

Rasa sedih, kecewa dan menyesal jadi satu. Melinda kehilangan perhatian dan kepercayaan suaminya, tidak hanya itu putra semata wayangnya tidak ingin ditemuinya.

Dua orang yang memiliki hubungan darah itu tak saling menyapa, Melinda dengan rasa bersalahnya, Megan dengan rasa kecewanya.

Tenggelam dalam keheningan yang tercipta, suara seseorang berhasil membuat Megan berdiri seketika dari tempat duduknya.

"Permisi apa ada yang melihat seorang pria mengenakan topi putih lewat sini?"

Perempuan itu masih diam menunggu jawaban. Akan tetapi beberapa orang itu justru tak mampu sekedar membuka suara.

Perempuan itu adalah Amora Juliansany, istri Megan Dramana, perempuan itu masih sama, meski pun hampir satu tahun lamanya Megan tak berjumpa. Dia masih cantik, dengan senyum ramah yang menawan. Amora mengenakan dress panjang berlengan sabrina, model pakaian yang tak pernah perempuan itu kenakan selama berada di sisi Megan. Ditambah rambut Amora yang dipotong sangat pendek. Rambut Amora bukan sengaja dipotong pendek, itu pun sudah sedikit memanjang dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Amora masih menanti jawaban orang-orang dihadapannya hingga sebuah panggilan menarik perhatian perempuan itu.

Sepasang mata Megan menatap lekat sosok yang setiap malam membakar api kerinduan dalam hatinya. Laki-laki itu berdiri terpaku di tempat, begitupun dengan dua sosok lain yang ikut terkejut dengan kedatangan perempuan yang sudah lama menghilang dan dicari-cari.

Melinda, sudah sedari tadi menganga. Telah lama dia mencari keberadaan Amora, bahkan menggunakan jasa detektif swasta untuk mencari perempuan itu karena begitu putus asa tak bisa menemukan sedikit pun jejaknya. Melinda semakin getol mencari Amora setelah hubungan Megan dan Sunny hancur, apa lagi Megan semakin lama semakin terlihat hampa. Melinda menyesali perbuatannya.

Amora beranjak dari tempatnya berdiri, perempuan itu berlari kecil menghampiri sosok yang memanggilnya. Megan yang tersadar dari lamunannya melangkah cepat mendekati perempuan itu. Mata laki-laki itu tak lepas dari sosok yang sudah lama dirindukannya. Melinda mengejar putranya dari belakang. Megan yang berjalan cepat dengan langkah-langkah lebar, tinggal beberapa langkah lagi dari istrinya saat lengannya ditahan seseorang. Laki-laki itu menoleh cepat, menemukan Mia yang menghalangi langkahnya.

"Mia? Ada apa? Aku ada urusan dengan istriku!" Megan memberontak, kembali menoleh pada istrinya yang sedang ditarik menjauh oleh seorang pria bertopi. Wanita itu tampak kebingungan.

Amora di tempatnya berdiri melihat Mia yang tampak menarik seorang laki-laki yang tak dikenalnya, beberapa langkah dari tempatnya berada sekarang. Mereka tampak bersitegang.

"Jangan sekarang!" pinta Mia serius.

"Apanya?" tanya Megan cepat.

"Aku mohon, tidak sekarang. Amora belum siap bertemu denganmu!" Megan mengedipkan mata berkali-kali dan menghela nafas. Ia tak mengerti dengan ucapan Mia. Megan menyentak tangan Mia sedikit keras. Megan melihat Amora yang mulai melangkah menjauh.

Beberapa kali perempuan itu menoleh dan mata mereka bersirobok. Anehnya, roman bingung tersirat di wajahnya. "Mia kamu apa-apaan, aku hanya ingin bertemu dengan istri ku."

Mia menelan ludah kasar sebelum melepaskan tarikan tangannya di kemeja Megan.

"Megan... Amora, dia.."