Pernikahan Arya dan Ranti adalah sebuah ikatan yang dingin tanpa cinta. Sejak awal, Arya terpaksa menikahi Ranti karena keadaan, tetapi hatinya tak pernah bisa mencintai Ranti yang keras kepala dan arogan. Dia selalu ingin mengendalikan Arya, menuntut perhatian, dan tak segan-segan bersikap kasar jika keinginannya tak dipenuhi.
Segalanya berubah ketika Arya bertemu Alice, Gadis belasan tahun yang polos penuh kelembutan. Alice membawa kehangatan yang selama ini tidak pernah Arya rasakan dalam pernikahannya dengan Ranti. Tanpa ragu, Arya menikahi Alice sebagai istri kedua.
Ranti marah besar. Harga dirinya hancur karena Arya lebih memilih gadis muda daripada dirinya. Dengan segala cara, Ranti berusaha menghancurkan hubungan Arya dan Alice. Dia terus menebar fitnah, mempermalukan Alice di depan banyak orang, bahkan berusaha membuat Arya membenci Alice. Akankah Arya dan Alice bisa hidup bahagia? Atau justru Ranti berhasil menghancurkan hubungan Arya dan Alice?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna BM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5. Menyesal
Arya membelalakkan matanya lebar-lebar. "Tidak mungkin. Ini tidak mungkin," gumamnya.
"Apanya yang tidak mungkin. Jelas-jelas kamu nodai aku. Dan sekarang? Sekarang berarti aku sudah ternoda sama kamu? Hiks hiks hiks."
Ranti mencoba menangis. Walau pun tangis itu adalah tangis buatan. Sama halnya darah itu pun buatan Ranti semalam, dengan obat cair berwarna merah.
"Yang nodai aku itu kamu Ranti! Aku tidak pernah seperti ini!" Seru Arya sambil bergegas berdiri mengenakan pakaiannya. "Sudahlah, Aku pulang!"
"Ar! Arya!! Kamu jangan pulang dulu. Kamu harus tanggung jawab!" Ar!!"
Arya tidak menghiraukan panggilan Ranti, ia melangkah cepat keluar dari kamar itu.
Ia mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi otaknya terasa kosong. Saat ia mencoba bergegas pulang, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan di ambang pintu berdiri Helena dan Mike. Ekspresi mereka menunjukkan keterkejutan yang dibuat-buat.
"Arya! Apa yang kau lakukan?" suara Mike terdengar marah.
Arya menatap mereka dengan kebingungan. "Aku... Aku tidak tahu... Aku tidak ingat apa pun."
Helena memasang wajah penuh kekecewaan. "Bagaimana mungkin kau tidak ingat? Kau sudah menghancurkan kehormatan Ranti! Apa kau berniat meninggalkannya setelah ini?"
Arya semakin bingung. "Tidak! Aku tidak melakukan apa pun! Aku tidak tahu apa yang terjadi!"
Ucapan Helena sangat mendesak. Menjadikan Arya bingung luar biasa. "Kenapa semua bisa terjadi seperti ini?" pikirnya.
Tetapi saat itu, Ranti mulai menangis, berpura-pura menjadi korban. "Arya, aku mencintaimu... Aku tidak menyangka ini akan terjadi... Tapi sekarang, apa yang akan terjadi padaku? Keluargaku pasti akan malu..."
Arya mulai menyadari jebakan yang dibuat untuknya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Terlebih tanda merah di sprei, terlihat sedikit membercak.
Mike dan Helena terus memaksanya untuk bertanggung jawab. Kata-kata mereka seakan menekan dan membuatnya tidak punya pilihan lain. Dan akhirnya, dengan rasa marah dan putus asa, Arya menyetujui untuk menikah dengan Ranti
Namun, tidak ada cinta dalam pernikahan itu. Arya selalu merasa terjebak, sementara Ranti berusaha terus menahannya dengan segala cara. Ia mengontrol hidup Arya, membatasi ruang geraknya, dan selalu berusaha menjaga agar Arya tetap bersamanya, meskipun hatinya tidak pernah ada untuk Ranti. Meski pun satu kamar, tapi beda tempat tidur.
Arya tidak pernah suka dengan watak yang di miliki Ranti. Terlalu arogan dan sering membuat keributan dijalan. Ia juga terlalu posesif. Hingga Ranti hamil, dan melahirkan anaknya, Arya memang harus bertanggung jawab pada anaknya bernama Shela.
Dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, wanita itu masih saja menghancurkan hidupnya. Ranti tidak hanya membuatnya terjebak di pernikahan yang tidak diinginkannya, tetapi kini ia juga menghancurkan pernikahan keduanya dengan Alice.
Arya mengusap wajahnya dengan kasar, merasa frustrasi. Ia tidak tahu apakah ia telah melakukan kesalahan dengan mempercayai apa yang ia lihat tadi.
Tapi kemarahannya masih menguasai dirinya. Ia merasa dikhianati, meskipun jauh di lubuk hatinya ada sedikit keraguan. Apakah Alice benar-benar bersalah? "Tapi apa maksudnya Alice melakukan itu? Bagaimana kalau Alice memang tidak bersalah?" gumamnya.
Namun, untuk saat ini, emosinya masih lebih kuat daripada logikanya. Ia mencoba menghapus bayangannya, tetapi rasa marah dan sakit hati masih menguasainya. Dengan berat hati, ia melangkah ke dalam kamarnya, membiarkan hujan terus mengguyur di luar, membawa serta kenangan pahit yang terus menghantuinya.
Dikamar, Arya duduk di tepi tempat tidur. Pikirannya mulai mengingat ucapan Alice tentang kedatangan Ranti.
"Apa benar Ranti menyakiti Alice? Apa benar Ranti datang ke rumah ini? Karena aku tahu watak Ranti seperti apa. Arogan dan egois. Dia tidak akan mau mengalah pada apa pun juga. Dia akan melakukan yang tidak Orang kira. Pasti Ranti menyakitinya," batin Arya sambil bergegas keluar kamar, meninggalkan rumah itu. "Aku harus tanya pada Ranti" gumamnya melangkah menuju mobil, tujuannya satu, menemui Ranti di rumahnya.
Arya tak ingin bertele-tele. Ia mendekat dengan langkah tegas dan menatap tajam ke arah Ranti.
"Aku mau tahu, apa yang kamu lakukan tadi siang?" suaranya dingin, penuh ketegasan.
Ranti menyandarkan tubuhnya ke sofa, menatap Arya dengan senyum sinis. "Aku hanya ingin tahu kebenaran, ternyata benar yah, kamu menikahi perempuan itu?"
Arya mengepalkan tangannya. "Jangan berbelit-belit, Ranti. Kamu ke sana untuk menganiaya Alice, kan? Sekarang dia pergi entah ke mana. Kamu puas?"
Mata Ranti menyipit. "Jadi dia pergi? Bagus," ujarnya dengan nada puas. "Memangnya kenapa? Kamu mencemaskannya? Kamu lebih peduli padanya daripada aku, istrimu yang sah? Bukankah dia pergi karena kesalahannya sendiri. Dia masih muda, masih banyak yang ingin mengantri dirinya"
"Ranti!" Arya membentak, amarahnya tak terbendung. "Aku tidak peduli dengan status pernikahan kita. Kamu sudah keterlaluan! Kenapa kamu harus menyakiti Alice?"
Ranti tertawa kecil, tetapi tawanya terdengar dingin. "Kenapa? Karena kamu sudah menghancurkan aku, Arya. Kamu pikir aku akan diam saja melihatmu bahagia dengan perempuan lain? Perempuan yang menurutmu, yang lebih muda, lebih cantik, dan lebih baik dariku? Tidak, Arya. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."
Arya merasa dadanya semakin sesak. Ia tahu Ranti marah dan sakit hati, tetapi ia tak menyangka Ranti bisa bertindak sejauh ini.
"Alice tidak bersalah, Ranti. Kamu hanya ingin balas dendam padaku, tapi kenapa harus melibatkan dia?"
"Karena aku ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan! Dan pastinya dia terlibat!"
Ranti bangkit berdiri, suaranya meninggi. Matanya memerah, penuh dengan amarah dan rasa sakit. "Aku ingin kamu tahu bagaimana rasanya kehilangan! Aku ingin kamu menderita seperti aku! Aku ingin kamu merasa sepi, sendiri, dan tersiksa seperti aku, Arya!"
Arya terdiam. Napasnya memburu. Ia ingin marah, tapi ia juga merasa sedih. Di depan matanya, Ranti terlihat seperti seseorang yang kehilangan kendali. Wanita yang dulu pernah ia kenal sampai kini tidak pernah berubah, sosok yang penuh dendam dan kebencian.
"Kamu tidak bisa memaksaku untuk mencintaimu, Ranti. Cinta tidak bisa dipaksakan," kata Arya akhirnya, suaranya lebih lembut.
Ranti tertawa getir. "Aku tahu itu, Arya. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan kamu bahagia dengan orang lain sementara aku menderita sendirian. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi begitu saja."
Arya menggeleng. "Ini sudah keterlaluan. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus mencari Alice. Aku tidak akan membiarkan dia terluka lebih dari ini."
Ranti menatap Arya dengan mata tajam. "Kalau kamu pergi mencari dia, aku pastikan kamu akan kehilangan segalanya, Arya. Aku akan membuat hidupmu lebih sengsara dari yang kamu bayangkan."
"Aku tidak peduli," ucap Arya menatap tajam wajah Ranti.
"PLAK!"
Tiba-tiba saja tangan Ranti mendarat ke wajah Arya. "Kau memang benar-benar keterlaluan yah!"
PLAK!
Sekali lagi tangan Ranti mendarat ke wajah Arya sambil menangis meluapkan kecewanya. "Aku pastikan hidupnya menderita!" Suara Ranti semakin keras menggema di ruangan itu. Tangisnya meledak.