Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.
dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.
Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.
Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.
Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Pilihan Bebas Melawan Obsesi Abadi
Haiii Guys sebelum baca di biasakan klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi.
Happy reading 🌷🌷🌷
...****************...
(Risa/Elena Von Helberg, Darius Sterling, Serafina Lowe, Lucien De Martel)
Jeritan Lucien menusuk keheningan jurang Nexus, yang seharusnya menjadi titik stabil di Dimensi Keseimbangan. Itu bukan lagi jeritan Logika yang dingin, melainkan raungan obsesi yang familier dan menakutkan, seperti kembalinya gelombang pasang yang telah lama ditahan.
Lucien, si Keeper of the Void, jatuh ke samping. Dia kini berdiri dengan postur The Obsidian Monarch—berdiri tegak, baju besi abu-abu keperakannya memancarkan kilatan emas Obsesi yang liar. Dia telah retak. Logika Keeper yang dingin telah didominasi oleh keinginan Obsesi yang abadi.
Di tangannya, Lucien tidak memegang giok. Dia memegang Cahaya—esensi kehidupan Serafina Lowe, yang ia tarik keluar saat ritual dimulai. Itu tampak seperti bola energi murni yang tenang, memancarkan kehangatan halus dan denyut kehidupan, memancarkan aroma bunga musim semi, yang terasa kontras mengerikan dengan dinginnya jurang.
“Aku telah melihat Keseimbanganmu, Arsitek. Dan aku telah melihat kelemahan terbesarmu. Aku tidak akan memakanmu. Aku akan mengambil pilihan bebas-mu.”
“Jika kamu menyegelku, kamu akan kehilangan Cahaya-mu! Aku adalah obsesi yang abadi! Dan aku akan mengklaim apa yang menjadi hakku! Perhatikan, Arsitek! Perhatikan bagaimana Obsesi kembali!”
Darius segera melompat ke depan, pedangnya terhunus, siap menyerang Lucien. Namun, dia berhenti. Dia tidak bisa menyerang. Lucien memegang jiwa Serafina.
"Lucien! Lepaskan dia!" raung Darius, suaranya parau oleh emosi, melupakan semua Logika dan Strategi.
Serafina, yang kini hanya tersisa cangkang fisiknya, roboh di pelukan Darius, tubuhnya dingin dan sangat lemah, seperti lilin yang hampir padam.
Lucien tersenyum—senyum Obsesi yang penuh kemenangan. "Pilihan bebas? Tidak ada. Hanya Obsesi. Kamu memilih cinta. Kamu memilih Keseimbangan. Dan aku memilih untuk menghancurkannya. Segel aku, dan Cahaya ini akan mati."
Risa merasakan kepalanya sakit, tetapi dia menolak untuk membiarkan kepanikan menguasai. Ini adalah momen kebenaran. Ini adalah puncak dari semua Obsesi dan Arsitektur.
"Kamu salah, Lucien," kata Risa, suaranya dingin dan stabil, memaksakan kendali. "Kamu tidak memegang Cahaya Serafina. Kamu memegang esensi hidup-nya, yang kamu ambil ketika dia memelukmu. Tetapi Cahaya Murni-nya... itu sudah dia lepaskan ke dalam desain Segel-ku."
Lucien terkejut. "Bohong! Aku melihatnya, Arsitek! Aku merasakan kehangatan yang kuat!"
"Kamu hanya merasakan kehangatan yang dipilih Serafina untuk dilepaskan agar kamu bisa memegangnya," balas Risa. "Itu adalah umpan terakhirnya. Dia tahu kamu tidak akan bisa menahan dirimu. Kamu adalah Obsesi, Lucien. Dan Obsesi selalu memilih untuk memiliki, bahkan jika itu adalah hal yang salah."
Risa menoleh ke Darius. "Darius! Jangan dengarkan dia! Dia tidak memegang segalanya! Dia hanya memegang ancaman! Kita harus menyelesaikan ritualnya!"
Darius menatap Serafina yang pucat di pelukannya, lalu ke Cahaya yang dipegang Lucien. Dia melihat keraguan di mata Risa.
"Risa," bisik Darius. "Jika kamu salah... Serafina akan mati. Aku tidak bisa mengambil risiko itu."
Risa melepaskan diri dari desain ritual dan berjalan menuju Darius. Dia memegang wajah Darius, memaksa kontak mata yang intens. Waktu terasa melambat hingga berhenti.
"Ini bukan tentang Logika, Darius," bisik Risa, air mata akhirnya mengalir, tetapi suaranya tegas. "Ini tentang Pilihan Bebas. Obsesi Lucien selalu tentang memaksakan takdir. Dia ingin aku menyegelnya karena takut—takut akan takdir buruk Serafina. Itu adalah takdir yang dipaksakan."
"Apa pilihan bebasnya?" tanya Darius, memeluk Serafina erat-erat.
"Pilihan bebasnya adalah: kita tidak takut," jawab Risa, suaranya mengandung semua kekuatan Arsiteknya. "Obsesi-nya hanya valid jika kita bereaksi terhadap rasa takut. Kita harus bertindak berdasarkan cinta, bukan rasa takut."
Risa mencium Darius—ciuman yang panjang, dalam, dan penuh sumpah. Ciuman itu adalah deklarasi bahwa di tengah kehancuran dimensional, pilihan untuk mencintai dan memilih kehidupan adalah kebenatan tertinggi.
"Kamu adalah Keseimbangan," bisik Risa, melepaskan ciuman itu, tetapi tangannya tetap di wajahnya. "Aku adalah Arsitektur. Kita akan menyerang esensi Obsesi-nya, bukan esensi hidup Serafina. Kita akan menyegel Lucien, tetapi kita akan membuat Obsesinya melayani Keseimbangan."
"Bagaimana?" tanya Darius.
"Obsesi Lucien adalah tentang memiliki segala sesuatu. Termasuk Segel Permanen ini," jelas Risa. "Kita akan memberinya apa yang dia inginkan. Tapi kita akan membuatnya melayani kita."
Risa kembali ke desain ritual. Dia mengambil Cahaya Murni (yang sudah ditanamkan Serafina) dan memodifikasi Segel Permanen.
Risa mulai memetakan. Dia tidak lagi membuat Segel untuk mengunci Lucien, tetapi Segel untuk mengharuskan Lucien untuk mengunci.
"Lucien! Aku akan memberimu apa yang kamu inginkan!" teriak Risa. "Segel Permanen ini akan menjadi milikmu! Kamu akan menjadi Raja Ketiadaan! Tapi kamu akan menjadi Raja yang abadi!"
Lucien tertawa histeris. "Bagus! Kamu akhirnya mengerti! Aku menang!"
"Tentu saja kamu menang, Obsesi!" balas Risa. "Obsesi itu selalu menang! Tapi Raja Abadi harus melindungi wilayahnya! Desain Segel ini, Lucien, mengharuskanmu untuk melindungi Dimensi Keseimbangan. Keberadaanmu kini terikat pada stabilitas dimensi ini!"
Lucien tiba-tiba terlihat bingung. Dia, sebagai Obsesi, tidak bisa menolak hadiah yang menawarkan kekuasaan abadi, tetapi Logika Keeper-nya tahu konsekuensinya.
"Kamu adalah Arsitek yang paling kejam," desis Lucien. "Kamu menjebak Obsesi dalam kewajiban."
"Kamu bisa menghancurkan esensi hidup Serafina," kata Risa, matanya memancarkan cahaya dimensional yang kuat. "Tapi jika kamu melakukannya, kamu akan menghancurkan titik kehangatan dalam desain Segelku. Segel itu akan menjadi dingin dan rapuh. Obsesi-mu tidak akan bertahan lama. Kamu akan menjadi Raja yang tidak kekal."
Lucien gemetar. Dilema yang sempurna. Obsesi ingin memiliki (Segel Abadi), dan Obsesi ingin menghancurkan apa yang dicintai rivalnya (Esensi Serafina). Tetapi Obsesi ingin memiliki lebih dari segalanya.
Tiba-tiba, Serafina, yang berada di pelukan Darius, membuka matanya. Meskipun tubuhnya lemah, dia tersenyum—senyum yang penuh ketenangan.
Dia berbicara, suaranya hanya bisikan, tetapi mengalahkan semua kebisingan dimensional.
"Lucien," bisik Serafina. "Aku tidak takut padamu. Aku memilih memberikan esensi hidupku untuk Segel Permanen ini."
Dengan gerakan yang mengejutkan, Serafina mengulurkan tangan ke esensi hidupnya, yang dipegang Lucien.
"Jika kamu menghancurkannya, itu adalah keputusanmu," kata Serafina. "Tapi jika kamu menyegelnya ke dalam Segel Permanen, Obsesi-mu akan selamanya terikat pada Cahaya-ku. Kamu akan selamanya menjaga Cahaya itu, Lucien."
Lucien tidak bisa menahan konflik ini. Obsesi-nya ingin memiliki Cahaya Abadi, dan Logika-nya tahu ini adalah cara paling stabil untuk menjadi Raja Ketiadaan Abadi.
"Kamu adalah penyiksa yang paling kejam," erang Lucien.
Lucien menjatuhkan Esensi Hidup Serafina ke tengah desain Segel Permanen.
"Milikku!" raung Lucien. "Aku akan menjadi Raja yang abadi! Aku akan melindungi Segel ini!"
Risa segera bertindak. "Darius! Sekarang! Keseimbangan! Jadikan dia stabil! Serafina! Cahaya! Biarkan dia menjadi abadi!"
Darius, The Shield, mengarahkan sihir Sterling murninya ke seluruh Nexus. Dia tidak menyerang Lucien. Dia menyerang ketidakstabilan. Dia mengikat Segel Permanen itu dengan sihir Keseimbangan yang murni.
Serafina, dengan kekuatan terakhirnya, menyalurkan Cahaya Murni ke dalam esensi hidupnya yang kini telah menjadi Inti Segel.
Risa, sang Arsitek, menggunakan semua energi dimensional netral yang tersisa, memaksakan Desain Permanen ke Lucien.
Lucien De Martel menjerit. Bukan jeritan Obsesi, tetapi jeritan integrasi. Baju besi abu-abu keperakannya bersinar, dan dia mulai tenggelam ke dalam tanah, ke dalam Nexus. Dia tidak mati; dia menjadi bagian dari arsitektur dimensi itu.
Dia menjadi Segel.
Dalam momen terakhirnya, Lucien menatap Risa. Dalam tatapan itu, ada kejelasan dingin Keeper, tetapi juga kilatan kecil kekaguman manusia yang telah ia lupakan.
"Aku adalah Keeper of the Void," bisik Lucien. "Aku adalah Segel yang abadi. Permainan telah berakhir, Arsitek."
Lucien lenyap. Nexus itu bersinar. Segel Permanen telah tercipta.
Risa jatuh ke pelukan Darius, kelelahan total.
Keheningan melanda jurang itu. Segel Permanen telah tercipta. Dimensi Keseimbangan telah diselamatkan.
Darius memeluk Risa erat-erat, air mata membasahi wajahnya. "Kita berhasil, Risa. Kamu berhasil. Kita memilih hidup."
Mereka menoleh ke Serafina. Tubuhnya pucat, tetapi matanya memancarkan Cahaya yang stabil. Esensi hidupnya telah menjadi Inti Segel, tetapi Cahaya Murninya tetap bersamanya.
"Aku aman," bisik Serafina. "Aku... aku merasakan kehangatan yang abadi dari Lucien. Dia menjaga Cahaya itu."
Risa tersenyum. Akhirnya. Obsesi telah dikalahkan oleh kewajiban yang abadi.
Mereka meninggalkan jurang itu, berjalan menuju perbatasan Timur. Hutan yang dulu layu kini berangsur-angsur kembali hijau.
Darius dan Risa berjalan beriringan, tangan mereka saling menggenggam, di bawah sinar matahari pagi. Mereka telah melewati api, Ketiadaan, dan Obsesi. Mereka memilih cinta. Mereka telah menang.
Mereka tiba di perbatasan Timur. Para Ksatria Giok yang tersisa menyambut mereka dengan sorak-sorai yang parau. Komandan Jada segera berlari menghampiri mereka.
"Kamu berhasil!" teriak Jada, lega. "Segelnya! Ancaman telah berakhir!"
"The Weaver terperangkap, dan Lucien adalah penjaga abadi," jelas Risa, kelelahan tetapi puas.
Tiba-tiba, Komandan Jada tidak melihat Risa, atau Serafina. Dia melihat Darius.
"Darius! Kamu... kamu memiliki mata yang bersinar!" kata Jada, dengan ekspresi horor.
Risa dan Serafina menoleh. Darius memegang tangan Risa, matanya menatap ke kejauhan dengan pandangan yang dingin dan dingin.
"Darius? Ada apa?" tanya Risa.
Darius menoleh ke Risa. Matanya bukan lagi abu-abu kehangatan Sterling. Mereka memancarkan kilatan biru muda yang dingin—warna yang sama dengan Logika Observer.
Darius menyentuh pipi Risa. Itu bukan sentuhan penuh cinta, tetapi sentuhan perhitungan.
“Pilihan bebas? Obsesi? Tidak ada, Risa. Di Dimensi Ketiadaan, ketika aku menyalurkan sihir murni untuk menahan Segelmu… aku melihat Logika Lucien. Aku melihat desainmu. Dan sekarang, aku memahaminya. Aku adalah Logika Murni yang ia butuhkan untuk stabilitas. Aku adalah The Shield yang tidak akan pernah goyah.”
Bersambung....