Alana tidak pernah menyangka bahwa satu malam di kamar nomor delapan ratus delapan akan menukar seluruh masa depannya dengan penderitaan. Di bawah pengaruh obat yang dicekoki saudara tirinya, dia terjebak dalam pelukan Kenzo Alfarezel, sang penguasa bisnis yang dikenal dingin dan tidak punya hati.
Sebulan kemudian, dua garis merah pada alat tes kehamilan memaksa Alana melarikan diri, namun kekuasaan Kenzo melampaui batas cakrawala. Dia tertangkap di gerbang bandara dan dipaksa menandatangani kontrak pernikahan yang terasa seperti vonis penjara di dalam mansion mewah.
Kenzo hanya menginginkan sang bayi, bukan Alana, tetapi mengapa tatapan pria itu mulai berubah protektif saat musuh mulai berdatangan? Di tengah badai fitnah dan rahasia identitas yang mulai terkuak, Alana harus memilih antara bertahan demi sang buah hati atau pergi meninggalkan pria yang mulai menguasai hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Kenzo Menemukan Alana Pingsan
Kenzo menemukan Alana pingsan kembali di atas ranjang rumah sakit tepat setelah dia mencoba bangkit untuk mengejar pria misterius yang baru saja menghilang tersebut secara tiba-tiba. Jantung pria itu seolah berhenti berdetak saat melihat tubuh istrinya terkulai lemas dengan sebuah foto tua yang masih tergenggam erat di jemarinya yang pucat.
Pria itu segera menerjang maju dan menangkap bahu Alana yang terasa sangat dingin seolah seluruh kehangatan hidup telah tersedot habis dari tubuh wanita itu. Dia menekan tombol darurat di samping ranjang berkali-kali dengan gerakan yang sangat panik dan penuh dengan kecemasan yang luar biasa besar.
"Suster! Dokter! Cepat kemari karena istriku kehilangan kesadarannya lagi!" teriak Kenzo dengan suara yang memenuhi seluruh koridor rumah sakit yang sunyi.
Tim medis datang berhamburan masuk ke dalam ruangan sambil membawa berbagai peralatan pemantau detak jantung yang mengeluarkan suara denging yang sangat memekakkan telinga. Kenzo dipaksa mundur oleh beberapa petugas keamanan agar tidak menghalangi tindakan penyelamatan yang harus segera dilakukan terhadap Alana.
Pria itu berdiri di sudut ruangan dengan napas yang memburu dan mata yang tidak lepas dari wajah Alana yang tampak sangat menderita meski dalam keadaan pingsan. Dia melihat dokter memasangkan masker oksigen ke hidung Alana sementara seorang perawat menyuntikkan cairan obat ke dalam botol infus yang menggantung tinggi.
"Bagaimana bisa hal ini terjadi padahal beberapa menit yang lalu dia baru saja mulai tersadar dari masa kritisnya?" tanya Kenzo dengan nada suara yang sangat menuntut.
Dokter tidak langsung menjawab karena masih sibuk memeriksa reaksi pupil mata Alana yang tidak memberikan respons terhadap cahaya lampu senter kecil yang diarahkan kepadanya. Setelah beberapa saat yang terasa sangat lama bagi Kenzo, dokter itu akhirnya menghela napas panjang dan menoleh ke arah sang tuan muda Alfarezel.
"Tekanan darahnya menurun secara drastis akibat guncangan emosi yang sangat hebat secara mendadak yang memicu kelelahan pada saraf pusatnya," jelas dokter tersebut dengan sangat hati-hati.
Kenzo mengalihkan pandangannya pada foto tua yang jatuh di lantai dan mengambil benda tersebut dengan tangan yang masih gemetar hebat akibat rasa takut yang mendalam. Dia melihat gambar dua bayi kembar tersebut dan seketika sebuah kepingan ingatan tentang rahasia besar keluarganya mulai menghantam pikirannya dengan sangat keras.
Dia menyadari bahwa kemunculan foto ini bukanlah sebuah kebetulan melainkan sebuah pesan peringatan dari pihak musuh yang ingin menghancurkan mental Alana secara perlahan. Kenzo meremas foto itu hingga kusut di dalam kepalannya sementara matanya mulai memancarkan kilatan amarah yang sangat berbahaya bagi siapa pun yang melihatnya.
"Cari tahu siapa orang yang meletakkan amplop ini di meja resepsionis dan jangan biarkan dia lolos meskipun dia harus merayap di bawah tanah!" perintah Kenzo melalui sambungan telepon kepada kepala pengawalnya.
Dia kembali duduk di samping ranjang Alana lalu membelai rambut wanita itu dengan sentuhan yang sangat lembut namun penuh dengan rasa posesif yang sangat kuat. Kenzo merasa bahwa dunia di luar sana sedang mencoba untuk merebut Alana darinya melalui cara-cara yang sangat licik dan sangat tidak manusiawi.
Alana mulai menggerakkan jemarinya secara perlahan sementara bibirnya menggumamkan sebuah nama yang sangat asing bagi telinga Kenzo yang sedang mendengarkan dengan sangat saksama. Wanita itu tampak sedang bergelut dengan mimpi buruk yang sangat mengerikan hingga tetesan air mata kembali mengalir dari sudut matanya yang masih terpejam rapat.
"Jangan pergi, jangan tinggalkan aku sendirian di tempat yang sangat gelap ini," igau Alana dengan suara yang sangat parau dan penuh dengan ketakutan.
Kenzo segera mendekatkan wajahnya dan membisikkan kata-kata penenang tepat di telinga Alana agar wanita itu merasa aman di dalam pelukan perlindungannya yang sangat kokoh. Dia tidak akan membiarkan satu orang pun menyentuh Alana lagi meskipun dia harus mempertaruhkan seluruh kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga Alfarezel.
"Aku di sini, Alana, tidak akan ada yang berani menyakitimu selama aku masih bernapas di dunia ini," ucap Kenzo dengan janji yang sangat tulus dari lubuk hatinya.
Tiba-tiba, Kenzo menyadari ada sesuatu yang aneh pada bagian bahu Alana yang sedikit terbuka akibat gerakan tubuhnya yang gelisah selama tidak sadarkan diri tadi. Di balik helai rambut yang berantakan, tampak sebuah tanda merah kecil yang bukan merupakan bekas luka melainkan sebuah bekas suntikan jarum yang sangat baru dan sangat mencurigakan.
Pria itu segera menarik pakaian Alana sedikit lebih lebar dan menemukan bahwa tanda itu masih mengeluarkan setetes darah segar yang menunjukkan bahwa ada seseorang yang telah menyuntikkan sesuatu. Amarah Kenzo meledak saat dia menyadari bahwa musuhnya telah berhasil menembus penjagaan ketat rumah sakit ini untuk mencelakai Alana tepat di depan matanya sendiri.
"Siapa yang berani menyentuh istriku di rumah sakit ini!" teriak Kenzo sambil menoleh ke arah pintu kamar yang sedang terbuka lebar.
Seorang pria yang mengenakan seragam perawat tampak sedang berlari menjauh di ujung lorong dengan gerakan yang sangat lincah dan sangat mencurigakan bagi mata tajam Kenzo. Tanpa pikir panjang, Kenzo segera mengejar pria itu dengan kecepatan penuh sementara para pengawal lainnya mulai menutup setiap akses keluar dari gedung rumah sakit tersebut.
Pengejaran itu berakhir di area parkir bawah tanah yang sangat luas dan sangat sunyi hingga suara langkah kaki mereka berdua-dua menggema dengan sangat jelas di antara barisan mobil mewah. Kenzo berhasil memojokkan pria berseragam perawat itu di sebuah sudut tembok beton yang sangat tebal dan sangat berdebu.
"Katakan siapa yang menyuruhmu atau aku akan memastikan kau tidak akan pernah bisa melihat cahaya matahari lagi seumur hidupmu!" ancam Kenzo sambil mencengkeram kerah baju pria itu.
Pria itu hanya tersenyum mengejek sambil mengeluarkan sebuah botol kecil yang sudah kosong dari balik saku seragamnya lalu menjatuhkannya ke lantai hingga pecah keping-keping. Sebelum Kenzo sempat bertindak lebih jauh, pria itu menggigit sesuatu di dalam mulutnya dan seketika tubuhnya kejang-kejang dengan mulut yang mengeluarkan busa putih yang sangat menjijikkan.
Kenzo melepaskan cengkeramannya dengan rasa jijik sekaligus rasa gagal yang sangat dalam karena saksi kunci utamanya baru saja melakukan tindakan bunuh diri secara mendadak. Dia menatap tubuh pria yang sudah tidak bernyawa itu dengan perasaan yang sangat campur aduk antara amarah dan kekhawatiran yang sangat mendalam terhadap nasib Alana yang baru saja disuntik.
Dia segera berlari kembali ke kamar rawat Alana hanya untuk menemukan bahwa tempat tidur tersebut sudah kosong melompong dan hanya menyisakan selang infus yang bergelantungan dengan tetesan cairan yang jatuh ke lantai. Sebuah perlindungan tak terduga sang tuan muda baru saja gagal total dan kini dia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa istrinya telah diculik di tengah kekacauan yang sedang terjadi.