Adhira Alindra adalah gadis berprestasi yang angkuh, sombong dan terkenal dengan harga dirinya yang tinggi, mulut pedas. dan prilaku nya yang sok berkuasa.
Ditambah posisinya sebagai ketua osis semakin membuatnya merajalela, lalu apa jadinya jika perilaku buruknya itu menimbulkan dendam pada anggota geng yang terdiri dari siswa-siswa buangan yang berandalan.
Awalnya Adhira tak begitu peduli dengan dendam geng sampah itu, Sampai akhirnya Dendam dan kejadian buruk mengubah kehidupan Adhira,
Gadis berprestasi itu bahkan ingin kembali mengiris nadinya saat percobaan bunuh dirinya gagal.
Adhira tak ingin membuka mata, menurutnya, lebih baik ia mati dengan mengenaskan dari pada menjawab siapa ayah dari anak dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atmosfera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego-30 Adhira dan gelisahnya
Zeo tersenyum tipis, ia mengangguk meng-iyakan. Dalam diam Zeo berpikir apakah kedua mertuanya sudah tak menghakimi nya lagi? Apa kedua mertuanya sudah mengerti posisinya?
Tapi apapun itu Zeo sangat bersyukur dengan hal itu.
****
Setelah kedatangan kedua orang tua dan adik Adhira ke apartemennya dua minggu lalu. Hubungan Adhira dan Zeo semakin memburuk. Dalam artian sekarang keduanya tak ada yang mau mengalah. Adhira yang masih tak mau tunduk dan merasa ia yang paling berkuasa. Dan Zeo yang sekarang mulai keras kepala akan kemauannya. Tak segan, pemuda Jepang itu bahkan menggunakan kekerasan untuk merealisasikan kemauannya.
Seperti menampar, atau bahkan menjambak.
Mungkin niatan awal hanya untuk membuat Adhira kapok lama kelamaan menjadi senjata andalan yang tak bisa Adhira lawan. Mengingat tenaga Adhira semenjak hamil ini semakin lemah.
Zeo semakin senang karena seperti mendapat kepasrahan dari pihak keluarga Adhira waktu itu. Sedangkan Adhira, ntah ia mulai menyadari atau tidak. Tapi tubuhnya mulai memberi sinyal aneh ketika berdekatan dengan Zeo. Sinyal ketakutan yang berlebih.
Adhira tau, semenjak ia mendapatkan kenyataan kalau ia hamil dan langsung mencoba bunuh diri waktu itu, Ia sudah mengalami depresi. Tapi, Ntah lah. Adhira merasa fungsi otak dan motorik nya kian hari sudah tak berjalan dengan baik. Adhira merasa begitu tertekan bahkan hanya dengan melihat perut besarnya saja. Dan itu merupakan tanda yang sangat buruk.
****
Malam itu, setelah meletakkan ponselnya, Adhira tampak linglung dengan tubuh berkeringat sebelum akhirnya ia mencoba membaringkan tubuhnya diranjang. Mencoba tenang.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Adhira tidur sendirian dikamarnya. Ia menatap kosong dinding kamarnya Ketika mengingat ketiga temannya yang sempat menelpon dan mengeluh dengan kegiatan dibulan-bulan pertengahan semester kelas 3 mereka saat ini.
Mereka banyak bercerita tentang semua hal, tentang soal mid semester yang menyebalkan, tugas kimia yang menumpuk, adik-adik kelas yang sok jagoan dan Adhira hanya bisa berperan sebagai pendengar yang memprihatinkan.
Sungguh, Adhira iri dengan semua hal yang dikeluhkan ketiga temannya. Seandainya ia tak membuat Zeo dan geng sampahnya dulu dendam,
seandainya ia tak terpancing emosi untuk mempertahankan harga dirinya,
seandainya ia tak menyelinap malam-malam untuk ke Bar
Seandainya ia tak hamil.
Seandainya saat itu ia berhasil menggugurkan kandungannya tanpa diketahui orang lain dan bukannya memilih bunuh diri.
Seandainya.
Seandainya pengandaiannya terjadi, ia pasti juga merasakan apa yang teman-temannya rasakan. Menikmati akhir tahun sekolahnya, menikmati bagaimana rasanya menjadi kakak kelas paling disegani disekolah. bagaimana pusing dan deg-degannya menyiapkan ujian kelulusan.
Dan bukannya terkurung dalam apartemen yang tak terlalu luas ini, tanpa tetangga yang sefrukuensi dengannya.
Tanpa teman yang bisa diajak bercerita,
Tanpa orang tuanya, tanpa kecerewetan Devan akan cita-citanya.
Tanpa kenyamanan.
Dan tanpa kebahagiaan.
Adhira kian merasa tertekan, ia butuh diperhatikan dan orang yang ia harapkan akan perhatiannya dan interaksinya hanyalah Zeo. Tapi apa yang bisa ia harapkan dari pemuda Jepang yang bahkan sekarang ringan sekali bermain tangan itu. Tidak ada kah orang yang mengerti posisinya? Tidaknya ada orang yang mengerti bagaimana terampasnya kebahagiaannya.
Tanpa sadar, Adhira terisak pelan. Perempuan itu lalu melirik perutnya yang kian membesar, sekarang setelah setengah bulan lebih jadwal makannya diatur ketat oleh Zeo, Adhira memang dapat merasakan perbedaan pada kandungannya. Anak-anak Zeo itu mulai aktif menendang dan membuat Adhira tak betah tidur atau duduk dengan satu posisi saja. Berat badannya juga naik beberapa kilo dengan drastis. Menandakan makanan dan pola hidupnya mulai memberinya perubahan. walaupun kondisi Adhira belum dapat dikatakan stabil untuk ibu hamil kembar pada umumnya. Tapi itu sudah lebih baik dari sebelumnya.
Adhira mengelus perutnya sambil meringis ketika anak-anak Zeo itu terus menendang. Rasanya sakit sekali. mungkin awalnya hanya geli, tapi begitu dua bayi itu menendang secara acak dengan konstan. Adhira merasakan nyeri diperutnya. Sakit yang beberapa minggu ini ia rasakan dengan diam.
"Stt, jangan nendangin gue aja bisa gak sih? Perut gue sakit. "
"Kalian kalau bisanya jadi benalu kayak bapak lo itu dihidup gue, mending gak usah betingkah deh stt- Sial, sakit bodoh" Adhira memukul perutnya yang dimana tempat tendangan bayi Zeo itu tadi.
"Jangan betingkah stt, Gue gak tau bapak lo dimana, tapi mudah-mudahan mati ketabrak mobil dijalan." Kata Adhira kesal.
Memang walaupun hari ini sudah mulai larut, Zeo belum juga pulang kerumah. Ntah apa yang dilakukan pemuda itu diluar sana. Adhira pun tak terlalu tau dan tak mau tau.
"Ck, bocah sialan." maki Adhira meringis saat perutnya terasa sakit.
"Gue doain, bapak kalian si Zeo itu. Beneran mati ditabrak mobil, terus jasadnya hancur gak dikenali. Mampus kalian" Sumpah Adhira menggebu. Namun perempuan itu langsung menarik selimut dan pura-pura tertidur begitu mendengar suara langkah mendekat. Zeo sudah pulang, batinnya was-was, takut di paksa makan malam atau minum susu hamil seperti biasanya. Karena sungguh, Adhira enek untuk semua hal itu. Ia begah ketika makan malam dan akan mual ketika minum susu.
Ceklek.
Adhira dapat mencium aroma Zeo disekitarnya, pemuda itu melangkah mendekatinya dan Adhira kian kuat memejamkan matanya. Memang, Semenjak pertengkaran mereka yang berakhir dikamar dulu, Zeo memang sering menyelinap tidur dikamarnya. Mereka mulai berbagai kamar, ah, atau lebih tepatnya terpaksa berbagi karena Zeo yang memaksa.
Adhira yang merasa hening pun, sedikit mengintip karena tak merasakan apa-pun di sekitarnya. Dan pemandangan Zeo yang melamun menatap lantai menjadi sasaran tatapannya. Penampilan Zeo tampak serawutan, mukanya kusam, rambutnya acak-acakan, tampak nya pemuda itu memiliki banyak beban pikiran.
Diam-diam Adhira merasa penasaran, Merasa tumben dengan raut frustasi dan putus asa Zeo. Tapi walaupun begitu, Adhira senang karena itu artinya Zeo tak bahagia kan.
"Stt" Zeo memegang kepalanya. Pemuda itu lalu menoleh, menatap Adhira dengan tatapan tak terbaca.
"Huh, Hai sayang, anak-anak papa uda tidur belum ini." Adhira dapat merasakan Zeo membuka selimutnya dan mengelus perutnya.
Perempuan itu berusaha menahan sakit nya dengan mati-matian ketika anak-anak Zeo itu dua kali lipat lebih aktif saat mendengar suara Zeo. Tampaknya calon bayi-bayi itu merindukan papanya yang sudah didoakan mati oleh mamanya.
"Gimana kabar kalian hm? Papa kangen banget," Kata Zeo mencium perut Adhira sekilas dan ajaibnya kedua calon bayi itu langsung berhenti menendang secara perlahan.
"Apa mama baik-baik aja tadi? Dia gak nyakitin kalian kan? Mama sayangkan sama kalian? Hm?"
Adhira memaki dalam hati, kenapa sih Zeo sepeduli itu dengan bayi-bayi nya, lagian belum tentu juga mereka memberikan keuntungan untuk dirinya. Belum tentu hidup juga. batin Adhira tak senang.
"Kalian jangan sering nendangin mama bareng-bareng dong, kasian mama nya, papa sering liat mama kesakitan tiap kali kalian nendang." kata Zeo mengusap perut Adhira sambil mengingat Adhira yang sering menahan sakit sambil mengusap perutnya kasar.
Hening.
Suasana terasa sangat sepi, tak ada suara sama sekali, hanya tangan Zeo yang masih betah mengusap perut besar itu hingga membuat Adhira sangat mengantuk, perempuan itu akui ia mulai merasa nyaman karena usapan Zeo diperutnya.
Ditengah ambang kesadarannya, Adhira merasa kehilangan ketika tangan Zeo berhenti mengusap perutnya, namun tak berselang lama Adhira dapat merasakan sesuatu bergerak diranjang sebelahnya. Dan harum khas Zeo itu kian melingkupnya ketika sebuah tangan mengusap pinggangnya dari belakang dan secara teratur usapan itu berpindah keperutnya. Perlahan Adhira pun mulai larut oleh usapan itu dan rasa mengantuk enggan memberinya toleransi.
****
Setelah 30 bab sebelumnya kita sedikit berpihak ke Zeo.
Lalu gimana sama bab Adhira ini?
Mulai bersimpati kah kalian semua dengan sosok si calon mama ini hm? Atau masih mau tim Zeo. Si papa sayang anak dalam segala-galanya.