kisah lama yang belum usai, membuatku masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku selalu menyesali apa yang terjadi saat itu, aku selalu menginginkan masa itu terulang kembali. Walaupun aku tau itu mustahil, aku tetap memimpikannya. Aku ingin memperbaiki kesalahanku yang besar kepada cinta pertamaku, karena aku sudah menghancurkan hatinya sampai tak berbentuk. Masih pantaskah aku jika menginginkannya kembali padaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan 30
‘PRANG!!
Prince memukul foto pernikahan Teresa dan Arnold yang terpajang di depan gedung. Dia memukulnya dengan tangan kosong. Memecahkan kaca besar yang menutupinya, membuatnya pecah tak berbentuk. Prince hanya terdiam sembari menatap tajam foto yang pecah di depannya, dia tidak peduli dengan tangannya yang berdarah. Zeva yang melihat kejadian itu sampai memekik ketakutan, sementara Leo hanya menatap Prince tak percaya.
“Teresa, aku adalah orang yang paling membencimu di dunia ini,” batinnya.
Prince pergi begitu saja, meninggalkan sebuah tempat yang menghancurkan hatinya. Luka yang besar sudah tergores di hatinya, menimbulkan bekas luka yang akan sulit untuk di hilangkan. Bahkan untuk melupakannya saja mungkin sulit, karena rasa sakit itu masih tetap ada sampai waktu yang tidak terbatas.
Angin kencang di sertai hujan seperti mengiringi kekecewaan di hatinya, kebencian itu semakin besar dia rasakan. Sekarang Prince menyadari, bahwa cinta bukan hanya di penuhi dengan kebahagiaan, tapi juga ada kesedihan dan penderitaan di dalamnya.
Prince masuk kedalam apartemennya, dia terdiam menatap seluruh ruangan yang sedang dia pijak. Hampir seluruh bagian apartemennya memiliki kenangan bersama dengan Teresa. Bayangan kebersamaannya dengan gadis itu, membuat Prince tersenyum getir menahan rasa sakit di hatinya.
Kakinya perlahan mulai melangkah memasuki ruangan televisi, diatas meja dia melihat buku-buku tebal milik Teresa. Buku tentang hukum yang dia beli khusus untuknya. Tapi semuanya sia-sia, karena semuanya sudah berakhir sekarang.
“Kau mengingkari janjimu Teresa.”
“Janji untuk berkuliah bersama di Star University. Apakah itu hanya lelucon bagimu?” Ucapnya sembari menatap buku tebal itu.
Kakinya perlahan maju untuk mendekati buku itu, dia meraihnya dan menatapnya sedikit lebih lama. Dia mengingat kembali saat dia membeli buku ini, saat hujan gerimis dengan mengayuh sepeda. Saat itu dia sangat bahagia dan bersemangat untuk memberikan buku ini kepadanya. Tapi semuanya hanyalah tinggal kenangan, tidak berguna dan sia-sia.
Prince melemparkannya kedalam tempat sampah. Membiarkannya bergabung dengan sampah-sampah lainnya. Tatapannya begitu benci melihat buku yang masih sedikit terlihat dari penutup tempat sampahnya.
“Sampah!” Ucapnya.
Kemudian Prince menatap tangannya yang terluka, dia merasakan rasa sakit yang tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya. Dengan menegakkan bahu, dia berusaha menguatkan dirinya sendiri. Berjalan menuju wastafel dan mengguyur lukanya dengan air mengalir.
Sembari membersihkan lukanya, matanya beralih pada kaca besar yang ada di hadapannya. Prince menatap dirinya sendiri, dia sadar bahwa kepergian Teresa membuat perubahan yang besar dalam hidupnya. Prince menyadari, bahwa dia sudah kehilangan senyuman bahagia di wajahnya.
“Ini membuatku gila.”
“Setelah tidur denganku, kau pergi meninggalkanku dengan luka sebesar ini. Setidaknya berikan aku cara untuk menyembuhkan lukanya.”
Prince tersenyum tipis setelah mengatakan semuanya. Dia melangkah menjauh dari wastafel, langkahnya terhenti saat dia hendak melewati kamarnya. Matanya melihat kearah sebuah bingkai foto besar yang terpasang di dinding kamar. Dia masuk kedalam, lalu menyalakan lampu agar penglihatannya semakin jelas.
“Tanganku sudah terluka, jadi aku tidak bisa memecahkannya kali ini.” Ucapnya sembari memandangi foto Teresa di sana.
Prince terdiam menatap penyebab luka terbesar di hatinya. Kini tatapannya bukan lagi tatapan penuh cinta yang hangat, melainkan tatapan kekecewaan dan kebencian yang sangat besar.
“Aku tidak akan membalas dendam padamu Teresa. Hanya saja, mari kita jangan bertemu lagi. Menjauhlah dariku sebisamu, anggap saja kisah kita tidak pernah terjadi. Aku tidak ingin menjadi bagian dari kisahmu lagi, sudah cukup bagiku untuk mengenal gadis sepertimu. Cantik, tapi sangat menyakitkan.” Prince.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara di tempat lain, di kediaman Adia yang megah. Teresa memegangi pipinya yang baru saja di tampar oleh ibunya sendiri. Air matanya masih mengalir deras sejak keributan itu terjadi. Sampai detik ini, Teresa masih terisak menangisi perpisahannya dengan Prince.
“Apa dia kekasihmu?” Ucap Diana menatapnya tajam.
“Ya! Dia kekasihku!” Teriak Teresa, tapi mulutnya langsung di bungkam oleh Diana.
“Jangan pernah katakan hal ini dengan keluarga Adia! Jika mereka bertanya, kau hanya bisa menjawabnya dengan berbohong!” Tegas Diana.
“Aku akan menjawab bahwa dia adalah kekasihku,” ucap Teresa sembari memeluk kakinya sendiri.
“Kau hanya bisa mengatakan bahwa dia hanya terobsesi mengejarmu. Setidaknya jawaban itu bisa menyelamatkannya,” ucap Diana tersenyum tipis kepada lawan bicaranya.
“Apa maksudmu?” Tanya Teresa mulai cemas.
“Keluarga Adia pasti akan menyulitkannya jika mereka tau bahwa dia adalah kekasihmu,” ucap Diana terkekeh.
Teresa menghentikan tangisannya, lagi-lagi dia seperti dipaksa untuk terjun dari ketinggian sekarang juga. Dia tidak ada pilihan lain selain menuruti perkataan ibunya, walaupun semua itu pasti akan menyiksanya.
“Jangan ganggu dia, biarkan dia menjalani hidupnya dengan tenang. Sebagai gantinya, aku akan menjadi menantu yang baik bagi keluarga Adia,” ucap Teresa menatap wajah ibunya.
“Nah akhirnya kau paham sekarang, kau memang bagian dari keluarga Tao,” ucap Diana mengelus puncak kepala Teresa.
Di dalam kediaman yang megah, keluarga Tao dan keluarga Adia telah bergabung menjadi satu dalam sebuah ruangan bernama ruang keluarga. Karena hubungan mereka baru saja berubah menjadi satu keluarga, dan malam ini mereka harus merayakannya.
Teresa hanya menatap kosong makanan dan minuman di depannya, dia tidak mempunyai energi walau hanya sekedar memiringkan bibir untuk membentuk sebuah senyuman palsu. Ia sedikit tersentak saat ibu mertuanya menyatukan tangannya dengan Arnold. Dalam diamnya Teresa, sesungguhnya dia ingin sekali menangis saat ini juga.
“Kalian sudah menjadi sepasang suami istri, semoga hubungan kalian langgeng sampai maut memisahkan!” Ucap Kenan.
Teresa hanya membalasnya dengan senyuman tipis dan anggukan kepala yang singkat. Saat ibu mertuanya menjauh, Teresa langsung menjauhkan tangannya dari Arnold. Tapi, tatapan Diana kepadanya justru seperti memperingatkannya agar jangan melewati batas.
“Siapa pria muda tadi Teresa?” Ucap Kenan, akhirnya dia benar-benar menanyakan tentang Prince.
“Dia hanya seorang pria yang mengejarku ibu, aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya,” jawab Teresa di penuhi dengan kebohongan.
“Ahh wajar saja dia megejarmu sampai segila itu, karena dia benar-benar terpikat dengan kecantikanmu,” ucap Kenan, dan hanya dibalas senyuman tipis oleh Teresa.
Acara perayaan pernikahan ini berlangsung cukup lama, terasa sangat memuakkan bagi Teresa. Dia hanya terdiam sembari menatap orang-orang yang bahagia diatas penderitaannya. Suara tawa ayah dan ibunya adalah suara yang paling terdengar keras disini. Mereka sama sekali tidak peduli dengan penderitaan yang akan Teresa alami di masa depan nanti.
“Kurasa kau harus mengantarkan Arnold ke kamar sekarang Teresa,” ucap Kenan.
“Baik ibu,” ucap Teresa dengan sopan.
Teresa mendorong kursi roda menjauh dari keramaian, dia mulai membuka pintu kamar yang akan dia tempati kedepannya. Sebuah kamar yang sangat luas yang di dominasi warna merah dan emas yang mewah. Setelah pintu tertutup, Teresa mulai berjongkok untuk menatap Arnold yang juga menatapnya.
“Aku akan membantumu untuk naik ke tempat tidur,” ucap Teresa.
Setelah memapah Arnold, Teresa pergi masuk ke kamar mandi. Dia menguncinya dari dalam, menyalakan semua kran air yang ada. Lalu dia duduk diatas toilet yang tertutup, menutupi wajahnya dengan tangan dan menangis dengan keras.
“Maafkan aku!”
“Maafkan aku Prince!”
“Setelah memberikan luka yang besar, aku berani lancang karena masih mencintaimu dengan begitu besarnya. Aku akan selalu mengingatmu Prince, aku akan memberikan tempat yang luas di hatiku untukmu. Aku akan selalu mengucapkan 100 kalimat permintaan maaf di setiap harinya. Aku akan hidup dengan menderita sebagai gantinya. Akan aku pastikan bahwa hidupku tidak akan pernah bahagia karena telah menyakitimu.” Teresa.
...----------------...