John adalah seorang CEO yang memiliki perusahaan yang sukses dalam sejarah negara Rusia, Keeyara menikah dengan John karena perjodohan orang tua mereka. Pernikahan mereka hanya jadi bumerang bagi Keeyara, John sangat kasar kepada Keeyara dan dia sering menjadi pelampiasan amarahnya ketika John sedang kesal. John juga memiliki kekasih dan diam-diam menikahi kekasihnya itu, Arriel Dealova.
Istri kedua John seringkali cemburu kepada Keeyara karena ia memiliki julukan sebagai 'Bunga Lilac' karena memiliki wajah yang cantik yang selalu menarik perhatian para pemuda. Bulan demi bulan berlalu dan Keeyara mulai kehilangan emosi dan bahkan tidak merasakan apapun saat melihat John dan Arriel sedang menggendong bayi mereka di depan wajahnya. Hingga, beberapa deretan kejadian dan permasalahan membuat Keeyara mengalami kecelakaan yang sangat berat dan menyebabkan Keeyara meninggal dunia. Tetapi anehnya, dia kembali bangun pada tanggal 20 April 2022, tepat dihari pernikahan John bersama kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakestrawby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
"Kumohon... kembalilah padaku, bagaimana caraku agar bisa kembali kepadamu, Keeyara?" kesombongan yang biasanya seketika runtuh saat John berlutut di depan wanita itu.
Permohonan putus asa John tentu saja mengejutkan Keeyara, dia menatapnya dengan tidak percaya. John yang biasanya keras kepala dan sombong sekarang berlutut di depannya, buket bunga yang telah dibuang sembarangan sekarang tergeletak terlupakan di lantai di dekatnya. Tangan John sedikit gemetar saat dia mencoba untuk meraih tangan Keeyara dengan lemah.
"Aku janji aku akan menjadi lebih baik... Aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak akan memukulmu lagi." katanya, suaranya hampir pecah. "Kembalilah padaku, kumohon... Hidupku hampa tanpamu, separuh kehidupanku adalah dirimu, sayang."
"Dan separuh dirimu telah membunuh kehidupanku, John." jawab Keeyara, tangannya terkepal erat di kedua sisi tubuhnya, wanita itu memalingkan sedikit wajahnya saat John menatapnya.
Ekspresi John menjadi gelap saat kata-kata Keeyara terucap, kebenaran itu menusuk lebih dalam dari tamparan sebelumnya. Jari-jarinya gemetar saat ia mengencangkan cengkeramannya di pergelangan tangan Keeyara sekali lagi, keputusasaan dan ketidakberdayaan berputar di matanya saat ia mencoba membalas tatapannya.
"Aku tahu," bisiknya dengan suara parau. "Aku tahu aku mengacau, aku tahu aku salah. Tapi aku bisa berubah, Keeyara... aku bisa memperbaiki diri. Hanya saja, beri aku kesempatan lagi."
"Selama ini, aku selalu memberimu kesempatan, aku menutup mata dengan semua yang telah kau lakukan padaku karena aku mencintaimu. Tapi..." Keeyara terdiam sejenak saat tenggorokannya terasa perih, dia pun segera menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. "Tapi... kurasa toleransi saja tidak akan cukup untukmu yang selalu tidak menghargaiku. Kau tidak berhak mendapatkan maafku, jadi tandatangani lah secepat mungkin surat perceraian kita. Aku sudah merasa kasihan pada diriku sendiri karena dulu pernah mencintaimu."
Hati John terasa sesak saat mendengar kata-kata wanita itu, kebenaran di dalamnya bagaikan belati yang menusuk dadanya. Kesadaran akan tindakannya sendiri menghantamnya seperti gelombang pasang, semua penyesalan dan rasa bersalah yang telah lama ia pendam muncul ke permukaan.
Mata John tertunduk ke lantai saat wanita itu berbalik dan pergi meninggalkannya yang masih berlutut menyedihkan di sana, rasa malu dan bersalah menguasainya. Dia seharusnya menjadi orang yang kuat, pelindung, dan kepala keluarga yang baik, namun dia selalu menyia-nyiakan kesempatan itu.
Di cafe tempat Shabiella bekerja, Keeyara duduk di dekat jendela, tatapannya kosong saat memandangi cangkir yang berisi cokelat panas yang telah di pesannya beberapa menit yang lalu, membuat Shabiella yang sedang duduk di hadapannya bingung saat memperhatikannya.
"Kau baik-baik saja?"
Perhatian Keeyara kembali tertuju ke masa kini ketika suara Shabiella menyadarkannya dari lamunannya. Ia mengerjap pelan, jari-jarinya mengetuk meja tanpa sadar.
"Ya, aku baik-baik saja... hanya masalah pekerjaan." jawab Keeyara sambil tersenyum meyakinkan.
Mata Shabiella menyipit, dia bisa melihat tanda-tandanya dengan sangat jelas. Cara temannya melamun dengan tatapan kosong di kedua matanya, gemetar yang nyaris tak tersamarkan di tangannya dan senyum yang dipaksakan, semua itu adalah indikasi jelas bahwa ada sesuatu yang mengganggunya, namun untuk saat ini Shabiella tidak ingin memaksa wanita itu, setidaknya untuk saat ini.
"Jadi apakah kau baik-baik saja? kau mengatakan kepadaku jika kau pergi ke rumah sakit tadi, kau sakit apa?" tanya Keeyara, mencoba memecah kesunyian.
Shabiella terdiam sejenak ketika ditanya tentang hal itu, jelas tidak menyangka topik itu akan tiba-tiba diangkat. Dia mendesah pelan lalu tersenyum tipis. "Ah, aku baik-baik saja sekarang... aku hanya memeriksa kehamilanku." jawabnya, sedikit meremehkan.
Mata Keeyara membelalak, campuran antara terkejut dan gembira tampak di wajahnya saat kata-kata Shabiella mulai meresap. Tangannya dengan cepat terulur untuk menyentuh tangan wanita itu di atas meja dengan sentuhan yang lembut dan hati-hati. "Kau hamil? bagaimana bisa? tidak... maksudku.. sejak kapan kau menikah? kau tidak memberitahu hal itu kepadaku kemarin." tanyanya, kedua matanya menatap wajah Shabiella dengan penuh harap, namun dia malah menangkap ekspresi kesedihan di wajah wanita itu.
Jari-jari Shabiella sedikit mengencang di sekitar cangkirnya saat dia menghindari tatapan langsung Keeyara, senyumnya membeku di wajahnya. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai emosi, dan dia tahu bahwa cepat atau lambat topeng itu akan runtuh. "Aku menikah beberapa tahun yang lalu... itu rumit." katanya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara kebisingan cafe.
Mendengar jawaban Shabiella, senyum Keeyara memudar. Jantungnya mulai berdebar kencang, campuran kekhawatiran dan kebingungan menggerogoti perutnya. Dia membuka dan menutup mulutnya untuk memilih kata-kata, hingga akhirnya ia pun berbicara lagi, suaranya sedikit berbisik.
"Rumit...?" tanyanya, matanya menatap Shabiella, diam-diam memohon penjelasan.
"Hum... itu-" ucapan Shabiella terhenti saat dia merasakan seseorang mendekati meja mereka.
"Wah.. Wah... lihat siapa yang aku temui disini."
Alis Keeyara terangkat sempurna saat melihat Ariel mendekat. Ia tidak menyangka akan bertemu wanita itu, apalagi di tempat umum seperti ini. Pandangannya beralih ke tangan Ariel yang tengah menenteng dua tas yang Keeyara tahu itu berisi pakaian mahal, senyuman tipis seketika muncul di wajah cantiknya yang nyaris tanpa cacat.
"Apa yang membawamu ke sini?" tanya Keeyara, dengan santai ia kembali bersandar di kursinya dengan tangan yang terlipat di depan dada.
Ariel mengangkat alisnya, matanya yang berwarna cokelat keemasan sekilas menyapu wajah Keeyara sebelum memberinya senyum merendahkan. "Menurutmu apa tujuanku ke sini? untuk berbelanja, tentu saja," jawabnya sambil mengangkat dua tas yang jelas-jelas berasal dari merk yang terkenal. Saat Ariel berbicara, tatapannya sedikit beralih ke Shabiella yang tengah duduk di hadapan Keeyara, sekilas rasa jijik melintas di wajahnya yang tegas.
"Siapa dia?" tanya Shabiella sambil berbisik pelan, namun masih dapat di dengar oleh Ariel.
"Entahlah... dia hanya jalang, kurasa."
Tatapan Ariel kembali tajam saat menatap Keeyara, kukunya menancap kuat pada tali kulit tas mahal yang dipegangnya. Bibirnya yang terawat sempurna melengkung membentuk seringai kecil. "Jaga mulutmu." gerutunya, nada suaranya yang manis tidak mampu meredam racun dalam kata-katanya.
"Kau bahkan tidak sepadan dengan kotoran di tumitku-" tawa tajam Keeyara tiba-tiba saja terdengar, memotong kalimat wanita itu, suaranya hampir histeris saat dia mencondongkan tubuhnya ke depan di atas meja.
"Oh, kumohon... setidaknya aku tidak membutuhkan uang John untuk membuat diriku merasa lebih baik." balas Keeyara, suaranya dipenuhi dengan rasa manis yang berbisa.
Ariel menggertakkan giginya, kukunya yang terawat rapi menancap pada kantong kertas yang dipegangnya saat dia melangkah mendekati meja Keeyara. Wajahnya berubah menjadi jijik. "Kamu memang selalu punya lidah yang tajam." dia mencibir, tatapannya mengamati pakaian wanita itu dengan sedikit cemoohan. "Tapi jangan kira aku tidak memperhatikan betapa... polosnya penampilanmu. Gaun itu sepertinya berasal dari tempat sampah."
Keeyara tertawa pelan mendengar kata-kata Ariel, mengangkat sebelah alisnya saat dia bersandar untuk mengagumi pakaiannya sendiri. Gaun yang dikenakannya memperlihatkan bentuk tubuhnya yang ramping dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuhnya. "Ah betapa hormatnya aku saat si penggali emas yang putus asa ini menilai pakaianku. Tapi kenapa aku baru tahu ya jika pakaian Hermès ku ternyata terlihat seperti dari tempat sampah?" balasnya dengan tajam.
Mata Ariel tampak berbinar berbahaya saat mendengarkan kata-kata sindiran Keeyara yang halus. "Hermès atau bukan, tetap saja seleramu menyedihkan." dia mencibir, "Tidak heran John tampak begitu bosan saat melihatmu." kata-kata itu terdengar tajam, disengaja, dan ditujukan secara langsung pada Keeyara.
"Ah itu... tapi sepertinya aku harus berterima kasih padamu, karena akhirnya aku menyadari betapa bodohnya dia."
Ariel memutar bola matanya saat mendengar serangan balik Keeyara, cengkeramannya pada tas semakin erat hingga buku-buku jarinya memutih. "Bodoh? Itu keterlaluan, datang dari seseorang yang bertahun-tahun tidak peduli dengan urusannya sendiri."
"Tepat sekali! karena kita sama-sama wanita, aku hanya ingin memperingati mu saja, Ariel. Aku takut kau yang malah akan menanggung semuanya karena aku berhasil terlepas dari John."
Ariel membeku sesaat, wajahnya kehilangan kesombongannya saat peringatan itu mulai meresap. "Apa-apaan kau-" dia mulai bicara, dengan gerakan cepat ia mengambil cangkir milik Keeyara dan hendak menyiramkannya kepada wanita itu, tetapi dengan cepat Keeyara menangkisnya sehingga cangkir itu jatuh ke lantai dan pecah. Keeyara bangkit dan langsung menampar Ariel dengan cukup keras. "Oh, Ariel... kau belum menyadarinya? perselingkuhan John sudah menjadi gosip umum di kalangan atas." dia mendengkur, suaranya meneteskan simpati palsu.
Ariel tersentak tajam saat melihat usahanya untuk menumpahkan minuman pada Keeyara gagal, dan tamparan wanita itu mendarat di wajahnya. Tangannya secara naluriah langsung menyentuh pipinya yang terasa perih, matanya terbelalak karena marah.
"Dasar jalang!" umpat Ariel, sikap menggebu-gebu yang biasa tampak goyah saat orang-orang di sekitar cafe mulai melihat ke arah mereka, penasaran dan tercengang oleh pemandangan yang sedang berlangsung. Ariel melihat sekeliling, dia pun segera menarik napas dalam-dalam. Dengan tatapan tajam terakhir yang ia tuju kepada Keeyara, wanita itu pun segera pergi meninggalkan cafe tersebut, menutupi wajahnya dengan rambutnya sendiri karena merasa malu.
"Keeyara... kau idolaku!" puji Shabiella sambil mengangkat ibu jarinya kepada Keeyara.
🤦🏻🤦🏻🤦🏻🤦🏻