NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sudah Kubilang Aku Bukan Leri

Bab 31

Kediaman Tuan Asher

Pagi itu, suasana di meja makan keluarga Asher terasa hangat, meski hanya berdua. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, sementara Tuan Asher duduk dengan tenang menikmati sarapannya. Di seberangnya, Nyonya Meralda tengah menuangkan teh ke dalam cangkir porselen miliknya.

Di tengah keheningan yang nyaman, Tuan Asher akhirnya membuka suara.

"Sayang, tadi malam Diaz meneleponku," ujarnya, meletakkan garpunya.

Nyonya Meralda menoleh dengan penasaran. "Ada apa? Sesuatu yang penting?"

Tuan Asher mengangguk. "Dia meminta izin untuk mengantar jemput Lili ke kantor mulai hari ini, dan mungkin untuk waktu yang tidak ditentukan."

Nyonya Meralda mengerutkan kening. "Mengantar jemput? Bukankah itu bisa dilakukan oleh sopir? Lagipula, Diaz kan pria yang sibuk."

Tuan Asher mengangguk, membenarkan. "Itulah yang membuatku bingung. Jika Diaz hanya ingin memastikan Lili aman, dia bisa menyuruh salah satu sopirnya. Tapi dia memilih untuk melakukannya sendiri."

Nyonya Meralda tersenyum tipis dan berkomentar dengan nada menggoda, "Mungkin saja Diaz menyukai Lili."

Tuan Asher yang sedang menyuap sepotong roti tiba-tiba terdiam. Matanya menatap istrinya dengan ekspresi berpikir. Kata-kata itu masuk akal. Jika Diaz memang tertarik pada Lili, maka ini bisa menjadi penjelasan yang logis atas tindakannya.

"Hmm… kalau memang benar begitu…" gumamnya, sambil mengaduk kopi tanpa sadar.

Nyonya Meralda melanjutkan dengan santai, "Mami sih setuju saja, selama Lili juga merasa cocok. Lagipula, Diaz anak yang baik, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Dari segi latar belakang juga tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Tuan Asher kembali termenung. Hubungan Diaz dan Lili bisa menjadi sesuatu yang baik, tapi bagaimana dengan perasaan putrinya sendiri?

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. "Bagaimana kalau kita mengadakan pesta untuk Lili?"

Nyonya Meralda menatap suaminya dengan bingung. "Pesta?"

Tuan Asher mengangguk mantap. "Ya. Supaya semua orang tahu bahwa dia anak kita. Lili sudah terlalu lama dalam bayang-bayang. Aku ingin dia mendapatkan pengakuan yang seharusnya."

Nyonya Meralda terdiam sejenak. Baginya, itu adalah ide yang bagus. Namun, ada satu hal yang membuatnya ragu. "Tapi, sayang… Lili harus ditanya dulu. Aku tidak ingin dia merasa tidak nyaman."

"Maksudmu?"

Nyonya Meralda meletakkan cangkir tehnya dengan hati-hati. "Pandangan orang berbeda-beda. Status Lili sebagai anak angkat bisa menjadi perdebatan. Aku takut pesta seperti ini justru membuatnya merasa tidak nyaman… atau lebih buruk lagi, orang-orang memandang rendah dia karena bukan anak kandung kita."

Tuan Asher terdiam mendengar itu. Istrinya benar. Tidak semua orang memiliki pemikiran yang terbuka. Tapi sebagai ayah, ia ingin melindungi Lili. Ia ingin seluruh dunia tahu bahwa gadis itu adalah bagian dari keluarganya, sepenuhnya.

Akhirnya, ia mengangguk. "Baiklah. Kita bicarakan dulu dengan Lili. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik untuknya."

Nyonya Meralda tersenyum, lalu menggenggam tangan suaminya. "Aku tahu, Sayang. Kita lihat bagaimana tanggapan Lili nanti."

 ###

Kantor Mahendra Corp

Di gedung megah Mahendra Corp, seorang wanita dengan pakaian modis dan penuh percaya diri melangkah memasuki lantai eksekutif. Sepatu hak tingginya berderap di lantai marmer, mengiringi aura dominan yang selalu menyertai kehadirannya.

Monica.

Dengan angkuh, ia mendorong pintu kantor Diaz tanpa mengetuk terlebih dahulu. Namun, alih-alih menemukan pria yang ia cari, hanya ada satu sosok yang duduk di meja kerja dengan ekspresi santai.

Samir.

Pria itu mendongak dan menaikkan satu alis begitu melihat siapa yang datang. "Oh, Monica. Tumben kau datang pagi-pagi begini. Apa ada yang bisa aku bantu?" tanyanya dengan nada datar.

Monica menyipitkan mata. "Di mana Diaz?"

Samir mengangkat bahu. "Dia sedang keluar. Sepertinya ada urusan penting."

Monica melipat tangan di dada. "Keluar? Ke mana?"

Samir menyeringai kecil. "Kenapa? Kau mencarinya untuk sesuatu yang mendesak?"

"Bukan urusanmu," balas Monica tajam.

Samir tertawa kecil, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Kalau begitu, tunggu saja di sini. Atau mungkin… kau lebih suka meneleponnya langsung?"

Monica mendecak kesal. Ia tahu Diaz bukan tipe pria yang bisa diatur sesuka hati. Tapi kali ini, ada sesuatu yang membuatnya gelisah.

Diaz bukan tipe orang yang suka membuang-buang waktu. Kalau dia sengaja keluar tanpa memberitahu siapa pun, berarti urusannya pasti sesuatu yang penting.

Dan entah kenapa, firasat Monica mengatakan bahwa urusan itu ada kaitannya dengan seorang wanita. Dia menggigit bibirnya.

Jika memang benar Diaz mulai tertarik pada seseorang, maka itu tidak boleh dibiarkan. Diaz adalah miliknya. Atau setidaknya, itu yang selalu ia yakini.

Monica menarik napas panjang dan berbalik menuju pintu.

Samir, yang masih duduk dengan santai, menyipitkan mata saat melihatnya. "Monica."

Wanita itu berhenti, menoleh. "Apa?"

Samir tersenyum kecil. "Jangan terlalu khawatir. Kalau kau berusaha terlalu keras… kau bisa kehilangan semuanya."

Monica menatapnya tajam sebelum akhirnya berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa. Di balik ekspresi percaya dirinya, ada kekhawatiran yang mengendap di hatinya.

###

Restoran Mewah di Pagi Hari

Mobil hitam yang dikemudikan Diaz berhenti di depan sebuah restoran elegan di pusat kota. Le Château, sebuah restoran mewah yang terkenal dengan suasana klasik Eropa dan menu sarapan berkualitas tinggi. Tempat ini sering menjadi pilihan para pebisnis kelas atas untuk pertemuan santai atau sekadar menikmati hidangan eksklusif sebelum memulai hari yang sibuk.

Lili menatap bangunan megah di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Interiornya yang elegan tampak begitu berkelas, dengan meja-meja marmer dan lampu kristal yang memancarkan cahaya lembut. Suasana hening dan eksklusif, tidak seperti kedai kopi biasa atau restoran sederhana yang pernah ia datangi.

Diaz turun lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuknya. "Ayo masuk."

Lili melangkah ragu-ragu. Jujur, ia merasa tidak nyaman. Duduk berdua dengan Diaz di tempat seperti ini terasa terlalu privat. Apa benar ini hanya sekadar sarapan biasa? Atau Diaz ingin membicarakan sesuatu yang penting?

Namun, Lili mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin Diaz hanya ingin membahas sesuatu tentang bisnis dengan santai.

Mereka dipandu oleh seorang pelayan menuju meja di dekat jendela besar yang menghadap ke taman kota. Begitu duduk, Diaz menatap Lili sekilas, lalu mengerutkan kening saat melihat gadis itu hanya diam dan menunduk.

"Kau kenapa diam saja?" Nada suara Diaz tenang, tapi ada sedikit ketidaksabaran di sana.

Lili mengangkat wajahnya, lalu menghela napas. "Lalu… aku harus bagaimana?"

Diaz tidak menjawab. Tanpa banyak bicara, ia langsung melihat menu dan memberi isyarat pada pelayan.

"Espresso. Omelet truffle dan croissant almond."

Pelayan mencatat pesanan dengan cekatan, lalu menoleh ke arah Lili.

"Untuk nona?"

Lili menatap menu dengan sedikit bingung. Nama-nama makanan di sana terdengar asing baginya. Ia tidak ingin memesan sesuatu yang tidak ia mengerti, jadi akhirnya ia berbisik pelan, "Cappuccino saja."

"Dan nasi goreng," imbuh Diaz.

"Untuk siapa?" tanya Lili.

"Untuk siapa lagi? Kamu mau sarapan cappucino saja?" ucap Diaz dengan tatapan dingin.

"Terserah aku dong. Aku sukanya itu."

Diaz melirik dingin pada Lili sekilas, tetapi tidak berkomentar.

Sambil menunggu pesanan datang, Lili menyapu pandangannya ke sekeliling restoran. Ada sesuatu yang terasa… familiar.

Apa aku pernah ke tempat seperti ini… tapi kapan?

Perasaan itu semakin kuat saat ia melihat interior restoran yang bergaya klasik. Lampu-lampu gantung dengan cahaya keemasan, meja-meja marmer, dan aroma roti panggang yang baru keluar dari oven. Semua ini seperti menariknya ke dalam ingatan yang samar.

Saat pelayan datang membawa sepiring madeleine—kue kecil khas Prancis yang sering disajikan sebagai pendamping kopi—Lili tanpa sadar mengulurkan tangan untuk mengambilnya.

Namun, di detik terakhir, ia tiba-tiba menghentikan gerakannya.

Aku bukan Leri.

Jantungnya berdebar. Kenangan itu seakan menyeruak begitu saja.

Bersambung. . .

1
Zainab Ddi
semoga rencana kakek guru gagal
Zainab Ddi
iya author istirahat dulu biar sehat selalu biar bisa update lg esok
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kyky lili punya misi untuk ayahnya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya
Zainab Ddi
semoga rencana katek guru gagal
Zainab Ddi
wow licik sekali kakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah lansung beraksi sikakek2
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
kakek2 licik hati2 lili diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
terima lili biar Monica dan enriva tambah panas
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 💪🏻🙏🏻😍
Zainab Ddi
jangan2 Monica yg menelepon
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
ayo lili mengaku aja
reza indrayana
makin penasaran nichh. 🫰🏻🫰🏻😘😘😘
reza indrayana
Manarik nich..., mampir Thor...💙💛💙🫰🏻🫰🏻😘😘😘
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!