Unknown Baby

"Aku cuma bercanda. Hahaha." Gilang tertawa lebar seolah mereka akrab seperti dulu.

Tidak ada moral! Faiq merutuki dalam hati. Tetapi hanya dibalas senyum.

"Jangan lupa balikin amplopku saat anakku sunat," kata Faiq di sela senyumnya.

Semua orang menganggap itu hanya bercanda tetapi sebenarnya Faiq serius. Masih tidak rela amplop 200 ribu diserahkan untuk dua orang lucknut itu. Acara saliman dengan manten berjalan lancar walau saling perang sindiran.

*Bagaikan raja dan permasu~ri terore roreroret ~ tersenyum indah baikan bidadari

Duhai senangnya pengantin baru terore roreroret* ~~~

Musik masih mengiringi ketika Faiq memasukkan amplop ke dalam kotak sumbangan. Sekali lagi dia merasa tidak rela!

Mereka berjalan ke parkiran, tamu yang berdatangan masih banyak. Kebanyakan memakai batik, beberapa Faiq kenal karena teman SMA nya dulu. Mengobrol sebentar sembari memamerkan Myesha dan Yuno. Mengatakan kepada dunia bahwa dia jauh lebih beruntung dari pada Gilang. Hahaha, Faiq tertawa dalam hati.

"Mas, perutku mules. Kayaknya mantanmu nggak iklas deh ngasih makannya." Bisik Myesha.

"Bisa ditahan nggak sampek rumah?"

Myesha menggeleng. Wajahnya menahan ekpresi menahan sakit.

Mereka buru-baru masuk ke dalam mobil, meletakkan Yuno yang tertidur di jok belakang.

"Mas, cari toilet. Perutku mules banget suer."

Faiq segera menyalakan mesin mobil berusaha mengingat apakah ada mushola dekat sini untuk numpang di kamar mandi. Tidak mungkin kan mereka numpang pup di rumah pengantin! Muka Faiq mau ditaruh di mana setelah pamer seperti itu?

"Kita ke mampir ke rumah temanku saja."

Mobil berjalan menyusuri jalan aspal sempit menuju rumah teman Faiq. Langit mulai berwarna jingga. Menandakan matahari sudah mulai bersembunyi.

Rumah bercat hijau dengan halaman yang luas, ada tumpukan jagung di sebelahnya. Mayoritas penduduk yang menanam jagung memiliki musim panen saat ini. Selama belum digiling maka biasanya ditumpuk di depan rumah sambari tawar menawar dengan pembeli.

"Ini rumah temenku, semoga dia ada di rumah." Faiq mematikan mesin mobilnya.

Kemudian membantu Myesha membuka jok belakang untuk mengambil Yuno dan tasnya sebelum berjalan menuju rumah.

"Assalamualaikum," sapa Faiq ketika mengetuk pintu rumah bercat coklat itu.

"Waalaikumsalam," jawab seorang perempuan separuh baya sembari membuka pintu.

"WC nya ada, Bu? Eh maksud saya Wandi ada, Bu?" tanya Faiq.

"Oh temennya Wandi ya?"

"Iya, Bu."

"Wan temenmu dateng," teriak ibu Wandi. "Ayo silakan masuk dulu."

Mereka masuk ke dalam rumah, banyak foto terpajang di dinding rumah. Ternyata Wandi sudah menikah dan memiliki seorang anak.

Setelah duduk di kursi Myesha semakin tidak tenang karena menahan mules, dia masih memangku Yuno yang tertidur dengan empengnya dengan nikmat. Pipi bayi itu semakin tembem setiap harinya. Berat badannya pun naik menandakan dia subur dan bahagia tinggal bersama pasangan absurd itu.

Tak lama kemudian seorang pria berbadan tinggi muncul dari pintu belakang, kulitnya semakin hitam sejak terakhir bertemu Faiq beberapa tahun lalu.

"Loh Faiq, tumben ke sini?"

Setelah Wandi duduk, ibu Wandi masuk ke dalam. Hendak memberikan suguhan untuk tamu.

"Iya, soalnya istriku mau numpang ke kamar mandi."

"Bertahun-tahun nggak main sekali main cuma karena kamar mandi. Masuk aja ke dalam. Kamar mandi ada di samping dapur."

Wandi menunjuk ke dalam, ada seorang wanita sedang menyuapi balita terlihat samar-samar oleh Myesha. Agak ragu tetapi karena perut semakin mules akhirnya gadis itu menyerahkan Yuno ke Faiq dan masuk ke dalam.

Ia bertanya kepada seorang wanita yang Myesha pikir istri Wandi, setelah yakin letak kamar mandi Myesha buru-buru masuk dan membuang hajat. Lega, jongkok di kamar mandi yang ia lihat ada kecoa numpang lewat di depannya. Tak masalah karena Myesha sudah biasa hidup berdampingan dengan kecoa selama ini.

Setelah selesai membuang hajat Myesha tak lupa menyiramnya, kemudian merapikan diri sebelum keluar dari kamar mandi.

Wanita itu ternyata menunggu Myesha, membuat Myesha berkerut kening.

"Mbak ini komikus ya?" tanya wanita itu.

Balita yang dia suapi tadi terlihat pergi keluar rumah bersama ibu Wandi.

"Iya kok tahu?"

"Wah ternyata benar, soalnya foto Mbak ada di kamar adik iparku."

"Kok bisa Mbak, apa dia penggemarku?"

"Iya, namanya Mila. Suka banget sama karya Mbak. Padahal semua orang bilang itu komik jelek yang nggak mutu. Tapi dia tetep suka, setia banget dia sama komik, Mbak. Hebat ya?" wanita itu tersenyum lebar.

Hebat karena menyukai dan tetap setia dengan komik jelek dan tidak mutu? Ntah kenapa Myesha merasa itu seperti ada pisau yang menancap di hatinya. Cakit.

"Iya, hebat banget. Oh ya sekarang anak itu di mana?"

"Ah, dia udah nikah sama orang Jakarta. Sejak itu tidak pulang dan susah dihubungi, padahal kata dia kalau pulang mau ke tempat Mbak di Metro."

"Loh dia tahu aku tinggal di Metro."

"Iya dia tahu."

Myesha berkerut keninga, merasa tidak asing dengan nama Mila. Seperti pernah mendengarnya di suatu tempat tetapi dia lupa di mana.

.

.

.

bersambung.

Lagi nggak enak badan aku tuh, tapi ttp diusahain up buat kamu. Yang punya koin silakan sumbang buat author. Pencet tanda bintang samping jempol. Buat beli paramex, kalo author sehat kan up nya bisa lancar walau kuota numpang wifi tetangga.

jangan lupa kasih vote juga ya buat baby Yuno. anggep aja bantu beli popoknya.