Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
terlambat
“Kenapa lagi? Anda tidak mau ganti?” melihat mereka yang belum juga bergerak untuk melepaskan pakaian yang di gunakan, Ellara geram sendiri.
“Mas, aku tidak mau pakai baju ini, masa baju pelayan sih. Aku istri kamu loh mas. Anak itu juga, kamu benar benar tidak punya rasa empati ya?” kecam Mama Luna menanyakan empati pada Ellara. Suaranya tertahan menahan rasa kesal karena di perlakukan buruk oleh gadis bau kencur seperti itu.
“Cih, Anda tanya empati? Rasa empati tidak akan berlaku untuk jenis manusia seperti kalian berdua, pahami baik baik. Yang ada rasa muak karena kalian tidak tahu malu!” jawab Ellara lantang, berusaha menyadarkan dia orang itu.
“Saya tidak ingin menunggu lebih lama, ganti sekarang! Kamu juga, ganti!” buru- buru Melody berlari ke kamar mandi, menggantikan pakaian Ellara dengan baju pelayan. Untuk Mama Luna, wanita itu hanya menatap tajam, mengambil baju itu dengan berat hati lalu keluar dari kamar Ellara sembari menghentak-hentakkan kakinya.
“Ingat, jangan ke kamar utama! Masih banyak kamar di rumah ini, pilihlah salah satu untuk gelandangan itu!” teriaknya mengiringi langkah Papa Morgan yang ikut keluar.
“hufttttt” Ellara menghela nafas berat, merebahkan tubuhnya di ranjang king size miliknya. Tak lama, suara pintu kamar mandi terbuka, keluarlah Melody dengan pakaian pelayanan yang dia kenakan.
“Sebelum keluar, rapi-in dulu kasur kecilnya! Jangan hanya tau tidur, bawa keluar sana! Mengotori kamarku saja!” Melody tak menyahut, dia mendekati kasur kecil yang tadi dia gunakan untuk tidur. Tampak sekali rasa enggan di wajahnya, tapi dia tetap membawa kasur itu keluar.
Melihat mereka yang sudah keluar semua, Ellara bergeming. Tatapannya tertuju pada langit langit kamar, air matanya meleleh begitu saja.
“Dia menamparku Ma..” lirih Ellara memegangi pipi yang tadi kena tamparan Papa Morgan.
...----------------...
Drama semalam membuat Ellara bangun kesiangan. Bagaimana tidak, dia tertidur baru tadi pukul lima pagi. Hanya satu jam dia tidur, setelahnya terbangun di jam setengah tujuh.
“astaga, aku terlambat lagi..” Ellara melompat dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi.
Tidak sampai lima menit, dia sudah selesai. Entah mandi atau tidak, Ellara tidak memusingkan hal itu. Mengenakan pakaian seragam, tidak lupa jaket hitam dia pakai di luarnya.
Ellara turun dengan langkah terburu buru. Dia berhenti sejenak saat melewati meja makan.
“kok sepi, papa sudah berangkat Bi?” tanyanya pada Bibi Lastri yang terlihat tengah merapikan meja makan.
“Non, Tuan sudah pergi sedari tadi. Nona makan dulu?” tanya bibi Lastri.
“tidak Bibi. Ella makan di kantin saja nanti, sudah terlambat soalnya. Ella berangkat ya Bi” dia mencium tangan Bi Lastri sebelum keluar.
“iya, hati hati bawa motornya Non. Jangan ngebut ngebut.”
Ellara menaikkan motor besarnya. Melajukan motornya meninggalkan rumah besar Copper menuju ke sekolah. Seperti biasa, jika sudah berkendara, gadis itu seperti tidak sayang nyawanya. Bagaimana tidak, pagi pagi dia sudah berulah dengan kecepatan motor di atas rata rata, membuat para penghuni jalan lainnya mengelus dada.
Lima belas menit waktu yang Ellara perlukan hingga sampai di depan sekolah SMA Harapan Bangsa. Dia menepikan motornya di pinggir jalan raya. Melihat gerbang sekolah yang sudah tertutup.
Ellara merapikan rambutnya terlebih dahulu. Melihat wajah cantiknya di kaca spion motor.
“Ellara si ratu kecantikan” pujinya pada diri sendiri sembari mengedipkan mata sebelahnya. Dia narsis? Iya, begitulah Ellara jika kumat. Dia tidak segan memuji dirinya karena memang fakta adanya, dia sangat cantik bahkan menjadi bintang di sekolah tersebut.
Selain di kenal sebagai gadis urakan yang nakalnya luar biasa, Ellara juga di kenal sebagai gadis paling cantik. Kecantikannya mampu menghipnotis banyak orang, apalagi dengan gayanya yang elegant dan angkuh membuat aura gadis itu keluar semua.
Setelah memastikan penampilannya rapi dan sempurna, Ellara berlari ke pagar belakang sekolah. Tempat biasanya dia masuk sembunyi sembunyi jika sudah terlambat seperti ini.
“Ada orang nggak ya?” dia seperti pencuri, melihat lihat lebih dulu ke sekitar, memastikan jika memang tidak ada orang yang melihat aksinya, baru setelahnya Ellara nekat naik pagar. Kebetulan pagar itu tidak terlalu tinggi, hingga dia dengan gampang memanjatnya.
“Selamat pagi Ellara...” Sapa seseorang yang ternyata menunggunya sejak tadi dari dalam.
Degggg!!!
Jantung Ellara berpacu cepat seperti usai lari maraton. Lagi lagi hari ini dia kena sial.
“Kenapa sejak semalam aku di landa sial terus sih...” dumel Ellara dengan suara pelan. Dia perlahan turun, menoleh dengan senyum kikuk.
“Selamat pagi Bu Rina..” jawabnya dengan nada sopan.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ