Sukmawati, si gadis cantik dan pinter. Seorang anak petani biasa yang mempunyai mimpi menjadi seorang perawat. Namun ketika baru beberapa semester, sang ayah meninggal sehingga kuliahnya terbengkalai.
Dan bukan cuma kuliahnya saja yang tertunda. Tetapi kehidupannya juga semakin susah, ia dan kedua adiknya harus menelan pil pahit, sang ibu juga menyusul sang ayah.
Sukma berusaha keras untuk melanjutkan hidup bersama adik-adiknya. Sehingga suatu saat bertemu dengan pria yang usianya sekitar 38 tahun, Alfandi, seorang pria kaya raya namun memiliki anak dan istri! ikuti kisah kelanjutannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juleha2606, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bicara begitu
"Fikri ... oke, kalau kamu mau nginep di sini. Besok, pagi-pagi Papa jemput lagi ya?" Alfandi mengusap pucuk kepala Fikri yang tampak mengantuk itu.
"Nggak mau, maunya sama Papa juga menginap di sini nya." Kekeh anak itu dengan manja.
"Fikri ... Papa gak bisa menginap di sini, nggak enak sama tetangga. Kasihan juga sama tantenya, nanti Tante jadi gunjingan orang ... kasihan," sambungnya Alfandi.
"Kenapa di gunjingin orang, Pah?" tanya anak itu penasaran.
"Ya ... karena, masa tantenya nggak punya suami, tapi memasukkan laki-laki ke rumah malam-malam!" sahutnya Alfandi sambil melihat ke arah Sukma.
"Ooh ... jadi tante nggak punya suami ya? ya sudah nikah saja sama Papa, aku setuju kok," ucap Fikri dengan polosnya.
Sukma kaget, dan langsung mengangkat wajahnya melihat ke arah mereka berdua.
Lain lagi dengan Alfandi, dia malah menarik bibirnya tersenyum lebar. Melirik ke arah Sukma yang membelalakkan matanya.
"Sudahlah, Pah. Nikahin aja tantenya. Aku yakin kok kalau Tante itu baik banget dan akan sayang sama kita, sama Papa juga," ucap Fikri mendongak sambil memegangi tangan papanya.
Kini Sukma menunduk malu, bisa-bisanya Fikri bicara seperti itu, dasar anak-anak mungkin dia tidak mengerti apa yang namanya menikah, sementara papanya punya istri yaitu ibunya. Sukma menggelengkan kepalanya sambil tetap menunduk malu.
Alfandi hanya tersenyum, tidak menjawab perkataan dari putranya kini. Perasaannya menjadi campur aduk antara kaget dan senang, kaget karena kok bisa Fikri bilang seperti itu?padahal baru ketemu dengan Sukma, mungkin anak itu yakin kalau Sukma sangat baik. Sehingga menyuruhnya menikah lagi.
"Mati deh gue ... masa gue harus menikah sama pria beristri sih? punya anak juga. Gue jadi ibu tiri dong." Gumamnya Sukma dalam hati.
Namun di saat itu, ada suara yang berasal dari perutnya Alfandi. Mungkin dia merasa lapar karena memang dari siang dia mondar-mandir mencari Fikri sampai saat ini ketemu di kontrakannya Sukma, lupa makan lupa minum pokoknya lupa waktu.
"Ooh sebentar ya? aku masakan sesuatu atau aku masakan nasi goreng ya? Anda pasti lapar kan?" Sukma celingak-celinguk antara dapur dan Alfandi lalu dia bergegas berdiri tanpa menunggu jawaban dari Afandi.
Sukma langsung menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng, nasi goreng yang sederhana saja yang bahan-bahannya ada. Di antaranya telur dan sayuran.
"Kasihan juga tuh orang, mungkin karena mencari anaknya. Sehingga lupa makan!" gumamnya Sukma sambil meracik bumbu buat nasi goreng.
"Tu ... h, kan Pah. Apa aku bilang? tante itu baik ... deh! baru dengar Papa kelaparan saja dia langsung bikinkan makanan," puji Fikri terhadap Sukma.
Bibir Alfandi tersenyum lebar, lalu melihat ke arah Fikri dan ke arah Sukma yang di dapur. Tampak sibuk dengan masakannya.
"Papa sih ... nggak percaya sama aku, Tante itu sangat baik dan penyayang. Percaya deh ... Papa akan bahagia sama tante!diperhatiin terus, disayang terus ..." suara Fikri sangat pelan namun jelas didengar oleh Alfandi.
Dalam hati Alfandi tertawa, merasa lucu dengan omongan Fikri yang seperti orang dewasa dalam hal ini. "Sudah, jangan ngomong terus? katanya ngantuk? bobo sana!" bisik nya Alfandi sambil menunjuk ke arah kamar.
"Tapi bobo nya sama Kak Marwan, jangan sama tante! tante sama Kak Jihan," pesan Alfandi.
"Nggak mau! aku maunya tidur sama tante, di tepok-tepok sama tante, kalau sama kak Marwan mah, mendingan tidur di rumah saja." Anak itu menggelengkan kepalanya lalu berbaring di dekat Alfandi.
"Nasi gorengnya sudah siap ... Cuma seadanya saja tapi, tidak seenak yang di rumah apalagi yang di restoran," ucap Sukma sambil menyimpan sepiring nasi goreng dan segelas air putih di hadapan nya Alfandi.
Bukan hanya hati Alfandi saja yang berbunga-bunga, bibirnya pun tak berhenti terus tersenyum ke arah Sukma dan sajiannya bergantian.
"Terima kasih? atas perhatianmu saya cicipi boleh?" Alfandi mengangguk dan menggerakkan tangannya pada sendok yang berada di atas nasi goreng tersebut.
"Iya, silakan kan aku buatkan buat Anda," Sukma menunjuk ke piring nasi goreng yang dengan tampilan tidak ada menarik-nariknya.
"Ayo, Pah. Dimakan? enak kok! biarpun masakannya sederhana tapi enak ... banget. Tadi juga aku mulanya nggak mau makan, apaan? cuma sayur bayam telur dadar dan tahu tempe! pas disuapin sama tante, enak banget, Pah. Sampai aku berapa kali nambah." Fikri bercerita pada sang ayah.
Alfandi menoleh pada Fikri yang berbaring. "Jadi kamu disuapin sama, Tante? gak malu ya? sudah gede gitu?"
"Ngapain malu, Pah? enak lho ... makan disuapin, coba saja Papa disuapin sama tante, pasti enaknya berlipat-lipat ... deh. Percaya deh?" sambungnya Fikri.
Alfandi dan Sukma saling bertukar pandangan, dengan bibir yang terus senyum merasa lucu dengan kata-kata yang terucap dari Fikri.
Kemudian Alfandi mulai memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya, perlahan ia kunyah dan ia telan. Benar rasanya lumayan enak, biarpun dengan bumbu seadanya dan bahan seadanya juga.
"Hem ... baru kali ini aku makan dimasakin kamu," gumamnya Alfandi sambil tersenyum pada Sukma.
"He he he ... emangnya kapan Bapak makan di sini? kan nggak pernah, biarpun makan itu paketan." Jawabnya Sukma malu-malu.
"Boleh dong ... kalau lain kali saya belanja bahan-bahannya dan kamu yang masaknya!" lanjut Alfandi.
"Pepet terus ... sampai dapat ... Papa? aku ngantuk ah, mau bobo!" kemudian suara Fikri menghilang.
Pas dilihat Alfandi, anak itu sudah tertidur. "Hem ... baru saja ngomong! sudah tertidur!"
Dengan waktu yang cepat Alfandi menghabiskan sepiring nasi goreng buatan Sukma, juga segelas air putih yang tersaji di sana.
Sukma melihat piring yang sudah kosong seraya berkata. "Mau nambah?"
"Emangnya masih ada? boleh!" jawabnya Alfandi sambil mengedarkan pandangannya pada Sukma.
Namun Sukma menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Em ... kebetulan nggak ada! aku bikinnya cuma segitu. Lagian nasinya nggak ada lagi, itupun sisa makan tadi sore sama anak-anak."
Alfandi menatap lekat ke arah Sukma dengan durasi yang agak lama. Gadis ini benar-benar lembut dan keibuan terlihat dari tutur katanya dan bahasa tubuhnya yang penyayang.
Membuat Sukma menjadi kikuk dan salah tingkah, kemudian menunduk begitu dalam. "Jangan melihatku seperti itu? gak enak!"
Lalu Alfandi menggercapkan matanya. Mengalihkan pandangannya ke lain tempat, jantungnya dag-dig-dug tak karuan.
"He'em ... makasih ya? atas nasi gorengnya dan semuanya, termasuk sudah menjaga Fikri di sini, karena dia kekeh pengen menginap, saya tinggal ya di sini?besok pagi-pagi saya jemput. Kebetulan besok dia sekolah, saya pamit ya? nggak mungkin saya menginap di sini." Ujar Alfandi sambil menyingsingkan dengan bajunya.
Kemudian Alfandi mengangkat tubuh Fikri, untuk dipindahkan ke dalam kamar Sukma. Namun sebelum masuk kamar tersebut Alfandi menoleh pada Sukma yang sedang berdiri memegang piring dan gelas bekasnya makan. "Nggak pa-pa saya masuk?"
"Masuk saja nggak pa-pa kok, lagian di sana ada Jihan," sahutnya Sukma sembari menatap punggung pria itu yang bikin hatinya berdebar-debar.
Setelah itu Alfandi pamitan untuk pulang, sebenarnya dia bisa saja tidur di dalam mobil. Namun apa kata tetangga nanti? pada akhirnya Alfandi melarikan mobil pribadinya untuk kembali ke mension.
Sukma menyandarkan punggung di depan pintu setelah menguncinya, sambil memegang piring bekas Alfandi yang belum sempat dia simpan ke dapur. "Huuh ...huuh." Sukma menghembuskan nafasnya yang tadi terasa sesak.
Keesokan hari nya. Pagi-pagi mobil Alfandi sudah nangkring kembali di depan kontrakannya Sukma.
"Apa Pak Al gak pulang semalam? kok pagi buta gini Sudah ada lagi di sini sih?" tanya Sukma yang kebetulan mau melintas dengan tujuan mau belanja.
"Pulang lah, kan tau semalam saya pulang dari sini?" Alfandi turun dari mobilnya sambil menjinjing kantong.
"Tapi pagi-pagi gini sudah berada di sini?" Sukma mencibirkan bibirnya.
"Emangnya kenapa? tuh, orang-orang tau. Melihat saya baru datang ke sini!" Alfandi menggerakkan netra nya ke sekitaran.
Begitupun manik mata Sukma mengikuti yang Alfandi lihat, dimana para tetangga yang sudah mulai beraktifitas.
"Mau kemana istri muda saya?" canda Alfandi sambil memainkan alisnya.
Sukma melotot dengan sangat sempurna pada Alfandi sambil celingukan. Panik, takut di dengar orang lain dan akan sangat bahaya bila sampai ke telinga orang-orang.
"Pak Al, jangan sekali-kali bicara begitu lagi? nanti di dengar orang. Dikiranya benar! gimana?" pekik Sukma yang tertahan.
Sementara Alfandi hanya mengulas senyum nya yang lebar sambil menyerahkan kantong yang di bawa.
Sukma melihat isinya setelah menerima itu. "Sayuran dan ayam juga ikan, mentahan?"
"Iya, mentahan. Kalau bisa masak? kenapa juga harus segala beli? mubazir kreatifitas akan tenggelam," ucap Alfandi sambil mengayunkan langkahnya menuju pintu.
"Kau menyuruh ku masak?" Sukma menyusul Alfandi dan tidak jadi untuk belanjanya ke warung.
"Iya, kenapa? istri kan harus memasak buat suami, lapar nih!" kata Alfandi sambil tertawa kecil.
"Iih ... apaan sih? istri-istri mulu, nanti di dengar orang. Gimana ... ada-ada saja deh." Sukma kesal.
"Ngomong-ngomong, putra kita sudah bangun belum?" tanya Alfandi dengan senyumnya terus merekah.
"Au, ah," Sukma langsung mendekati tempatnya memasak.
Sementara Alfandi membangunkan Fikri yang masih meringkuk. Jihan dan Marwan baru selesai mandi dan bersiap untuk bersekolah.
Jelas, Jihan dan Marwan heran. Kenapa si Om sudah berada di sini pagi-pagi buta begini? bahkan membangunkan Fikri.
"Om, kenal sama Fikri?" tanya Marwan menatap heran.
Alfandi menoleh pada Marwan. "Fikri ini adalah putra, Om. Makasih ya? sudah menjaga Fikri."
"Ha? putra, Om. Beneran?" Marwan ragu.
Jihan mendekat dengan setelan sekolahnya dan kerudung juga. "Apa, Om? dia putra, Om?"
"Iya, Jihan ... Fikri ini putra, Om. Kemarin dia kabur karena ada sedikit masalah!" jawabnya Alfandi sembari mesem.
"Ooh, pantas mukanya mirip," ungkap Jihan, lalu dia pergi membawa sapu.
"Eh, iya-ya? mukanya mirip gitu?" Marwan menatap lekat ke arah Fikri dan Alfandi bergantian.
"Oya, mirip? pastilah kan putra, Om." Balasnya Alfandi.
Kemudian Marwan keluar lalu membantu Jihan menyapu.
"Fikri ... bangun, ini Papa. Sudah siang nih!" Alfandi membangunkan Fikri yang malah memeluk selimut.
"Baiklah, kalau Fikri malas-malasan bangun. Kalau mau menginap di sini lagi tidak akan Papa ijinkan?" seru Alfandi sambil berdiri dan melipat tangan di dada.
Fikri melonjak bangun, setelah mendengar ucapan sang ayah yang tidak akan mengijinkan dia menginap di tempat Tante Sukma lagi.
"Papa akan paksa Fikri pulang, kalau lain kali kabur ke sini sekalipun. Papa tidak peduli biarpun Fikri ngamuk pengen di sini--"
"Stop? jangan bicara lagi, Pah ... Fikri dah bangun nih ..." Fikri memotong perkataan sang ayah sambil menggosok kelopak matanya yang masih ngantuk.
Alfandi tertawa tipis melihat ke arah putranya itu.
"Kalau Papa larang aku ke sini, Papa juga gak boleh ketemu tante! aah ... pokoknya kapanpun Fikri mau ke sini? harus, Papa antar," pintanya Fikri sambil merentangkan kedua tangannya minta di gendong ke kamar mandi.
Alfandi mengerutkan keningnya. Lalu menggendong anak itu dari depan. "Hem ... sudah gede gini minta di gendong, malu dong!"
"Biarin!" Fikri menyusupkan wajahnya di leher sang ayah, merasa malu kepada Jihan dan Marwan yang mengolok-oloknya.
Sukma pun tersenyum melihat tingkah manjanya Fikri pada papanya.
"Em ... ayamnya di goreng saja ya? biar lebih cepat!" kata Sukma pada Alfandi yang menghampirinya.
Alfandi mengambil gelas lalu menuangkan minum untuknya sendiri minum.
"Terserah istri muda ku saja, suami, tahunya matang saja. Tinggal makan gitu!" Alfandi memainkan matanya.
"Apaan sih? nanti kedengaran orang gak enak tahu ..." protes Sukma sambil tersipu malu, menggerakkan tangannya mencubit kecil pinggang Alfandi, beberapa kali.
"Aw-aw. Aw, sakit-sakit. Nona sakit, lah ini termasuk kdrt nih!" Alfandi menghindari Sukma yang merasa gemas. Habis di panggil istri mulu oleh Alfandi.
Tiba-tiba keduanya terdiam, ketika melihat Jihan. Marwan dan Fikri yang masih memakai handuk melongo, memandangi ke arah mereka berdua yang tampak sangat akrab.
"Cieh-cieh, cieh ... so sweet ... nya?" suara anak itu berbarengan.
Sukma semakin berwajah malu, lalu melanjutkan tugasnya.
"Ayo Fikri, pakai baju? malu sama kak Jihan lho." Alfandi mengajak Fikri ke dalam kamar.
Setelah masakannya matang, Sukma segera menyajikan di ruang tengah. Di bantu oleh Jihan dan Marwan.
"Kalian makan duluan ya? aku mau siap-siap dulu." Sukma bergegas masuk kamar.
"Lho, kok. Ada Pak Al?" Mimy heran melihat Alfandi seperti ini sudah berada di kontrakan Sukma.
"Saya menjemput Fikri, dia putra saya, My," ucap Alfandi sambil menunjuk pada Fikri.
"Dia, putra anda? pantas, wajahnya mirip. Sama-sama ganteng." Mimy menatap keduanya.
"Ayo, sarapan. My? sama-sama! tapi piringnya ambil sendiri," ajak Alfandi.
Mimy melongo, tidak habis pikir. "Apa pak Alfandi menginap? sampai pagi-pagi buta gini sudah berada di sini?" batinnya.
"Mimy, kok kamu melamun bukannya makan?" Sukma menyapa Mimy yang malah melamun.
"Akh, iya. Aku mau ambil piring dulu." Mimy beranjak dari duduknya, ngeloyor ke dapur untuk mengambil piring.
"Tante? mau makan di suapi Tante lagi dong ..." Fikri meminta Sukma menyuapinya. Rupanya Fikri belum juga mulai makannya. Dia malah mainkan mainannya.
Alfandi menoleh dan baru ngeh kalau putra bungsunya belum makan. "Fikri, ngapain saja dari tadi? ayo sarapan? kan Fikri suka ayam goreng. Nanti kesiangan! lagian Tante nya juga mau makan, dan mau bekerja, kasihan."
"Fikri nggak pa-pa kok satu piring sama Tante nya!" rajuk Fikri.
Sukma menarik nafas panjang lalu menoleh ke arah jam dinding. "Ya sudah, sama-sama, Tante ya makannya? Aa ... buka mulutnya dan jangan lupa membaca doa?"
Fikri menengadahkan tangannya membaca doa. "Sudah."
Lalu Sukma pun menyuapi Fikri bergantian dengan dirinya sendiri.
"Om, kemarin juga Fikri manja tuh, Om. Mau makan saja susah. Maunya disuapin gitu, Om." Marwan pada Alfandi yang sedang makan.
"Kakaknya dipinjam dulu ya? nggak marah kan? anggap saja bagian keluarga dari kalian juga." Alfandi berucap lirih.
"Aku sih nggak masalah, Om merasa punya adik yang masih manja kayak gitu," Marwan senyum-senyum
"Jihan juga jangan marah ya?anggap saja Fikri bagian dari keluarga kalian juga yah?" pintanya Alfandi pada Jihan yang sedang asik makan.
"Iya, Om. Jihan nggak masalah kok." Jawabnya.
"Makasih ya? kalian sudah baik dan pengertian pada Fikri?" Alfandi tersenyum pada kedua anak itu, ditatapnya bergantian.
Mimy yang juga ikut makan, jadi fokus ke Fikri yang makannya satu piring dengan Sukma dan disuapin. "Iddi ... h, Fikri disuapin, Tante. Nanti papanya iri lho ... he he he ...."
"Uhuhk-uhuhk," Alfandi dan Sukma terbatuk-batuk berjamaah mendengar ucapan Mimy ....
.
.
...Bersambung!...
sukses selalu membuat karya² yg laen nya😁😁😁🙏🙏🙏🙏....
Terima kasih Thor atas karyanya yang bagus,hangat dan menghibur,aku suka,sehat dan sukses selalu serta tetap semangat 💪🌹❤️
Semoga samawa yaa.. 💕💕💕💕💕
Selamat juga untuk kebahagiaan mereka semua.. 💕💕💕💕💕
Sukses thoor dan lanjut
Sukses thoor dan y