Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Menyebut namanya
"Kenapa nggak istirahat?" tanya Surya pelan.
Ayu menoleh. "Belum bisa tidur!" jawab Ayu pelan dan canggung.
"Kamu bisa tidur di kamar, saya nanti tidur di depan tv aja!"
Ayu mengangguk pelan rasanya bersyukur tidak harus melakukan kewajibannya secepat itu.
Bukan, Ayu bukan ingin mengelak dari kewajibannya, Ayu hanya meminta waktu sampai dia terbiasa lalu mereka melakukan hal itu setelah mereka melakukan penyesuaian terlebih dulu.
Ayu masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri di atas ranjang empuk itu.
Ranjang empuk itu adalah ranjang mewah yang Ayu rasakan baru pertama kalinya. Di rumah orang tuanya Ayu terbiasa menggunakan kasur tipis yang telah memudar warnanya dan aus.
Dari ranjang itu Ayu bisa merasakan perbedaan status sosialnya dan status sosial suami sirinya.
Ayu akhirnya terlelap karena kelelahan, meninggalkan Surya yang tetap terjaga di depan televisi dengan pikirannya yang pergi kemana-mana.
Keesokan harinya Surya tetap bertahan di rumahnya bersama Ayu, dan Ayu pun menjalankan tugasnya dengan sangat baik.
"Ini uang belanja untuk kamu, pakai itu untuk kebutuhan rumah dan kebutuhan kamu, kalau kurang kamu bisa minta lagi ke aku!" Surya menyodorkan amplop tebal berisi uang kepada Ayu.
Ayu tersenyum lembut. "Aku belum tahu kebiasaan Mas kalau mau berangkat kerja, Mas bisa kasih tahu aku apa aja yang perlu aku siapin."
Surya hanya mengangguk. "Aku hanya minum kopi atau teh sebelum berangkat ke kantor."
"Baik." Ayu mengangguk mengerti.
Surya tak perlu menyampaikan kepada Ayu kan, bahwa Surya hanya terbiasa dengan sarapan yang dibuatkan oleh Puspa.
"Aku berangkat dulu!" Surya pun mengulurkan tangannya kepada Ayu. Dengan takjim Ayu mendekatkan tangan itu ke keningnya.
"Hati-hati, Mas!" ucap Ayu sopan.
Selepas melepas kepergian suaminya, Ayu pun mulai berbenah dan mencatat kebutuhan rumah tangga yang belum tersedia di rumah itu, Ayu berencana untuk membelinya di pasar nanti.
***
Beberapa hari telah berlalu, setelah satu minggu Surya menginap di rumah Puspa, minggu ini Surya kembali menginap di rumahnya bersama Ayu.
Saat Surya tiba, di meja makan telah tersedia beberapa camilan. Surya tersenyum kecil melihat usaha istri keduanya itu.
"Mas... " Ayu muncul dari dalam kamar mandi dengan rambut basahnya.
Dengan sopan Ayu kembali mencium punggung tangan itu. "Maaf aku lupa nanya makanan kesukaan Mas itu apa!"
"Nggak papa, ini aja udah cukup!" Surya pun duduk lalu melepas sepatu kerjanya. Ayu mengambil sepatu itu lalu meletakkannya di tempat sepatu.
Ayu berlalu ke dapur untuk menyeduhkan teh buat Surya lalu meletakkan teh itu di depan Surya.
"Mau mandi air hangat, Mas?" tanya Ayu.
"Boleh deh, tumbenan dingin banget malem ini!" Surya mengangguk setuju.
Dengan cekatan Ayu mulai merebuskan air untuk Surya lalu menyiapkan perlengkapan mandi untuk suaminya.
Hujan turun dengan derasnya saat Surya selesai membersihkan diri. Suasana malam itu terasa begitu dingin dan syahdu.
Surya memiringkan tubuhnya dengan gelisah, tubuhnya menggigil kedinginan. Surya akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya bersama.
Surya melihat Ayu tertidur dengan damainya, wajah ayu itu terlihat teduh dan cantik.
Surya menelan air liurnya dengan kesusahan melihat pemandangan indah di depannya.
Pertahanan diri Surya perlahan jebol melihat perempuan yang telah dia sahkan beberapa minggu lalu itu.
Otak Surya mendadak diselimuti oleh gairah yang tiba-tiba muncul apalagi suasana malam itu terasa mencekik dan membuatnya tergigil.
Surya masuk ke dalam selimut itu menyusul Ayu. Ayu tersentak, hampir saja Ayu menendang Surya.
"Massss!" Suara Ayu tercekat.
"Di luar dingin banget," bisik Surya dengan suara tercekat. Kabut gairah tiba-tiba hadir saat hangat kulit Ayu menyentuh kulit Surya.
Ayu bergeser perlahan, rasanya keterlaluan sekali kalau dia sampai mengusir pemilik rumah ini.
Mata keduanya bertemu sesaat, entah keberanian dari mana akhirnya Surya mengakuisisi bibir tipis itu.
Awalnya bibir Surya hanya menempel ke bibir Ayu, lalu perlahan dia mulai melummat bibir itu dengan dalam.
Ayu hanya bisa terdiam dan kaku, dia tak tahu harus melakukan apa atas serangan yang tiba-tiba itu.
Surya terus mendesak Ayu dan mengecuppi kulit Ayu yang bersih dan mulus. Surya terbang ke atas awan dan terus melanjutkan aksinya, bahkan baju yang melekat di tubuh Ayu pun telah dicampakkan Surya dan teronggok di lantai sana.
Ayu hanya bisa pasrah saat mendapatkan sentuhan itu, pikiran Ayu tetap sadar dan masih waras hingga tahu apa yang akan terjadi terhadapnya sebentar lagi, tapi Ayu bisa apa kan?
Surya melepas kaos yang melekat di badannya dan mulai mempersiapkan diri di depan inti sana.
Ayu menggigit bibirnya pelan, rasanya ia ingin berteriak dan menolak sentuhan itu, tapi Ayu sadar bahwa Surya berhak akan dirinya.
Ayu pun memejamkan mata sekedar untuk mengusir segala pikiran buruk yang selalu menghantuinya.
Surya bersiap di depan pintu itu, Ayu memejam sambil tangannya meremas sprei di sisi kanan dan kirinya.
Surya menancapkan senjatanya ke inti itu. Suara jeritan Ayu menandai satu-satunya harta berharga miliknya yang dia jaga selama ini akhirnya diserahkan kepada suaminya.
Surya menatap wajah cantik Ayu yang mengkerut karena menahan rasa sakit yang luar biasa, robeknya dinding di bawah sana begitu terasa.
Surya memaju mundurkan pinggulnya mencari kenikmatan yang begitu memacu adrenalinnya.
Rintihan Ayu dibawah saja justru membuat Surya semakin bersemangat dan terus mendaki.
Hingga akhirnya Surya pun meraih puncaknya dan menumpahkan semua calon anak-anak di rahim Ayu.
Surua ambruk di atas tubuh Ayu dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Surya mengecupp kening itu dan membisikkan sesuatu yang membuat hati Ayu menganga.
"Aku mencintaimu... Puspa!"