Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Vanya masih terpaku di tempatnya, menatap Ethan yang kini berdiri di depannya. Dia belum sempat menjawab apa-apa, tetapi bagi Ethan, kebisuan adalah bentuk persetujuan yang tak terhindarkan.
"Masuk ke dalam dan temui asistenku," perintah Ethan. Dia bahkan tidak menunggu respons Vanya. Dia hanya berbalik, lalu melangkah menuju pintu otomatis perusahaan.
Vanya melipat kedua tangannya di depan dada, map cokelat berisi lamaran dia peluk erat. Matanya mengikuti punggung Ethan yang menghilang di balik kaca berlabel Sigma Corp.
"Percaya diri sekali dia kalau aku mau menerima pekerjaan ini," gumam Vanya kesal. "Mobil seperti ini, di rumahku juga ada tiga. Tapi lihat sifatnya! Dingin, angkuh, dan seenaknya sendiri. Jangan-jangan dia memimpin perusahaan ini seperti tiran."
Saat dia sibuk merutuki Ethan, Satpam yang tadi panik tiba-tiba sudah memindahkan motor matic Vanya ke tempat parkir yang benar.
"Mbak, cepat masuk! Jangan sampai Pak Ethan berubah pikiran," kata Satpam itu setengah berbisik, seolah Ethan bisa mendengar dari jarak ratusan meter.
Vanya melepaskan helmnya, mengibaskan rambutnya yang terikat kaku. "Terima kasih ya, Pak." Tanpa berpikir panjang, dia mengambil dompet dari tas selempangnya dan menyodorkan selembar uang merah, nominal terbesar yang ada di dompet miskin sementaranya.
Satpam itu terkejut. "Mbak, tidak perlu bayar parkir di sini. Ada karcis free."
"Ambil saja, buat Bapak," balas Vanya dengan senyum sok dermawan yang membuat Satpam itu makin bingung. Kemudian dia setengah berlari mengejar bayangan Ethan.
Satpam itu menggaruk lehernya sambil menatap lembaran seratus ribuan itu. "Wah, sepertinya dia memang tidak terlalu butuh pekerjaan. Tapi kok penampilannya..."
Di dalam lobi Sigma Corp, Vanya berjalan di belakang Ethan. Langkah Ethan panjang dan cepat. Vanya harus setengah berlari untuk mengikutinya, kacamata tebalnya hampir melorot. Semua karyawan yang dilewati Ethan menunduk hormat dengan kecepatan kilat, seolah takut melakukan kontak mata.
"Pak Ethan, welcome back," sapa Raka, asisten Ethan, yang sudah menanti di depan lift khusus dengan senyumnya. Raka segera menekan tombol lift untuk Ethan.
"Raka, dia sekretaris baru. Kamu lihat biodatanya dan kirim ke bagian personalia. Suruh segera tanda tangan kontrak karena dia akan bekerja hari ini juga," kata Ethan tanpa menatap lawan bicaranya. Dia masuk ke dalam lift yang diikuti Raka dan juga Vanya.
Vanya sontak membelalakkan mata. Hari ini juga? Kontrak? Pasti ada yang tidak beres mengapa Ethan buru-buru menerimanya menjadi sekretaris.
Saat pintu lift tertutup, Raka, yang kini berdiri di samping Vanya, menatapnya dari atas ke bawah, lalu mengulanginya lagi dari bawah ke atas. Ekspresi bingungnya tak bisa dia sembunyikan.
Vanya hanya tersenyum tipis, membenarkan letak kacamatanya yang kebesaran.
"Bos," bisik Raka pada Ethan, mencoba menahan tawa. "Tidak salah pilih sekretaris?"
"Meja sekretaris sudah kosong cukup lama. Dia baru saja menabrak mobilku. Jadi dia harus ganti rugi. Jadi potong gajinya nanti. Dia tidak mungkin ada uang untuk membayarnya."
Vanya langsung tersentak. Matanya melebar penuh kekesalan. Jadi ini alasan dia diterima? Kontrak kerja sebagai ganti rugi tabrakan!? Vanya refleks mengepalkan tangannya dan memukul udara persis di belakang kepala Ethan, sebuah gerakan kesal yang untungnya hanya disadari oleh Raka.
Raka tertawa kecil. "Oke, oke. Kalau dari kriteria kasat mata, dia memang tipe sekretaris yang bos cari," katanya, kembali menatap Vanya yang kini cemberut di balik kacamata. "Dia tidak akan menggoda bos, dan sepertinya dia pasti sangat tidak penurut. Jadi dia tidak akan merasa tertekan di bawah perintah bos tiran."
Vanya menatap Raka, senyum liciknya kembali merekah.. "Wah, Anda menghina kalau saya tidak penurut. Tapi Anda benar sekali!"
Ethan, yang seolah-olah memiliki indra keenam untuk mendeteksi pembangkangan, menoleh sedikit. "Kalau kamu bekerja tidak benar, kamu harus ganti rugi tiga kali lipat."
Kata-kata Ethan sukses membuat Vanya kembali kesal. Pria ini benar-benar menyebalkan! Tidak cocok jadi suami. Bukan suamiable!
Pintu lift terbuka. Raka, yang terus menahan tawanya, yakin bahwa Ethan akan mendapat hiburan baru setelah ada Vanya.
Vanya hanya mencibir dalam hati. Dia kini berdiri di dekat meja kerja sekretaris yang sudah dipenuhi tumpukan dokumen.
"Oke, perkenalkan, nama aku Raka," sapa Raka ramah, mengambil map cokelat dari tangan Vanya. "Aku asisten Pak Ethan. Nama kamu siapa?"
"Vanya," jawab Vanya singkat, sambil mengedarkan pandangannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat Ethan sudah duduk di kursi kebesarannya, tampak tenggelam dalam pekerjaannya.
Raka membuka CV Vanya. Beberapa keterangan memang telah disamarkan Vanya, nama belakang, alamat, dan nama orang tua tetapi riwayat pendidikannya tak bisa disembunyikan.
"Kamu lulusan universitas favorit yang mahal itu?" tanya Raka terkejut.
"Iya. Kebetulan saya mendapat beasiswa," bohong Vanya dengan wajah datar. "Kalau tidak, mana mungkin gadis miskin seperti saya masuk universitas yang mahal."
"Oke, nilai kamu memang bagus. Seperti yang kamu tahu, perusahaan ini memproduksi berbagai jenis ponsel dan laptop. Kamu pelajari tipe-tipenya di komputer. Jumlah produksi, stok penjualan, pemesanan, dan semuanya sudah terinput di sana. Kamu tinggal mengeceknya lalu laporkan pada Pak Ethan. Kamu juga harus mengatur agenda rapat, acara di luar kantor, menyiapkan kopi dan semua yang dibutuhkan Pak Ethan. Termasuk menenangkan kemarahan Pak Ethan yang kadang tiba-tiba datang tanpa ada masalah."
Vanya justru menguap mendengar penjelasan Raka yang panjang lebar. "Baik, saya mengerti," jawabnya, namun dia malah duduk begitu saja, menggeser dan menumpuk dokumen di atas mejanya dengan asal-asalan.
Raka menggaruk kepalanya. "Vanya, tunggu dulu. Kamu pilah dulu dokumen itu. Ada beberapa dokumen penting, termasuk proposal pengajuan tipe baru dan juga agenda rapat yang harus segera ditinjau. Lalu data pemesanan customer juga harus kamu sendirikan."
"Astaga, bawel banget!" Vanya mengibaskan tangan. "Saya baru masuk beberapa menit sudah bekerja sebanyak ini. Ini pasti pekerjaan Pak Raka sebelumnya, kan? Kenapa saya yang harus membereskannya?"
Raka justru terbahak. Ekspresi Ethan yang sedikit terganggu dari balik kaca seolah menjadi tontonan komedi terbaiknya.
"Jawaban yang bagus, Vanya! Kalau nanti banyak pekerjaan dari Pak Ethan yang tidak masuk akal, kamu jawab begitu saja. Oke? Sebentar, aku ambil surat kontrak. Sebelum bekerja kamu harus tanda tangan kontrak dahulu agar kamu tidak kabur begitu saja." Kemudian Raka berjalan keluar dari ruangan itu.
Vanya hanya menyeringai. Misi membuat Ethan jengkel sepertinya akan berjalan jauh lebih mudah daripada yang dia bayangkan. Dia menatap tajam Ethan yang sedang serius di dalam ruangannya.
Kesan pertama saja sudah sangat menyebalkan. Gak suamiable!
Tiba-tiba saja, Ethan membalas tatapan Vanya. Jantung Vanya hampir saja berhenti. Buru-buru dia memilah dokumen di depannya.
Anjir, tatapannya aja udah hampir ngebunuh. Apa cukup hari ini saja aku kerja?