Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan
Tak terasa telah satu bulan Khanza tinggal di rumah Dokter Vania. Gadis itu senang karena ada teman buat cerita. Dengan dua orang bidan yang bekerja dengannya, Vania tak bisa dekat. Mereka juga terlalu segan bergabung dengannya.
Pakaian dan barang milik Khanza telah di jemput dari rumah kontrakannya. Dia hanya membawa sedikit barang, karena memang dia tak memiliki banyak barang-barang berharga.
Khanza telah mengirim lamaran ke beberapa perusahaan. Dipta pernah menawari untuk bekerja di perusahaan miliknya, tapi wanita menolak. Dia tak enak hati karena sudah terlalu banyak di tolong. Namun, jika memang hingga lama, tak ada panggilan juga, dia mungkin akan mempertimbangkan tawaran itu.
Pagi hari, Khanza membantu bibi membuatkan sarapan. Vania begitu menyukai makanan yang di masak wanita itu. Begitu juga dengan Dipta.
Seperti pagi ini, Dipta yang akan berangkat ke kantor sengaja mampir ke rumah Vania untuk sarapan masakan yang di buat Khanza. Saat sampai dia langsung menuju dapur.
"Masak sarapan apa hari ini, Khanza?" tanya Dipta.
"Aku buat mie goreng seafood. Mas Dipta suka?" Khanza balik bertanya.
"Apa pun yang kamu masak pasti aku suka," jawab Dipta.
"Mas Dipta bisa saja membuat orang senang," balas Khanza.
Dia lalu mulai membersihkan seafood, berupa udang dan cumi. Setelah itu saat akan membersihkan yang lainnya Dipta berkata, "Apa ada yang bisa aku bantu? Biar cepat mateng."
Khanza tersenyum sambil mempersiapkan mie. "Mas Dipta, bisa tolong potong sayuran itu ya, biar lebih cepat selesainya," pinta Khanza sambil menyerahkan pisau dan talenan kepada Dipta.
Dipta mengambil pisau dan mulai memotong sayuran dengan cekatan. "Siap, aku akan bantu masak hari ini, Khanz," katanya sambil tersenyum.
"Terima kasih, Mas."
Belum lama mereka berdua di dapur, Vania yang baru selesai mandi dan telah berpakaian rapi langsung menuju dapur. "Apa yang sedang kalian buat?" tanya Vania sambil mengendus aroma masakan yang sedap.
Saat melihat Dipta yang sedang memotong sayuran, Vania jadi terkejut. "Dipta, kamu mau memasak? Kamu kan paling anti ke dapur?" Vania bertanya dengan nada yang sedikit heran.
Biasanya Dipta tak mau menolong saat dia masak dengan alasan tak mau tubuhnya bau bawang dan asap.
Dipta tersenyum dan mengangkat bahu. "Hari ini berbeda, aku ingin membantu Khanza. Lagipula, mie goreng seafood itu enak banget. Aku tak sabar ingin mencicipi," jawab Dipta sambil terus memotong sayuran.
Khanza tersenyum mendengar kedua orang itu sedikit berdebat. Dia terus saja mengaduk mie di wajan. "Aku senang sekali Mas Dipta mau membantu aku hari ini. Jadi mie gorengnya bisa agak cepat selesai," kata Khanza sambil tersenyum.
"Aku akan selalu siap membantu kamu memasak. Aku yakin Vania juga senang, biar masakan kamu cepat mateng."
Vania mengangguk tanda setuju dan dia lalu duduk di meja sambil mengamati Khanza dan Dipta yang sedang masak. Ada perasaan yang berbeda, tapi dia berusaha menepisnya.
"Aku tidak sabar mencicipi mie goreng seafood buatan Khanza. Pasti enak banget," kata Vania mengalihkan obrolan, sambil mengawasi Khanza yang memasak.
Setelah beberapa menit, Khanza selesai memasak dan menyajikan mie goreng seafood di atas piring. "Selesai! Mari kita makan bersama-sama," ajak Khanza sambil tersenyum.
Ketiga orang itu kemudian duduk bersama dan menikmati mie goreng seafood yang lezat. "Enak banget, Khanz!" kata Dipta sambil mengacungkan jempol.
Vania mengangguk setuju. "Iya, enak banget. Khanza, kamu memang jago masak," puji Vania.
Khanza tersenyum dan merasa bahagia karena kedua orang itu menikmati masakannya. "Terima kasih Mbak, Mas. Aku senang kalian suka," kata Khanza sambil tersenyum.
Saat mereka sedang asyik dengan makanannya, tiba-tiba Khanza berdiri. Dia seperti sedang menahan sesuatu.
'Maaf, Mbak, Mas, aku pamit ke toilet sebentar," ucap Khanza.
Khanza merasa perutnya mual ingin muntah. Hal ini sudah seminggu dia rasakan. Vania dan Dipta melanjutkan makannya.
Di kamar mandi, Khanza memuntahkan semua yang ada dalam perutnya. Selalu begini, dan akan lebih parah saat pagi hari.
"Apa aku periksa saja ya dengan Mbak Vania, mungkin saja dia tau penyakit apa yang sedang aku idap. Sudah seminggu aku merasa pusing dan mual. Rasanya ingin tidur saja," gumam Khanza pada dirinya sendiri.
Setelah merasa perutnya agak enak dan tak merasa mual lagi, Khanza membasuh bibirnya. Takut ada sisa muntahnya.
Khanza keluar kamar mandi dan ikut bergabung lagi di meja makan. Tapi dia tak meneruskan makannya lagi. Hal itu membuat Vania dan Dipta heran.
"Kenapa tak dilanjutkan makannya?" tanya Dipta.
"Aku sudah kenyang, Mas," jawab Khanza.
Vania lalu memandangi wajah Khanza. Dia melihat mukanya Khanza agak pucat. Dia merasa ada yang aneh pada wanita itu.
"Khanza, apa kamu sakit? Wajahmu agak pucat," ucap Vania.
"Aku sedikit pusing dan agak mual, Mbak," jawab Khanza.
"Sejak kapan kamu merasakan seperti itu?" Kembali Vania bertanya.
"Sudah hampir satu minggu, Mbak," jawab Khanza lagi.
"Maaf, Khanza. Sepertinya kita harus bicara. Aku juga harus periksa keadaanmu," ucap Vania.
Mendengar ucapan Vania, Khanza jadi sedikit cemas. Dia takut ada penyakit yang berbahaya sedang dia derita.
"Apa itu tanda aku mengidap penyakit, Mbak?" tanya Khanza dengan raut wajah kuatir.
Vania dan Dipta saling pandang. Pria itu langsung bisa paham. Sedangkan Khanza belum bisa berpikir apa pun mengenai apa yang dia rasakan saat ini.
"Aku tak tau, Khanza. Nanti aku coba periksa dulu keadaanmu," ucap Vania.
Khanza merasa jantungnya berdegup kencang saat mendengar Vania mengatakan akan memeriksa keadaannya. Dia mencoba untuk tetap tenang, tapi kecemasan mulai merayap di hatinya. "Penyakit apa yang sedang dia idap saat ini?" tanya Khanza dalam hatinya.
Khanza mengambil napas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia tidak ingin Vania mengetahui kecemasannya.
Semoga kalean selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu di jaga oleh mama Reni 🤗🤗😍😍
tapi kali ini dia berada di tempat yang tepat.
tanpa ada konflik dalam hubungan orang...
semoga kamu betah ya Khanza...
hadapi rintangan dengan senyuman...