Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Venda menatap malas ke arah Melody yang sibuk senyum-senyum sendiri. Padahal mereka harus mengerjakan soal, tapi Melody malah asik sendiri.
Sore ini mereka berencana mengerjakan soal bersama di rumah Venda, meskipun mereka beda kelas. Tapi, Melody malah sibuk bermain ponsel.
"Nyengir mulu, gigi lo kering ntar," cibir Venda sembari menulis jawaban.
"Bodo," sahut Melody.
Venda berdecak. Ia memilih melanjutkan kegiatannya daripada meladeni Melody.
"Ganteng banget pliss!"
"Berisik!"
Melody tak menghiraukan ucapan Venda. Dia tetap memandangi layar ponselnya dengan mata berbinar. Gadis itu sedang stalking akun sosmed milik Gian. Padahal hanya 1 foto saja yang ada di sana, tapi Melody terus memandanginya tanpa henti.
"Stress lo? Foto gitu doang ngeliatin nya sampe juling!" ucap Venda setelah sedikit mengintip apa yang ada di ponsel Melody.
"Bodo amat! Hus hus, gak usah ganggu gue!"
Venda mendengus geli. Dia pun tak menghiraukan tingkah Melody lagi.
Hingga 5 menit kemudian, ponsel Venda berbunyi tanda pesan masuk. Ia pun segera membuka pesan tersebut.
Rangga
Raden sama Gian balapan di sirkuit malam ini.
Kening Venda mengerut. Dia melirik Melody yang masih asik dengan ponselnya. Lalu ia kembali fokus pada pesan Rangga.
^^^Venda^^^
^^^Kok bisa?^^^
Rangga
Kata temen aku, gara-gara Raden jadiin Melody taruhan kemarin. Gian gak terima, terus dia samperin Raden ke rumahnya langsung. Dia minta Raden supaya gak ganggu Melody lagi, tapi si Raden malah nantangin Gian balapan. Yang kalah gak boleh deketin Melody lagi.
"Gila..." Venda geleng-geleng kepala membaca pesan Rangga.
Jika Gian menerima tawaran itu, sama saja dia menjadikan Melody sebagai bahan taruhan, sama seperti Raden yang sebelumnya pernah menjadikan Melody sebagai bahan taruhan.
Kasian amat temen gue. Batin Venda sambil menatap Melody dengan miris.
"Apa?!" ketus Melody saat Venda menatapnya seperti itu. "Gak usah liat gue kayak gitu, Nda. Gue bukan pengemis!"
Gak jadi kasian deh. Batin Venda pula. Dia memilih membalas pesan Rangga daripada meladeni Melody.
^^^Venda^^^
^^^Aku kasih tau Melody ya?^^^
Rangga
Emang kamu yakin kalau Melody gak papa setelah tau dia dijadiin bahan taruhan sama si ketos?
^^^Venda^^^
^^^Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, niat ketos baik loh, Ngga. Dia terima balapan itu biar Melody gak diganggu sama Raden lagi.^^^
Rangga
Kalau gitu kasih tau aja. Jelasin juga biar dia gak salah paham sama ketos.
^^^Venda^^^
^^^Iya^^^
Venda mematikan ponselnya dan menatap Melody dengan intens.
"Mel."
"Hm!"
"Matiin dulu hp lo. Gue mau ngomong."
"Tinggal ngomong aja sih, Nda. Ribet amat hidup lo."
"Gue serius. Jangan bercanda."
Melody melirik Venda. Menyadari raut wajah temannya terlihat serius, ia pun menuruti perintah Venda.
"Apa?"
"Raden ngajak Gian balapan."
"WHAT?!" Mata Melody terbelalak. Bahkan dia sampai menegakkan tubuhnya yang tadi setengah berbaring.
"KOK BISA?!"
"Jangan teriak bisa gak sih?" Venda berdecak kesal. Masalahnya suara Melody ini sangat cempreng.
"Kok lo tau? Kok lo gak kasih tau gue dari tadi sih?!"
"Yeuuu, orang gue baru tau dari Rangga juga!" kesal Venda. "Gue jelasin, tapi jangan dipotong dulu. Oke?"
Melody mengangguk cepat. Dia mendengarkan semua penjelasan dari Venda tentang Raden dan Gian yang akan balapan nanti malam, demi dirinya.
Entah sedih atau senang, intinya Melody tak menyangka keduanya akan balapan malam ini.
Sakit sebenarnya ketika dia dijadikan bahan taruhan oleh kedua cowok itu. Tapi, setelah mendengar penjelasan dari Venda, dia sedikit lega. Ia juga yakin kalau Gian tak sejahat itu.
"Gue bingung mau seneng apa sedih, Nda..."
Melody menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa dengan lesu. Matanya menatap ke arah langit-langit kamar Venda.
"Liat baiknya aja, Mel. Gue juga yakin kok kalau si ketos gak bakal jahatin elo."
"Di sirkuit mana balapannya? Coba tanya si Serangga," ujar Melody yang langsung dituruti oleh Venda.
"Yang biasa didatengin Raden katanya," jawab Venda. "Lo tau?"
Melody mengangguk. "Tau kok."
Venda menatap Melody dengan curiga. "Jangan bilang lo mau susulin mereka?"
Melody menjentikkan jarinya. "Betul."
"Mel, jangan gila! Di sana gak aman buat lo!"
"Bodo amat. Gua gak mau cowok gue kenapa-kenapa!"
"Cowok gue cowok gue, jadian aja belum!"
"Suka-suka gue lah," sinis Melody. "Raden itu licik. Gue gak mau Kak Gian kena kelicikannya Raden."
"Kalau gitu gue ikut."
"Gak usah!" balas Melody. "Lo mau dicincang sama Serangga?"
"Ya gue ajak dia juga lah!" balas Venda. Bahkan dia sudah mengabari kekasihnya.
"Terserah deh!" Melody melihat jam di ponselnya. "Gue mau pulang dulu. Mau nyiapin mental buat nanti malam." Gadis itu merapikan buku-bukunya ke dalam tas.
"Lo yakin?" Venda menatap ragu ke arah Melody.
"Yakin lah. Sejak kapan gue bohong?"
"Sering!" balas Venda, dia mencebikkan bibirnya kala melihat Melody menyengir lebar.
"Gue balik, bye!" Melody melambaikan tangannya sambil berjalan keluar kamar Venda.
****
"Saran gue, mending gak usah ladenin deh. Itu sama aja lo jadiin Melody bahan taruhan," ucap Galen pada Gian.
Saat ini mereka sedang berada di studio musik yang ada di rumah Ranjaya. Rencananya mereka latihan untuk persiapan besok. Tapi, Gian malah memberitahu tentang dirinya dan Raden yang akan balapan malam ini. Tentu saja mereka syok.
"Nggak papa. Gue bisa," balas Gian sambil memetik senar gitar yang ada di pangkuannya.
"Mau gue aja yang gantiin lo?" tawar Sebasta. Dia sering ikut balapan liar, tentu saja Sebasta kenal dengan Raden. Dia juga tau betapa liciknya Raden saat balapan.
"Gak perlu." Gian menatap teman-temannya dengan datar. "Kalian gak percaya sama gue?"
"Nggak gitu kocak!" Galen menyerobot. "Ya lo pikir aja sendiri. Lo aja gak pernah balapan, gimana mau menang? Yang gue pikirin, kalau lo kalah, Melody pasti kecewa sama lo."
Gian tersenyum miring mendengar ucapan Galen. Dia kembali menunduk fokus pada gitarnya. "Gak pernah balapan ya?" gumamnya.
Galen, Ranjaya dan Sebasta sama-sama bingung melihat tingkah Gian yang terlalu santai. Harusnya cowok itu latihan balapan. Sebasta siap mengajari jika Gian mau.
"Udah paling bener lo gak usah terima tantangan Raden."
"Pengecut." Gian mendongak menatap Galen. "Itu namanya pengecut, Galen. Dan gue bukan orang yang kayak gitu."
Galen berdecak kesal. Entah kenapa wajah Gian terlihat menyebalkan di matanya. "Terserah deh! Kalau kalah, jangan sembunyi di bawah ketek emak lo ya!"
Gian hanya terkekeh kecil mendengar ucapan Galen.
"Kalau gue menang?"
"Kalau lo menang, gue bakal gantiin posisi lo. Lo lebih suka jadi main vokal kan? Gue kasih! Asal lo menang nanti malam. Gimana?"
Sebelah alis Gian terangkat. Dia sangat tertarik dengan penawaran Galen. Selama ini posisinya adalah main gitar, sedangkan Galen main vokal atau penyanyi nya. Sebenarnya Gian ingin bagian vokal, tapi karena Galen juga ingin bagian itu, jadilah Gian yang mengalah.
Sebasta bagian main drum, sedangkan Ranjaya bagian piano.
"Oke, deal."
bersambung...