Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Tangan Lisa gemetar hebat, tubuhnya melemas dan jatuh terduduk dilantai. Dia sangat takut, namun rasa penasarannya juga sama besarnya dengan rasa takutnya. Menguatkan diri perlahan Lisa melihat lebih jelas kedalam kolong tempat tidur.
Rupanya kepala dengan mata setengah melotot itu tidak memiliki tubuh, hanya berupa potongan kepala. Dari garis wajah dan rambut pendeknya jelas pemilik kepala itu adalah laki-laki. Lisa tidak mengenalnya, dia pun tidak pernah melihat wajah itu sebelumnya.
Kenapa ada kepala manusia diletakkan dibawah tempat tidur? Dimana tubuhnya? Begitu banyak pertanyaan kenapa memenuhi kepala Lisa. Dia tidak memindahkan kepala itu, dia ingin melihat apakah kepala itu akan terus ada disitu. Meski dia harus melewati malam panjang nan mengerikan untuk memastikan kebenarannya.
Kemungkinan kepala itu belum lama di penggal karena pada daging wajahnya bahkan belum ada tanda-tanda pembusukan.
Setelah menenangkan diri Lisa keluar dari dalam kamar tersebut. Saat membuka pintu, ada Prisha yang berdiri diluar-tepat di depan pintu. Wanita cantik itu menatapnya penuh minat dan rasa ingin tahu, sambil memainkan jemari lentiknya Prisha berkata, " Kami menemukan sesuatu, yang mungkin saja adalah kunci yang dimaksud."
Lisa terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan,"Baguslah itu artinya kamu bisa keluar dari sini."
"Aku, Hugo, Tiara dan Rafan menemukannya dilantai dua bawah tanah, dalam sebuah kotak merah tua-diluar kotak itu ada tulisan menggunakan tinta hitam,"Prisha menjeda kata-katanya, dia perhatikan wajah Lisa yang masih menunggunya menyelesaikan kata-katanya.
"Ada apa, Lisa? Kamu tampak kalut?"Tanya Prisha menyadari wajah Lisa yang agak pucat dan bola matanya yang bergerak gelisah.
"Ah-enggak."Lisa menggeleng cepat,"Bagaimana dengan kunci yang kalian temukan?"tanyanya.
" Di dalam kotak itu ada tulisan 'Tuliskan kuncinya,' kami sepakat bahwa kunci yang dimaksud berupa kata-kata dan kita semua harus menulisnya dalam kotak itu."Kata Prisha,
"Aku ingin memeriksa lantai tiga, kamu mau ikut?"Tanya Lisa secara sekilas, dia dengan terburu-buru menaiki tangga menuju lantai tiga.
Prisha mengangguk, dia mengikuti Lisa dan berkata,"Tapi, masalahnya tidak ada yang tahu kata-kata apa yang harus digunakan sebagai kunci."
Lisa mengerutkan dahi, dia berpikir sebentar, "Aku jelas mengingat semuanya, aku ingat bagimana caranya bisa sampai disini."Lisa berhenti dipertengahan anak tangga, lalu untuk pertama kali dalam hidupnya dia berkata serius dengan wajah bingung," Namun, semakin aku mengingat, aku merasa ada yang kurang, sesuatu telah aku lupakan. Kamu sendiri tidak begitu mengingat apa yang terjadi hingga berakhir disini."
"Yaa..lantas?"Tanya Prisha tidak mengerti.
Lisa kembali berjalan, sedikit menundukkan kepala supaya bisa melihat anak tangga yang ia lompati, "Bagaimana jika kuncinya adalah mengingat sesuatu yang telah kita lupakan."
"Tidak masuk akal,"
Memang terdengar tidak masuk akal sama sekali, pemikiran itu terlintas begitu saja dalam kepala Lisa. Lagipula, bagaimana mungkin dia melupakan sesuatu padahal tidak mengalami kecelakaan hebat di kepalanya yang menyebabkan hilang ingatan.
Tapi, apa yang di inginkan si pembunuh? Kata-kata seperti apa yang dia inginkan?
...°°...
Waktu berjalan dengan sangat cepat di rumah tiga lantai dalam kukungan tembok tinggi itu. Perlahan matahari tenggelam di ufuk barat, menyembunyikan sepenuhnya cahayanya. Dari dalam rumah itu jelas tidak akan bisa menikmati matahari tenggelam, mereka hanya bisa merasakan angin malam yang berhembus lembut.
Angin itu terasa agak menakutkan sekarang, Lisa berdiam diri di dekat kaca jendela dalam salah satu kamar yang ada di lantai dua. Dia tidak sendirian, ada Rafan dan Prisha yang juga menempati kamar tersebut.
Tiara yang selalu menempel pada Rafan beberapa waktu lalu turun ke lantai dasar, katanya ingin menunggu si pembunuh datang, memang sebagian dari orang yang terjebak dalam rumah itu berinisiatif untuk menunggu si pembunuh dan menangkapnya.
Tentu saja ide itu berasal dari Janied Mahendra, si pria gempal yang sembrono. Dia meledak-ledak dengan amarah dan memberikan harapan tinggi kepada semua orang. Harapan agar semua orang bisa pergi dari sini. Banyak yang setuju dengan ide Janied.
Hanya Lisa, Rafan dan Prisha yang tidak ikut dalam rencana itu. Ketiganya diam-diam sudah membentuk aliansi kerjasama, dan sama-sama memiliki perasaan tidak enak dengan rencana Janied.
Dalam kamar yang tidak terlalu terang itu, Lisa terkadang mengintip keluar, melihat keadaan diluar yang entah sejak kapan sudah sangat mencekam.
"Meskipun kita bersembunyi, berapa lama kita bisa bertahan disini tanpa makanan."Celetuk Prisha, sejak masuk kesana dia hanya duduk diam diatas kursi dekat meja rias.
Terdengar helaan nafas dari sisi kiri, Rafan duduk selonjoran di lantai sambil menyandarkan punggungnya ke dinding, "Masih ada beberapa stok makanan kaleng di dapur. Aku membawanya beberapa ke kamar ini. Kalau kamu lapar, bisa memakannya." Kata Rafan datar.
"Seumur hidupku tidak pernah memakan makanan seperti itu,"kata Prisha, tapi tak urung gadis itu mengambil satu bubur ayam instan. Perutnya sudah bergemuruh lapar sejak tadi, setengah enggan dia memakan sedikit bubur instan tersebut.
"Jangan banyak mengeluh. Kamu butuh tenaga untuk melawan si pembunuh itu jika sewaktu-waktu dia muncul."kata Rafan.
Lalu, tidak ada lagi yang bersuara, Prisha sedang makan, Rafan yang melamun dengan dahi yang mengernyit. Lisa masih setia berdiri di dekat jendela.
Lisa melihat pada Prisha sebentar, lalu saat kembali melihat kebawah, samar-samar Lisa melihat seseorang berpakaian serba hitam muncul entah dari mana. Dia berdiri diam sebentar di dekat tembok, pada dahinya ada Headlamp yang melingkar - cahaya dari Headlamp menerangi area sekitar. Redup.
Lisa menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas orang itu. Wajahnya tidak terlihat jelas karena disembunyikan dalam topeng, ditangan kanannya memegang sesuatu.
Orang itu perlahan mulai bergerak, ada sesuatu yang diseret di tangan kanannya. Lalu ditangan kirinya memegang sebuah kapak besar.
"R-Raf!"Suara Lisa bergetar kala memanggil Rafan.
Rafan yang sedang duduk selonjoran bangkit, dia melangkah lebar ke dekat jendela, berdiri di sisi Lisa.
"Ada apa-"Rafan mengatupkan mulutnya, melihat dengan sangat serius ke bawah sana. Orang itu terus menyeret sesuatu yang ada di tangan kanannya.
Dalam sekejap orang itu sudah tidak terlihat, mungkin dia sudah masuk kedalam rumah untuk memulai perburuan nya.
Bagimana dengan rencana Janied yang ingin menangkapnya? Akankah mereka berhasil?