Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Arsenio masuk ke dalam rumah yang dipenuhi oleh pelayan-pelayan yang menundukkan kepala hormat seraya berkata, "Selamat datang, Tuan Muda!"
Tanpa membalas, Arsenio berjalan langsung ke dapur untuk menemui ibunya, Ellie, yang sudah memiliki tiga anak serta satu cucu, masih terlihat anggun dan cantik.
"Selamat siang, Mi," sapa Arsenio sambil mencium pipi Ellie.
"Kamu sudah pulang, Sayang?" tanya Ellie, menoleh dan menatap wajah tampan anak bungsunya yang begitu mirip dengan suaminya, baik wajah maupun sifat, walau Arsenio tampak lebih dingin.
Arsenio hanya mengangguk seraya berjalan menuju freezer untuk membasahi kerongkongannya.
Sesaat kemudian, Vincent, ayahnya yang baru saja memasuki dapur, langsung mendekap Ellie dari belakang dengan penuh cinta.
"Lo jangan sembarangan nyium istri cantik gue," selorohnya.
Duduk di bangku pantry, Arsenio balas mengejek. "Ck, itu aja pelit. Nanti kalo Nio punya cewek sendiri, aku bakal buat papi iri," katanya sembari tersenyum nakal.
"Lo bilang apa?" tanya Vincent, matanya bersinar menantang. "Mau tanding sama Papi, siapa yang paling mempesona?"
"Ingat umur, Pi. Seharusnya Papi udah mikirin di mana yang cocok buat kubur," sahut Arsenio, menaikkan alisnya.
Vincent tersenyum tipis dan berjalan mendekati Arsenio. "Anak kurang ajar! Do'ain papinya mati ya," katanya dengan nada bermain.
Ellie menghela nafas panjang. Dengan langkah cepat, dia mendekat dan menarik telinga keduanya, rasa jengah tak tersembunyi di wajahnya. "Bapak sama anak sama-sama nggak tahu di untung. Kalau kalian bermusuhan, orang-orang pasti nggak bakalan percaya lihat wajah kalian yang begitu mirip," tutur Ellie, menambahkan nada serius dalam candaan mereka.
Arsenio meringis sambil memegang tangan Ellie yang sedang memilin telinganya. "Sakit, Mi," keluhnya lemah.
Vincent yang juga mendapatkan nasib serupa, menyampaikan permohonannya dengan nada merayu, "Sakit, sayang. Udah, ya. Kita nggak bikin rusuh lagi."
"Sekelas mafia kok takut istri," ledek Arsenio, menyindir Vincent.
"Diam, lo! Lo nggak diajak," sahut Vincent sambil merengut.
Ellie hanya menambah kekuatan memilin telinga mereka, membuat Arsenio dan Vincent semakin merintih. "Ampun, Mi. Nio nggak lagi deh, Nio bakal sopan sama Papi." janji Arsenio.
Vincent pun turut mengusap tangan Ellie yang masih berada di telinganya. "Iya, sayang," ujarnya.
Ellie segera melepaskan cengkeramannya, tapi sebelum itu dia menarik cukup keras dua daun telinga itu. "Jangan di kasih kendor Mi," Tiba-tiba seorang pria yang sudah siap dengan baju casual, menuruni tangga meledek sepasang ayah dan anak.
Vincent menatap sang anak keduanya dengan tatapan tak suka. "Kamu malah ngeledek papi, Ano"
"Gak kok pi, aku ledek adek," Pria yang bernama Keano itu malah berjalan mengacak-acak rambut adik bungsunya dan membuat Arsenio terlihat kesal.
"Adek abang yang manis ga boleh kayak gitu ke papi ya, dosa," peringatan Keano mencubit dua pipi Arsenio. Bukannya suka dengan perlakuan abangnya, Arsenio malah semakin kesal.
"Becanda bang," sungut Arsenio.
Keano hanya terkekeh ringan berjalan menuju ke freezer.
"Gimana semalam, lancar?" tanya Vincent dengan mode serius.
Arsenio memberi jempol ke ayahnya. "Lancar sih, Pi, tapi jangan suruh aku lagi," ujar Arsenio.
"Itu seharusnya tugas abang Kenzo, tapi karena semalam ada peringatan kematian istrinya, Papa sengaja nggak minta bantuan dia. Lagian, semalam Papa sama Mama lagi dinner, jadi kamu yang pas kosong," jelas Vincent.
Arsenio melirik Keano, alisnya terangkat. "Maaf, bukan keahlian aku," sahut Keano, seolah-olah mengerti maksud adiknya. "Kamu sama abang Kenzo kan jago megang senjata kayak Papi, jadi wajar dong Papi minta bantuan kamu," timpal Kenzo.
"Iya," jawab Arsenio dengan malas.
"Emangnya kenapa? Ada yang lihat kamu bunuh orang?" tanya Vincent.
Arsenio hanya mengangguk. "Siapa orangnya? Biar Papi bungkam dia," kata Vincent.
"Jangan coba-coba sentuh dia ya, Pi. Aku nggak akan biarkan," tegas Arsenio.
Mendengar itu, Ellie, Vincent, dan Keano langsung memicingkan mata, menatap Arsenio dengan curiga. "Dia perempuan?" tanya Ellie dengan antusias.
Arsenio merasa wajahnya memanas, keceplosannya membuat hatinya gugup. Dia ingin segera menyelamatkan diri, naik ke kamarnya. Namun seketika, dia tersudut oleh Ellie dan Keano yang tampak penasaran.
Kedua tangannya Ellie melipat di dada sambil menatap tajam ke arah Arsenio. "Siapa dia, Dek? Cantik nggak orangnya?" tanya Ellie dengan penuh antusiasme.
Arsenio menggeleng cepat, "Ga ada, aku salah ngomong tadi," katanya mencoba berlalu, namun segera Ellie menahan bahu anaknya, memaksanya untuk duduk kembali.
Ellie menangkup wajah Arsenio dengan tangan yang bersemangat, "Ternyata anak mami normal," ucapnya dengan senyum lebar.
Arsenio mendelik tak percaya, "Mami pikir aku selama ini belok?" tanyanya dengan nada kesal.
Tanpa rasa bersalah, Ellie mengangguk sambil tersenyum puas. "Udah tahu cinta-cintaan anak mami," katanya lagi sambil menepuk-nepuk kepala Arsenio dengan penuh kasih, lalu memberi kecupan di kening anaknya.
Vincent menyelidik dengan tatapan heran. "Sayang, ngapain kamu cium-cium dia segala sih?" tanya dia.
Ellie hanya mendesah, "Kumat lagi deh," katanya lalu berjalan mengecup kening suaminya. Vincent hanya bisa tersenyum lebar mendapat kecupan tiba-tiba dari istrinya.
"Bayi besar cemburuan ternyata," Canda Ellie.
Keano dan Arsenio memandang dengan malas ke arah ayah mereka, matanya terlihat lesu seolah-olah telah menyerah pada rutinitas yang terus terulang.
"Keano, pulang kerja nanti bantu mami ya, kita buat syukuran untuk Arsenio, undang beberapa anak yatim."
"Siap, Mi," jawab Keano dengan nada yang patuh.
Arsenio mengerutkan kening, "Ga usah, Mi. Kayak aku baru lolos dari bencana aja," gumamnya, menanggapi saran ibunya dengan hati yang berat.
Ellie hanya tersenyum, penuh pengertian, "Tak apa, sekalian berbagi kebahagiaan dengan mereka."
Suasana menjadi lebih ceria ketika seorang gadis kecil berusia empat tahun, turun dari tangga dengan tergopoh-gopoh dalam gandengan seorang pria berpakaian kemeja putih dan jas tergantung di lengan. "Omah, opah, paman!" serunya dengan suara riang.
"Wah, cucu omah sudah cantik," puji Ellie dengan lembut.
Kenzo, pria matang yang merupakan anak sulung di keluarga itu, melepaskan gadis kecil itu yang langsung berlari menghampiri mereka.
Lily, berniat memeluk kaki Ellie, tapi tiba-tiba Arsenio menarik tangannya. "Si kecil sudah cantik nih, mau ke mana?" tanyanya sambil menarik kepang rambut Lily, yang langsung membuat gadis kecil itu merasa kesal dan memukul lengan Arsenio.
"Papa, lihat nih paman, bikin rambut Lily berantakan lagi," adu Lily pada Kenzo yang sudah duduk di meja makan. Kenzo hanya tersenyum, sudah terbiasa melihat adiknya selalu menggoda anaknya.
"Kamu cantik banget sih, Utun. Paman mau kiss dong," ucap Arsenio.
"Ga mau, ga suka sama Paman," balas Lily sambil berjalan dan mengibaskan kedua tangannya ke udara menuju Vincent, yang menyambutnya dengan hangat. "Aku lebih suka sama Opah," kata Lily sambil mencium pipi Vincent.
"Anak kecil juga tahu mana yang lebih mempesona," celetuk Vincent sambil mencubit pipi tembem Lily.
Arsenio hanya memutar mata, bosan melihat kelakuan narsis ayahnya. "Uh, gemesin deh," ucap Keano yang tiba-tiba datang dan mengacak-acak rambut Lily, membuat matanya berkaca-kaca.
"Huwaa, Paman Ano berantakin rambut Lily. Lily kan mau ke makam Mama," adu Lily pada Vincent.
"Nanti Omah rapiin lagi, jangan nangis dong," ucap Vincent dengan lembut.
"Paman Ano jahat," kata Lily. Semua orang terkekeh melihat tingkah lucu Lily.
Arsenio tiba-tiba bangkit. "Aku ke kamar dulu," pamitnya.
"Turun lagi ya, Sayang. Kita makan siang bersama," celetuk Ellie. "Dan semangat ngejar ceweknya," canda Ellie, menggoda sang anak. Arsenio hanya menanggapi dengan senyuman.
"Syukurlah traumanya benar-benar sudah sembuh," ucap Ellie dengan nada sendu.
"Berkat kamu sayang,"ucap Vincent memegang tangan Ellie memberi kekuatan.