NovelToon NovelToon
Kurebut Suami Kakak Tiriku

Kurebut Suami Kakak Tiriku

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Cerai / Romansa
Popularitas:115.5k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Adara hidup dalam dendam di dalam keluarga tirinya. Ingatan masa lalu kelam terbayang di pikirannya ketika membayangkan ayahnya meninggalkan ibunya demi seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Sayangnya kedua kakak laki-lakinya lebih memilih bersama ayah tiri dan ibu tirinya sedangkan dirinya mau tidak mau harus ikut karena ibunya mengalami gangguan kejiwaan. Melihat itu dia berniat membalaskan dendamnya dengan merebut suami kakak tirinya yang selalu dibanggakan oleh keluarga tirinya dan kedua kakak lelakinya yang lebih menyayangi kakak tirinya. Banyak sekali dendam yang dia simpan dan akan segera dia balas dengan menjalin hubungan dengan suami kakak tirinya. Tetapi di dalam perjalanan pembalasan dendamnya ternyata ada sosok misterius yang diam-diam mengamati dan ternyata berpihak kepadanya. Bagaimanakah perjalanan pembalasan dendamnya dan akhir dari hubungannya dengan suami kakak tirinya dan sosok misterius itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DI MEJA MAKAN

Pagi yang masih begitu dini, matahari baru saja merangkak naik di ufuk timur, sementara Adara duduk dengan tenang di balkon kamarnya. Kakinya terlipat rapi, tubuhnya memancarkan ketenangan, seolah tak ada yang mengganggu pikirannya. Ia menyeruput teh hangat yang baru saja dibuatnya, menikmati setiap tegukan setelah mandi pagi usai berolahraga. Rutinitas yang sudah melekat padanya sebagai seseorang yang selalu memulai hari dengan aktivitas fisik.

Namun, di balik ketenangan yang tampak di wajahnya, pikirannya terus berputar. Kejadian semalam masih terngiang jelas dalam benaknya. Pertemuan yang tak terduga dengan pria yang sudah dua kali ia temui membuatnya berpikir lebih dalam.

Senyum tipis terbit di bibirnya saat mengingat percakapan semalam. Suasana tenang yang membungkus pembicaraan mereka rupanya menyimpan emosi yang begitu intens. Ada ketegangan tersirat, ada makna-makna tersembunyi yang saling dilemparkan tanpa perlu meninggikan suara. Apalagi, cara pria itu menghadangnya dengan mobil membuat segalanya semakin menarik bagi Adara.

"Arvan!" gumamnya sangat pelan, hampir seperti bisikan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Nama itu begitu familiar, mengendap di pikirannya sejak semalam, meninggalkan jejak yang sulit dihapus begitu saja.

Adara tidak akan berangkat ke kampus pagi ini. Ia merasa tidak perlu terburu-buru. Mungkin menjelang siang nanti, setelah pikirannya lebih tenang dan hatinya tidak lagi dipenuhi dengan bayangan kejadian semalam. Ia ingin menikmati paginya lebih lama, membiarkan dirinya larut dalam ketenangan sebelum kembali menghadapi rutinitas.

Tiba-tiba, dering telepon memecah keheningan. Suara nyaringnya menggema di dalam kamar, membuat Adara refleks menoleh ke arah ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dahinya sedikit mengernyit, bertanya-tanya siapa yang menghubunginya di pagi seperti ini.

Tanpa ragu, ia meraih ponselnya, jari-jarinya yang ramping menggenggam perangkat itu dengan erat. Matanya menelusuri layar, menatap nama yang muncul di sana.

"Jaka?" gumamnya pelan, dahinya sedikit berkerut. Tumben sekali anak ini meneleponnya pagi-pagi seperti ini. Biasanya, Jaka bukan tipe orang yang suka menghubungi tanpa alasan jelas.

Adara menatap layar ponselnya sejenak sebelum akhirnya menekan tombol hijau, lalu mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Hm, ada apa?" tanyanya dengan suara datar, mencoba terdengar santai meski hatinya sedikit bertanya-tanya tentang alasan di balik panggilan ini.

Hening sejenak. Lalu, suara Jaka di seberang sana terdengar, mengatakan sesuatu yang membuat Adara sontak membelalakkan mata.

"Apa?" ucapnya, cukup terkejut. Meski begitu, ia tetap berusaha menjaga nada suaranya agar terdengar tenang. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa apa pun yang baru saja disampaikan Jaka pasti bukan hal sepele.

"Aku ke sana sekarang?" ujarnya singkat, memastikan apa yang baru saja ia dengar. Namun, tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Adara langsung mematikan panggilan sepihak.

Dengan gerakan cepat, ia meraih tasnya yang tergeletak di kursi dan segera bergegas pergi. Langkahnya tergesa, dipenuhi urgensi yang tak bisa dijelaskan.

Ia menuruni anak tangga dengan cepat, nyaris berlari. Suara langkah kakinya menggema di sepanjang rumah, menarik perhatian keluarganya yang tengah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Tatapan mereka serempak tertuju padanya, penuh tanya.

"Adara!" panggil Leon, suaranya cukup keras untuk menghentikan langkahnya.

Adara, yang sudah nyaris mencapai pintu, terpaksa menghentikan langkahnya. Ia berbalik menghadap mereka, matanya menatap keluarganya tanpa ekspresi. Pandangan datarnya seolah enggan menjelaskan apa pun, meski ia tahu mereka pasti penasaran dengan apa yang membuatnya terburu-buru seperti ini.

"Kau akan ke mana? Bukankah kau harus ke kampus?" tanya Leon, suaranya terdengar tegas namun tetap tenang.

Sekejap, suasana meja makan berubah. Semua orang yang tadinya sibuk dengan sarapan masing-masing kini mulai memperhatikan Leon dan Adara bergantian. Tatapan penuh tanya terukir di wajah mereka, seolah menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Adara.

Di sisi lain, Clarissa yang melihat suaminya menanyai Adara mengepalkan tangannya erat, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya. Matanya menyiratkan ketidakpuasan, seakan ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi ia memilih diam.

Karina, yang sejak tadi mengamati putrinya, tak luput menangkap perubahan ekspresi di wajah Adara. Ada sesuatu yang berbeda kali ini—sesuatu yang tidak biasa.

Adara melirik mereka satu per satu, menyapu pandangan ke setiap wajah yang menatapnya penuh penasaran. Ia menghela napas singkat, lalu dengan suara tenang namun tegas, ia menjawab, "Aku ada urusan."

Tanpa menunggu reaksi lebih lanjut, Adara langsung berbalik dan melangkah pergi.

Semua orang yang mendengarnya terkejut. Biasanya, jika Adara diberhentikan dan ditanya seperti itu, ia tidak akan repot-repot menjawab—hanya diam dan langsung pergi begitu saja. Tapi kali ini, ia benar-benar memberi jawaban.

Dan saat itu juga, mereka semakin yakin. Ada sesuatu antara Adara dan Leon. Hubungan yang lebih dari sekadar percakapan biasa. Sesuatu yang tak terucap, tapi bisa dirasakan.

Setelah kepergian Adara, suasana meja makan berubah semakin tegang. Clarissa menatap suaminya dengan sorot mata yang penuh gejolak emosi. Ia berusaha menahan diri, tetapi amarahnya sudah berada di ambang batas.

"Kamu ngapain sih nanyain dia terus, Mas? Kamu suka sama dia? Aku ini istri kamu, loh, Mas!" serangnya bertubi-tubi, meluapkan perasaan yang selama ini mengendap di hatinya.

Leon yang sejak tadi menikmati makanannya dengan tenang tiba-tiba menghentikan gerakannya. Ia meletakkan sendoknya perlahan, matanya tetap fokus pada piring di depannya seolah sedang menimbang kata-kata.

Tanpa mengangkat wajah, ia akhirnya berkata pelan, nyaris seperti bisikan, "Jangan mulai di sini, Clarissa."

Nada suaranya tidak tinggi, namun cukup tajam untuk membuat suasana semakin mencekam.

Setelah mengatakan itu, Leon bangkit dari kursinya. Ia meraih jas yang tergeletak di atas sandaran kursi, lalu mengenakannya dengan tenang.

"Aku sudah selesai makan. Aku harus segera pergi." ucapnya datar, tanpa sedikit pun menoleh ke arah istrinya.

Tanpa menunggu respons, ia melangkah keluar dengan tenang, meninggalkan semuanya dalam keheningan yang mencekam.

Clarissa menatap nanar kepergian suaminya, dadanya sesak, matanya mulai memanas. Tidak ada yang berusaha menghentikan Leon—mereka hanya bisa menyaksikan semua itu terjadi begitu saja.

Karina segera bergerak mendekati putrinya, berusaha menenangkan Clarissa yang mulai bergetar menahan tangis. Sementara itu, Arga yang kondisi kesehatannya kurang baik hanya bisa menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa ia lakukan dalam situasi seperti ini.

Kevin dan Davin yang duduk di sisi lain meja hanya diam, menatap Clarissa dengan ekspresi simpati. Mereka tahu betapa sakitnya perasaan wanita itu, tapi mereka juga tahu tidak ada kata-kata yang cukup untuk menghiburnya saat ini.

Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara isakan lirih Clarissa yang terdengar, menggema di tengah udara yang penuh ketegangan.

1
Nia Nara
Davin?
Evy
Adara kok begitu... walaupun Ayah dan saudara kandung pernah melakukan kesalahan..tapi mereka sudah berusaha untuk bisa dekat dan memperbaiki hubungan dengan baik.keras benar hati mu..
Dhewyy Aditya: mba e gk semua kesalahan bisa selesai hanya dengan kata maaf,rasa kecewa dan sakit hati yg menumpuk bertahun tahun gk akan bisa hilang hanya dalam sehari,sikap adara manusiawi, justru rasa sakit dari orang terdekat terutama keluarga yg bakalan susah dilupakan.
total 1 replies
Farika Willesden
bgus
Farika Willesden
kyknya cwok misterius itu arvan deh
Evy
lelaki misterius itu...apakah mantan pacar Clarissa.....
Evy
Beruntung nya Adara bisa menjadi bagian keluarga yang penuh cinta dan kehangatan akan kasih sayang.
Evy
Mungkin Abangnya yang menyamar untuk mendekatkan diri pada adiknya yang selalu cuek...
Evy
Ternyata Abang sulungnya tetap sayang adik perempuan nya...
Evy
Sepertinya menarik juga ceritanya...
Ninik Srikatmini
apa rencanamu dara..
Ninik Srikatmini
tega ya pk arga hrsnya jd hari yg brrsejarah utk dara ini mlah jd hari yg buruk
Ninik Srikatmini
kevin.. davin an durhska sama ibu kandung sndiri tega ngatain gila.. sdngkn sama ibu tiri bgt nurut
Bahrozi Papanya Dauzz
bagus
Bahrozi Papanya Dauzz
bagus jalan ceritanya
Ninik Srikatmini
bikin penssaran aja siapa laki2 misterius itu
Ninik Srikatmini
sahabat sahabat yg solid.. 👍
Ninik Srikatmini
pria misterius itu leon dara kakak ipar tirimu
Ninik Srikatmini
sabar ya dara.. saudara laki2 itu jahat
Tutut Srikandi
muter muter ga jelas
CB-1
Biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!