【Baik, Cantik×Ganteng+Perselingkuhan,Cinta Segitiga+Cinta Manis, Komedi Romantis】Saat suamiku sibuk bermesraan bersama mantan kekasihnya, akupun tidak mau kalah! Dan pada akhirnya akupun memadu kasih dengan dia yang adalah......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CancerGirl_057, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 #
Saat meja kini sudah terisi empat sendok dan garpu masing-masing, aku membawa panci magic com beserta lauk pauknya.
Tidak biasanya aku sangat bersemangat menghidangkan makan malam seperti ini, karena biasanya aku dan mas Chris hanya berdua, itupun jar1a5qqqang sekali kami makan di meja makan. Mas Chris lebih sering membawa piring yang sudah terisi nasi dan lauk kedepan televisi.
"Wah, mba Ketty jangan report-repot gini, deh. Kayam kita ini tamu beneran ajah". Seru Andra. Iapun langsung duduk dan mengedarkan pandangannya ke area meja makan.
"Gak papa, Andra. Mba Ketty memang biasa kayak gini, siapin makanan seperti ini". Kata mas Chris.
"Mas kamu beruntung deh. Mba Ketty itu udah cantik, baik dan pintar masak pula!!" Puji Andre. Kali ini anak itu benar-benar membuatku malu, ia bahkan terang-terangan memujiku di depan suamiku.
"Ya jelas dong, mas mana mau punya istri jelek trus nggak bisa masak. Buang ke laut sana!" Jawab mas Chris dengan bangga.
"Sudah-sudah, ayo kita makan". Kataku.
Kembar makan dengan lahap, meski hanya dengan ayam kecap dan kerupuk, sedangkan mas Chris masih menoleh ke samping kanan dan kiri untuk mencari sesuatu yang tidak ada diatas meja.
"Ma, kamu nggak beli gorengan, ya?" Tanya mas Chris.
"Mbok Siti lagi sakit, Mas. Jadi nggak jual gorengan". Jawabku. Mbok Siti adalah salah satu orang yang menjual gorengan, disekitar rumah kami. Selain harganya murah, rasanya juga enak.
"Lha, memangnya cuma dia yang jualan gorengan?" Kamu kenapa nggak beli di luar sana, cari yang agak jauh kek!!" Ketus mas Chris kesal.
Aku tau, untuk menemani makan malamnya, suamiku biasanya meminta gorengan sebagai tambahan lauk. Namun aku tidak berpikir untuk membeli ke tempat yang lebih jauh lagi. Karena setahuku, mbok Siti libur 1 hari ini saja.
"Aku nggak sempat mas. Lagian cuma hari ini ajah kok. Esok mbok Siti udah jualan lagi". Jawabku.
"Alah bilang aja males beli yang jauh. Padahal kerjaanmu apa sih, dirumah, penggangguran ajah kok." Hardiknya.
Aku hanya diam, tidak lagi menanggapi perkataan mas Chris. Sedangkan Andre dan Andra, hanya bertukar pandang dan menatapku dengan iba. Mungkin pada dasarnya mereka sudah paham bagaimana sikap kakaknya.
Mas Chris mendengus kesal, ia menghela nafas kasar kemudian beranjak dari kursinya.
"Lho mas, nggak jadi makan?" Tanya Andra.
"Kalian aja yang makan, mas udah nggak nafsu." Jawabnya sambil berlalu pergi.
Sendok dan garpu yang sudah ku pegang. Perlahan ku lepaskan. Kini aku juga kini nggak berselera makan. Suamiku membuat nafsu makanku hilang seketika.
"Makan mba, nggak usah dipikirin". Ucap Andre sambil tersenyum padaku.
"Iya mba, makan aja. Nggak kaget sama sifat mas Chris, kebiasaan". Tambah Andra.
Aku menghela nafas panjang. Mas Chris memang selalu begitu, jika ada sesuatu yang salah dengan menu makanan, entah rasanya yang kurang pas, terlalu pedas, terlalu asin, hambar atau ada sesuatu yang lupa, misalnya membeli gorengan seperti tadi, maka dia akan mengamuk. Ia tidak segan-segan membanting piring dan membuang seisi mangkok berisi lauk yang ku masak.
Namun kali ini beruntung mas Chris tidak berbuat seperti itu. Mungkin ia malu karena ada adik kembarnya dirumah akan melihat perbuatannya.
Kini Andre dan Andra sudah menghabiskan makanan mereka, sedangkan aku baru makan beberapa sendok.
"Ayo mba, habiskan. Aku tungguin." Ujar Andre, Andra pun masih setia duduk menungguku hingga selesai makan.
Aku membereskan meja dan menyimpan lauk yang masih tersisa. Sedangkan Andre dan Andra saling berbisik entah apa yang mereka bicarakan.
"Mba, aku bantuin, ya?" Kata Andra, ia berjalan menuju wastafel untuk mencuci piring.
"Ehh nggak usah, mba bisa sendiri kok!!" Kataku.
"Mba,, nggak enak kita hanya menumpang disini tapi tidak mengerjakan atau membantu apa-apa!!" Andre menimpali.
"Ehh kalian disini!!" Tanya mas Chris. Suamiku itu berdiri di tengah-tengah pintu, tepat diantara ruang tengah dan dapur.
"Mau bantuin mba Ketty dulu, mas!!"" Jawab Andra.
"Nggak usah. Ngapain di bantu segala. Mba mu itu udah biasa kerja sendiri. Nanti malah jadi manja". Kata mas Chris.
"Mas, kok ngomong kayak gitu." Andre melirik ke kakaknya, seakan tidak setuju dengan baru saja apa yang mas Chris katakan.
"Memang kenyataannya begitu. Mba mu itu pengangguran, kalo nggak beres-beres rumah, mau apalagi dia.
Aku memandang Andre dengan menggelengkan kepala secara pelan, memberi isyarat padanya agar tidak membantah. Mas Chris tidak pernah bisa dikalahkan dalam hal berbicara, itu sebabnya aku tidak pernah membantah apa yang ia katakan meski aku benar dan dia salah.
Percuma saja, laki-laki seperti mas Chris pandai membolak-balikan keadaan. Ia pandai mendesak seseorang agar mengaku salah padahal benar.
"Kalian nonton TV aja, nanti mba buatin kopi." Ucapku pada Andra dan Andre. Mereka akhirnya meninggalkan dapur dan mengikuti mas Chris duduk diruang tengah.
Setelah aku selesai mencuci piring, aku menepati janjiku untuk membuatkan 3 gelas kopi.
"Diminum, mas." Ucapku pada mas Chris. Ia sibuk memainkan ponselnya dan tidak menjawabku. Setelah itu aku memberikan kembar masing-masing satu gelas kopi.
"Makasih lho mba, jadi ngerepotin". Andra bersuara, aku hanya mengangguk lalu kembali meletakkan nampan ke dapur.
Aku masuk ke dalan kamar untuk mengecek Ponselku. Merebahkan sejenak tubuhku diatas kasur. Aku menelusuri sebuah aplikasi berlogo F berwarna biru.
Tiba-tiba, TING!!!"
"Kok tumben ada yang inbox," gumamku, segera kubuka ikon bergambar foto profil si pengirim pesan.
[" Kopinya enak, mba. Makasih ya!!"] Tulis seseorang.
Aku tak langsung membalas. Ku buka dulu profil orang itu dan menelusuri berandanya.
Ternyata itu akun milik si kembar, tapi aku tidak tau siapa diantara mereka yang menggunakan akun tersebut.
Ting!!!
Aku kembali membuka pesan.
["Aku Andre, mba!!"]
["Oiya, sama-sama"]
Aku membalasnya singkat.
["Minta nomor whatsAppnya dong??"]
Balasnya lagi.
Tanpa banyak alasan, segera kukirim nomorku yang terhubung dengan aplikasi hijau bergambar telepon.
Sejak saat itu kami kami sering menyapa melalui pesan. Setiap pagi aku menyiapkan sarapan untuk mas Chris dan kedua adik kembarnya. Mereka tidak pernah mengeluh atau protes tentang makanan apapun yang aku sediakan.
Meskipun kedua adiknya legowo menerima apapun yang terhidang diatas meja, mas Chris selalu mengeluhkan sesuatu yang tidak-tidak. Kurang garam, terlalu pedas, kurang kuah dan banyak lagi kekurangan yang selalu iya lontarkan.
Sudah hampir 1 minggu si kembar ada dirumah kami, dan setiap hari mereka berangkat pagi mengirimkan surat lamaran langsung ke perusahaan yang diminati.
Siang ini aku, dapati keduanya pulang lebih awal. Jam sepuluh, saat seharusnya mereka masih berkeliling mengirim surat lamaran, kini sudah kembali ke rumah dengan raut wajah bahagia.
"Tumben pulang cepat?" Sapaku saat mendapati keduanya turun dari motor.
"Iya, mba. Kami udah keterima di pabrik pengolahan kelapa sawit. Masih 1 perusahaan dengan mas Chris". Jawab Andra.
Wah, syukur deh kalo begitu".
Aku mengucapkan selamat atas keberhasilan mereka. Keduanya duduk diruang tamu menceritakan posisi apa yang akan mereka tempati saat bekerja nanti.
"Aku dibagian quality Control, mba. Kalo Andra mandornya, dipengawas". Jelas Andre.
Akupun turut bahagia mendengar kabar ini, paling tidak, ijazah mereka tidak sia-sia. Lagipula untuk ukuran perusahaan yang mereka maksud, menjadi karyawan adalah hal yang sangat sulit. Namun kembar sangat beruntung, mereka langsung mengikuti training untuk pengangkatan karyawan tetap, itu karena mereka memiliki ijazah sarjana yang sesuai di bidang industri.
Setelah mendengar cerita mereka, aku pergi ke dapur, berniat membuat kopi. Namun tiba-tiba, Andre mengikutiku di belakang.
"Mba", ucapnya pelan. Aku menoleh setelah meletakkan panci berisi air diatas kompor.
"Ada apa Ndre? Kok kamu kelihatan kok nggak senang sih, padahal baru di terima kerja?" Tanyaku pada Andre.
"Kalo aku udah kerja, kira-kira Mas Chris masih ijinin kita tinggal di rumah nggak yaa?" Tanya Andre.
"Yaa, boleh dong, kan kalian adiknya!" Jawabku.
"Beneran boleh ya mba?" Tanyanya lagi untuk memastikan. Aku hanya mengangguk.
Aku menuang gula dan kopi ke dalam gelas kaca, lalu menuangkan air diatasnya. Sedangkan Andre, masih berdiri mematung di dekat kompor, padahal aku hampir selesai mengaduk kopi.
"Biar aku yang bawa, mba". Kata Andre, iya meraih nampan yang sudah terlanjur ku angkat.
Namun entah mengapa, ia tidak memegang nampan dari sisi lain, justru Andre memegang kedua tanganku. Mata kami saling bertemu, membuat jantungku berdebar hebat hingga ingin terlempar dari dalam kerongkongan.
"Kalian ngapain?" Teguran dari seseorang yang berdiri di pintu dapur, membuat aku terkejut dan hampir melepaskan nampan di tangan.