Raina harus rela menyewakan rahimnya demi membiayai pengobatan putranya yang menderita gagal ginjal pada seorang konglomerat bernama Adry dan istrinya Nita.
Selidik punya selidik ternyata pria itu adalah ayah dari anaknya. Leon akhirnya diperebutkan oleh Adry dan Raina hingga akhirnya Raina mengalah untuk memberikannya seorang bayi lagi asal Leon tidak diambil Adry.
Menukar seorang anak, demi kehidupan satu anaknya yang lain. Akankah seorang ibu tega melakukannya?
Area dewasa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana Hutabarat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelajaran
Adry memegang pipi Raina dengan lembut lalu sebuah kecupan singkat dan dalam dia sematkan ke dahi wanita itu. Mata Raina terbelalak lebar. Dia lalu menatap manik mata Jamrud milik Adry. Pria itu tersenyum tipis dengan singkat sembari mengelus perlahan pipi halus Raina dengan ibu jarinya.
Terdengar suara tawa keras dari Leon. Anak itu bertepuk tangan dengan riang.
"Yeay, ibu pacaran dengan Om," katanya. Wajah Raina memerah seketika. Adry menghela nafas panjang, kedua tangannya dia masukkan ke saku. Mengapa dia ikut gugup juga setelah melakukan itu? Pikirnya dalam hati.
"Sudah Om lakukan. Sekarang Om pamit lagi, harus pergi," Adry menunjuk ke arah jam yang melingkar di tangannya.
"Kalau kemari lagi bawa es krim rasa vanilla campur cokelat ya, Om," kata Leon.
"Okey, hanya itu atau ada yang lain?"
"Ayam goreng tepung," lanjut Leon dengan mata berbinar.
"Kau tunggu Om pulang ya!" kata Adry sembari membuka pintu
Leon menganggukkan kepalanya. Adry lalu keluar meninggalkan Raina dan Leon dalam ruangan itu sendiri.
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Raina duduk di sebelah Leon.
"Baik. Ibu lihat semua mainan ini dibelikan oleh Om Adry, dia sangat baik." Leon menunjukkan banyaknya mainan canggih terbaru yang dibelikan oleh Adry.
"Lihat ini handphone terbaru dan belum ada di Indonesia. Wah fiturnya keren. Ibu harus melihat dan mencobanya." Raina menerima handphone itu dan melihatnya lalu tersenyum kecut. Dia sadar selama ini dia belum bisa memberikan yang terbaik untuk Leon. Dengan Adry, Leon bisa memiliki segalanya. Andai saja Adry adalah pria single, ini tidak akan serumit itu.
Raina hanya terdiam dan tersenyum mendengar cerita Leon. Dia sangat senang ketika Adry bersama dengannya seharian. Mengajarinya permainan game terbaru yang menyenangkan dan membawakannya banyak makanan.
"Bahkan makanan para perawat yang berjaga juga di beri juga oleh Om," tuturnya sembari memakan nasi dan lauk yang Raina bawa. Anak itu disuapi oleh Raina.
"Aku rindu makanan kita Bu," ujar Leon tiba-tiba.
"Besok jika kau sudah pulih, kita akan kembali ke Indonesia," terang Raina seraya menyuapi Leon lagi.
"Wah, aku janji akan pulih dengan cepat."
"Bu, kemarin Om bilang jika ingin bicara dengan Ayah." Raina lalu menatap Leon, terkejut.
"Untuk apa?"
"Kata Om, dia ingin meminta ijin pada ayah agar dia bisa dipanggil ayah olehku, lucu ya?" Makanan Leon tercekat di tenggorokannya.
"Bu, minum," pintanya menunjuk ke leher. Raina lantas memberikan minum pada Leon.
"Makannya habiskan dulu baru bicara." Anak itu lantas tertawa lebar.
"Maaf, Bu."
"Ehm bilang pada Ayah untuk menelfon Om, katakan jika aku ingin berbicara dengannya."
Raina tersenyum kecut sembari menganggukkan kepala.
"Nanti Ibu akan menelfonnya tetapi ibu belum mempunyai nomer baru negara ini."
"Aku akan memintanya pada Om nanti."
Raina mengangkat kedua alisnya ke atas.
"Kata Om, aku boleh meminta apapun padanya!"
"Apapun?" Leon menganggukkan kepalanya.
"Aku berpikir meminta adik saja buat kujadikan teman, hi ... hi ... ," ujar Leon cekikikan.
Raina menekuk wajahnya. Leon lalu memeluk tubuh Raina.
"Bukankah kalian sudah menikah nanti pasti punya anak dan aku akan punya teman di rumah nanti. Aku ingin punya adik laki-laki biar bisa menemaniku main game," imbuh Leon.
"Sudah sekarang waktunya kau minum obat dan beristirahat."
Raina lalu memberi Leon obat yang diberikan oleh perawat tadi. Anak itu meminumnya tidak lama kemudian, dia tertidur.
Raina lalu berjalan di sekitar rumah sakit setelah membereskan kamar Leon. Dia mulai duduk di sebuah kursi panjang di taman melihat ke sekeliling. Tiba-tiba matanya melihat satu sosok yang akrab dengannya beberapa belas tahun silam.
Oleh karena, tidak percaya dengan apa yang dia lihat Raina mendekati orang itu.
"Jo," panggil Raina menyapa pria yang sedang belajar berjalan.
Mendengar namanya di panggil Jonathan atau biasa disebut Jo langsung membalikkan tubuhnya dan terkejut melihat wanita yang ada didepannya.
"Raina," pekik pria itu. Dia ingin berjalan meraih tubuh wanita itu namun lupa jika dia belum bisa berjalan tegak akhirnya Jo hilang keseimbangan dan jatuh. Raina langsung menangkap tubuh tinggi besar itu. Mereka seperti orang berpelukan.
"Hati-hati, Jo!" ucap Raina mencoba menegakkan tubuh Jonathan lagi. Kedua tangan Jonathan memegang bahu Raina sedangkan Raina memegang pinggang pria itu
"Kau tidak apa-apa," kata Raina setelah dibantu oleh asisten Jonathan naik ke kursi rodanya.
"Aku baik-baik saja," kata pria itu.
Raina berkacak pinggang menatap pria itu.
"CK, Jo, kau kenapa?" tanya Raina. "Apa terjatuh dari motor lagi?"
"Kau masih saja ingat kebiasaanku itu. Aku mengalami kecelakaan hanya saja bukan motor. Mobilku tertabrak mobil lain dan akhirnya seperti inilah keadaanku."
"Aku yakin kau pasti yang salah!" ujar Raina.
"Kau masih saja seperti yang dulu tukang ngomel."
"Orang sepertimu memang perlu mendapat omelan."
"Kau sedang apa disini?" tanya Jonathan.
"Anakku sedang sakit parah dan dia sedang mendapat pengobatan di sini," terang Raina.
"Anak? Kau sudah punya anak artinya kau sudah menikah?" tanya Jonathan.
"Bisa dibilang begitu bisa dibilang tidak," jawab Raina.
"Kok?" tanya Jo sembari berjalan menuju ke sebuah kursi terdekat. Raina duduk di sana.
"Aku dan suamiku sebentar lagi akan bercerai," jawab Raina. "Baru menikah dan akan bercerai," batinnya.
"Jika itu terjadi aku yang akan menjadi nomer pertama menunggumu menjadi janda."
"Kau itu," ujar Raina.
"Dulu kita telah bersama selama beberapa tahun dan tiba-tiba kau memutuskan hubungan kita setelah itu kau menghilang. Mengingat hubungan indah kita membuatku berpikir bahwa ternyata tidak ada wanita yang sepertimu. Aku merindukanmu Raina."
"CK, kau itu masih saja suka merayu. Statusku itu masih jadi istri orang dan kau belum boleh merayuku," kata Raina berterus terang sembari tersenyum.
"Ya, sudah aku akan menahan diri menunggu kau sendiri."
Mereka lalu terdiam. Jo melirik ke arah Raina dan menatapnya dengan dalam.
"Kau masih saja cantik seperti dulu!" ujarnya.
"Kau mulai lagi! Aku sudah tidak seperti dulu karena sekarang aku punya satu anak yang sudah besar."
"Berapa tahun umur anakmu?"
"Sepuluh? Itu artinya kau memutuskan hubungan kita karena menikah dengan pria lain?"
"Bisakah kita tidak membicarakan masa lalu?" kata Raina.
"Aku hanya gagal move on setelah ditinggal pergi olehmu," kata Jonathan.
"Raina sedang apa kau disini?" terdengar suara seorang pria dari belakang tubuh Raina membuatnya menoleh dan terkejut.
"Adry, kau sudah datang?" Raina lalu bangkit. Jonathan melihat ke arah asal suara itu.
"Ya, baru saja," kata Adry menahan marah. Dia sudah datang dari tadi tetapi bersembunyi ketika melihat Raina bersama pria berkursi roda itu.
Pikirannya mengatakan jika Raina berhak dekat pria manapun, tetapi hatinya begitu geram dan marah melihat Raina memeluk pria itu. Walau itu dia gunakan untuk menolong pria lumpuh itu.
Dadanya bertambah panas ketika mendengar pembicaraan mereka. Apalagi ketika Raina dengan entengnya berkata akan bercerai darinya. Mudah sekali keluar dari bibirnya yang mungil itu. Dia harus diberi pelajaran nanti.