NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Belum Bisa Jadi Leri

Bab 27

Diaz menatap kosong ke cangkir tehnya, pikirannya berputar. Seharusnya kabar pertunangan ini menjadi sesuatu yang menggembirakan, tapi entah kenapa, dia tidak merasakan hal itu sama sekali.

Kenapa aku tidak merasa bahagia? Bukankah Eriva memiliki banyak kesamaan dengan Leri? Bukankah aku seharusnya merasa lebih nyaman dengannya?

Namun, perasaan itu tak pernah muncul. Hanya ada kehampaan yang semakin lama semakin menyiksanya.

Tiba-tiba, dia mendengar nada dering dari ponselnya. Sebuah pesan dari sekretarisnya. Diaz segera memanfaatkannya untuk pergi dari suasana yang menyesakkan ini.

“Maaf. Saya harus kembali ke kantor. Ada panggilan mendesak,” ucapnya singkat, berdiri dari kursinya.

Eriva hendak memanggilnya, tapi Diaz sudah berjalan dengan cepat ke arah pintu. Dalam sekejap, langkahnya sudah terlalu jauh untuk dihentikan.

Eriva menggigit bibirnya, merasa kecewa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya dengan mengambil sepatu kaca biru yang dia bawa.

Gunawan menatap sepatu yang dibawa Eriva dengan ekspresi terkejut. Matanya menyipit, seolah mengingat sesuatu dari masa lalu.

“Sepatu ini...” gumamnya.

Eriva tersenyum, merasa bangga karena telah menarik perhatian Gunawan. “Ya, aku akan mencobanya. Seharunya di hadapan Diaz tadi. Tapi kan dia ...."

"Jangan terlalu dibawa perasaan, cucuku. Maklumi keadaan Diaz yang sibuk." Kakek Surya menenangkan.

Namun, Gunawan menghela napas pelan, lalu mengambil sepatu itu dengan hati-hati. “Ini... milik mendiang istriku.”

Melinda terkejut. Dia tidak pernah tahu tentang barang itu.

“Tapi bagaimana bisa ada padamu, Eriva?” tanya Gunawan, nada suaranya terdengar penuh perasaan.

"Tuan Gunawan, bukankah malam kemarin Anda tahu. Kalau Diaz menunjukkan sepatu ini?"

"Benar. Mungkin dia lupa. Maklum karena terlalu banyak beban di kantor." Melinda mencoba menetralisir suasana.

Padahal dalam hati Melinda merasa sakit. Sepatu itu telah mengingatkan kembali pada Mamanya Diaz. Gunawan pasti memikirkan masa lalunya. Dan itu Melinda tidak suka.

Gunawan menatapnya sesaat, lalu tersenyum tipis. “Kalau begitu, cobalah.”

Eriva dengan senang hati memasukkan kakinya ke dalam sepatu kaca biru itu. Namun, saat dia mencoba berjalan, dia bisa merasakan bahwa ukurannya sedikit lebih kecil dari kakinya.

"Em, sebentar. Sepertinya aku kurang tepat memasukan nya," ucap Eriva mencoba tidak terlihat memaksakan diri dengan sepatu itu.

"Tapi, seperti kekecilan ya?" tanya Melinda.

Gunawan memperhatikan hal itu, tapi kemudian berkata, “Itu biasa. Sepatu baru memang terasa agak sempit di awal, tapi lama-lama akan terasa pas.”

Imelda yang sedari tadi memperhatikan langsung mendukung. “Ya, benar. Lagi pula, ini memang sepatu yang langka dan penuh kenangan. Jika kau bisa memakainya, itu berarti sesuatu yang istimewa.”

Eriva tersenyum puas. Dia merasa semakin yakin bahwa dirinya memang calon istri yang pantas untuk Diaz.

Dalam Perjalanan ke Kantor

Di dalam mobil, Diaz duduk dengan tenang di kursi belakang. Jalanan mulai gelap, dan lampu-lampu kota berkedip di kejauhan.

Dia tiba-tiba teringat Lili.

Diaz menatap Samir melalui kaca depan. “Bagaimana keadaan Nona Lili?” tanyanya dengan nada santai, tapi ada ketegangan di balik suaranya.

Samir menoleh sekilas sebelum menjawab, “Baik-baik saja. Dia sudah dirawat dengan baik oleh Tuan dan Nyonya Asher. Yang aku tahu juga, Nona Lili udah kembali ke kantor.”

Diaz mengangguk pelan. Namun, hatinya masih terasa tidak tenang.

“Arahkan mobil ke Toko Bunga Joan,” perintahnya tiba-tiba.

Samir mengernyit bingung. “Tapi ini bukan hari Sabtu.”

Diaz menatapnya tajam dari kaca spion. “Lakukan saja.”

"Urusan kantor bagaimana?"

"Kau saja yang urus."

Samir tak berani membantah lagi. Dia langsung mengarahkan mobil ke toko bunga langganan Diaz, sekaligus teman dekatnya.

Samir bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang direncanakan oleh Diaz? Ini sudah petang, bukan hari Sabtu juga. Apakah akan menjual bunga seperti sebelum-sebelumnya?

###

Lili duduk di ruangannya dengan ekspresi serius. Meski tubuhnya masih sedikit lelah, dia tetap bersikeras datang ke kantor. Mami dan Papinya sudah melarangnya, dan diminta untuk beristirahat di rumah, tapi dia tidak bisa diam saja.

Pikirannya masih dipenuhi kejadian di toilet tadi, tapi dia memilih untuk mengabaikannya.

Menjelang jam pulang, dia menoleh ke arah Dion, asisten pribadinya.

“Dion, bisakah kau mengantarku ke toko bunga yang dekat?”

Dion menatapnya dengan heran. “Ada keperluan apa, Nona?”

Lili tersenyum tipis. “Aku ingin membeli bunga untuk adikku.”

Dion terdiam sejenak sebelum mengangguk. Dia tahu bahwa setiap kali Lili merasa sedih atau ada masalah, dia akan mengunjungi makam adiknya.

Tanpa bertanya lebih jauh, Dion segera mengantar Lili ke toko bunga yang ia maksud.

--

Saat mobil Dion berhenti di depan toko bunga Joan, Lili melihat sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Di depan toko, Diaz berdiri dengan kemeja lengan tergulung, tampak menawarkan bunga kepada setiap orang yang lewat.

Lili membeku di tempatnya. Seorang CEO seperti Diaz… menjual bunga?

Dia mengenakan masker, bukan untuk menyembunyikan diri, tapi karena dia tahu alerginya akan kambuh jika berada di tempat yang banyak bunga.

Diaz tampak begitu serius, memberikan senyuman ringan setiap kali menawarkan bunga.

“Aku ingin memilih bunga di dalam saja,” ucap Lili pelan, masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari Diaz.

Diaz, yang tidak menyadari siapa wanita di balik masker itu, hanya mengangguk. “Silakan.”

Lili melangkah masuk ke dalam toko. Sedangkan Dion menunggu di mobil. Karena hari menjelang malam selalu banyak pengunjung di area tersebut, sehingga Dion memarkirkan mobilnya agak jauh dari tokoh Joan.

Di dalam toko, Lili mendekati Joan, sang pemilik.

"Silakan Nona. Anda perlu bunga seperti apa?" Kebetulan Joan yang bertanya, bukan karyawannya.

"Aku ingin seikat bunga lili."

"Baiklah, tunggu sebentar. Oh ya, anda bisa memilih yang seperti apa? Di sebelah sini," ajak Joan, menunjukkan deretan berbagai jenis bunga lili.

“Em, boleh aku bertanya sesuatu?” suara Lili terdengar ragu.

“Tentu, Nona. Silakan,” jawab Joan dengan ramah.

Lili menatap ke arah luar, ke tempat Diaz masih sibuk menjual bunga.

“Apa bedanya bunga yang dijual di luar dengan yang di sini?” tanyanya. “Aku pernah melihat seseorang membagikan bunga dan cokelat dengan begitu bersemangat... seperti sesuatu yang sangat berarti baginya.”

Joan tersenyum tipis. “Oh, maksud Anda, itu?" Joan menunjuk ke arah luar toko. Lebih tepatnya pada, Diaz.

"Sebenarnya untuk bunganya sendiri tidak ada bedanya. Hanya saja, yang jualnya."

"Maksudnya?" Lili kurang paham. Namun, melihat Joan yang terdiam, Lili berbicara kembali. "Tenang saja, meski itu tentang masalah pribadi, aku tidak akan mengatakan pada siapapun," imbuhnya.

Joan berpikir sejenak, akhirnya dia bercerita, "Dia adalah, Diaz. Teman akrabku, juga seorang CEO perusahaan Mahendra. Dia mencari seseorang dari masa kecilnya. Sahabat kecil yang terpisah sekitar 13 atau 14 tahun lalu.”

Lili menyembunyikan rasa haru dan terkejutnya. Dia merasa bangga, masih menjadi seseorang yang spesial dalam hidup Diaz. Terkejutnya, karena tidak menyangka, sampai segitunya Diaz mencari keberadaan dirinya, belasan tahun tanpa menyerah.

"Dia menjual bunga dengan coklat? Kenapa harus dengan cara jualan, untuk mencari teman kecilnya?" Lili bertanya lebih menyelidik.

Joan mengangguk. “Yang aku tahu, sahabat kecil Diaz itu suka membeli bunga di hari sabtu, untuk berkunjung ke makam adiknya Karena dia alergi bunga, tapi dengan memakan cokelat, alerginya bisa hilang. Jadi, setiap kali dia menjual bunga, dan menemukan wanita yang terlihat alergi, lalu memberinya coklat dan dibawanya masuk, untuk diberikan banyak pertanyaan."

Tuan Diaz, maaf. Untuk saat ini aku belum bisa menjadi Leri untukmu. Terima kasih, sudah menunjukkan pengorbanan yang begitu besar.

Bersambung...

1
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
aduh lili kasian Diaz tuh kamu harus segera menjadi Leri sebelum Diaz menikah
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
emang enak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
sabar lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Diaz mau pilih yg mana tuhbsepatu Uda cocok untuk lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah tambah seru nih kayaky
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
lili emang jodohmu Diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
semoga sepatu nya cocok dengan lili
LISA
Aq mampir Kak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Monica sombong banget belum tahu aja lili anak siapa sekarangg
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
Diaz mending lili dulu yg disuruh pake sepatu kaca nya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!