Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
"Apa hukumnya Jo?" Tanya Ellen seraya tersenyum seolah merencanakan sesuatu.
"Berdiri sampai nanti malam."
"Terus yang mengantikan mereka, rumah ini kan eum luas." Johan terkekeh kecil seolah tahu apa yang ada di pikiran Ellen.
"Selalu ada pengganti, kecuali jodoh hehe. Mereka akan datang beberapa menit lagi."
"Apa mereka akan patuh?"
"Tentu saja. Melanggar berarti melawan dan itu tanda nya mati." Jawab Johan menjelaskan.
"Siapa saja yang boleh mengatur?"
"Aku dan Tuan Yu. Daripada bertanya terus, lebih baik kamu makan." Tutur Johan menyarankan.
"Makan itu masalah gampang. Apa boleh aku mencoba mengatur mereka?" Lagi lagi Johan terkekeh." Eh aku pernah melihat Tuan Yu saat melakukan nya." Imbuh Ellen berbisik. Lumayan lah buat hiburan.
"Coba lakukan seperti Tuan Yu." Tantang Johan.
"Tapi aman kan Jo?"
"Takut kepergok Tuan Yu?"
"Bukan." Jawab Ellen cepat." Aku takut mereka tidak mendengarkan perkataan ku." Lanjutnya.
"Oh. Sebentar." Johan berjalan beberapa langkah." Apapun yang Nona Ellen katakan wajib kalian patuhi!!" Teriak Johan lantang. Tidak biasanya dia menuruti perkataan konyol seseorang mengingat para anak buahnya terlatih patuh dan disiplin.
"Baik Kak." Jawab mereka serentak.
Johan mempersilahkan Ellen mengatakan apa yang di inginkan. Bergegas Ellen berdiri sejajar dengan Johan. Nampan di pergunakan sebagai pelindung sinar matahari karena siang itu sangatlah terik.
"Seharusnya kalian itu tidak boleh ceroboh dengan tidur saat jam kerja! Bukankah Tuan Yu yang terhormat sudah memberikan fasilitas serta gaji yang besar. Terus kenapa kalian sampai tidur!!" Teriak Ellen berusaha menirukan suara lantang Yuan saat sedang mendisiplinkan.
Menurutnya pemandangan itu cukup menggelikan bagi Ellen sampai terkadang membuatnya memperhatikan secara sembunyi-sembunyi. Bukan sosok Yuan yang menggelikan tapi pelatihan seperti itu baru pertama di saksikan secara nyata oleh Ellen.
"Maaf Nona."
"Maaf! Maaf! Enak sekali kalian bilang maaf! Seharusnya hukuman kalian itu mati!! Uhuk.. Uhuk..." Ellen tidak terbiasa dan akhirnya batuk. Tenggorokannya pun terasa kering padahal suara yang di hasilkan tak seberapa lantang." Duh sulit juga ya." Keluh Ellen menerima minuman dari Johan yang terkekeh-kekeh.
"Sudah?" Tanya Johan.
"Belum, sebentar lagi." Ellen menyiapkan tenggorokan untuk berteriak lagi." Awas ya, kalau sampai kalian ulangi lagi aku bunuh kalian semua! Satu lagi! Ada tambahan peraturan setelah ini!" Lanjut Ellen.
Sebuah tangan menjewer telinga Johan lalu menyeretnya ke belakang. Rupanya sejak tadi kegiatan mereka di saksikan Yuan yang memang selalu memantau di manapun Ellen berada. Johan membungkam mulutnya agar gelak tawanya tidak terdengar.
"Setiap Minggu kalian wajib mengawal Nona Ellen berjalan-jalan! Tapi di larang mendekat karena Nona Ellen tidak nyaman melihat kalian di sekelilingnya! Kalian wajib mengawal dari jarak aman sampai dia kembali ke rumah! Kalau sampai lalai! Nyawa kalian melayang! Bagi ku Nona Ellen adalah pembantu yang terlalu cantik jadi wajib di istimewakan! Harus perawatan, berjalan-jalan agar mentalnya tetap waras!! Kalian harus... Uhuk... Uhuk... Uhuk... Jo tolong mi..." Ellen tersenyum simpul ketika mendapati orang yang berdiri di samping nya bukanlah Johan." Oh Tuan Yu, astaga saya tadi lupa belum sarapan, permisi." Ellen bergegas berlari kecil dan pergi.
Johan tak sanggup lagi menahan gelak tawa, begitupun beberapa anak buah yang tampak terkekeh seraya menunduk. Sementara Yuan sendiri masih bersembunyi di wajah datarnya meski apa yang di lakukan Ellen sangat membuatnya terhibur bahkan ingin tertawa seperti Johan dan yang lain.
"Dia membicarakan keinginannya." Gumam Johan setelah puas tertawa.
Yuan menarik nafas panjang agar rasa ingin tertawa bisa di kontrol. Itu alasan kenapa sejak tadi Yuan diam padahal sebelumnya dia benci ada sesuatu mengendurkan kedisiplinan anak buahnya.
"Nanti kita bicarakan." Sambil berusaha memasang wajah datar, Yuan meninggalkan tempat. Bergegas Yuan masuk kamar bahkan menguncinya. Setelah memastikan aman, awalnya Yuan tersenyum mengembang lalu terkekeh-kekeh. Rasanya sedikit aneh sebab Yuan tidak pernah tertawa lepas. Sesenang apapun hatinya, Yuan hanya bisa tersenyum tipis." Astaga kenapa saat dia yang melakukan terlihat konyol? Tidak, tidak? Bagaimana mungkin aku bisa tertawa selepas ini?" Yuan kembali tertawa lagi dan lagi saat adegan yang Ellen tunjukkan melintas.
.
.
.
Mbok Lela yang melihat Ellen berlarian sempat panik. Dia takut terjadi kekacauan seperti tadi pagi. Tapi saat Ellen menyebutkan alasannya, Mbok Lela mengelus dadanya seraya tersenyum simpul.
"Mbok pikir ada apa El. Nih makan dulu." Menyodorkan satu nasi bungkus sebab Ellen membenci nasi kotak.
"Duh takut di kejar Tuan Mbok." Jawab Ellen sambil celingukan.
"Kamu juga aneh-aneh. Buat apa melakukan itu?"
"Hiburan Mbok, jalan-jalan juga tidak bisa. Percuma dong cerai. Eum lagian, saya sering mengintip Tuan Yu waktu berpidato, mirip pelatihan satpam hehe." Ellen membuka nasi bungkus dan mulai memakannya.
"Umur kamu berapa sih El?"
"23 Mbok."
"Owalah masih bocah." Ellen menelan makanannya kasar.
"Bocah? Mbok lupa status janda saya?" Mbok Lela tersenyum simpul.
"Umur Johan saja 27 terus Tuan Yu 29 nah umur Mbok malah 54, berarti umur mu kan paling muda."
"Tapi ya jangan di sebut bocah Mbok. Oh iya Mbok eum Tuan Yu itu tidak pernah makan nasi ya. Sepertinya kok minum kopi sama roti saja." Tanya Ellen penasaran.
Sejauh tinggal di sana, Ellen tidak pernah sekalipun melihat Yuan makan nasi. Mbok Lela pun selalu membeli nasi sesuai jumlah para ajudan, penjaga gerbang utama, tukang kebun, Johan dan dirinya. Dapur rumah utama dan bangunan yang di tinggali tak ada perabotan untuk memasak. Hanya ada teko dan open listrik itupun jarang di gunakan.
"Ya memang begitu El. Tuan punya standar tersendiri."
"Pasti pesannya di restoran mahal." Tebak Ellen.
"Tidak El. Tuan cuma makan roti tawar, itupun tanpa selai. Biasanya Johan yang membelikan dan di simpan di kulkas lantai dua." Jawab Mbok Lela menjelaskan.
Ellen mengangguk, dia memang tidak pernah memeriksa isi kulkas karena Yuan hanya meminta secangkir kopi. Untuk roti, pasti sudah tersedia di meja.
"Kok gitu ya Mbok? Roti tanpa selai apa enak?"
"Mau bagaimana lagi El. Itu selera Tuan. Maklum, dulu Almarhum Mamanya tidak pernah memasak sementara kalau beli, lidah Tuan Yu jarang cocok. Jadi keterusan sampai sekarang." Ellen mengangguk-angguk sambil mengunyah." Kamu bisa masak El?" Tanya Mbok Lela.
"Tidak bisa Mbok. Kerjaku cuma duduk manis mirip patung yang tidak berguna." Mbok Lela menghela nafas panjang." Mbok sendiri bisa?" Imbuh Ellen bertanya.
"Masakan Mbok tidak sesuai selera Tuan Yu. Itu kenapa tidak ada peralatan memasak di dapur, palingan open listrik itupun nganggur. Setiap hari ya beli nasi bungkus hehe."
Walaupun sama-sama nasi bungkus, Johan meminta Mbok Lela memberikan lauk spesial untuk Ellen. Bukan masalah harga, tapi selera makan yang tidak neko-neko. Johan maupun anak buahnya terbiasa makan dengan lauk apapun. Mungkin karena tidak ada waktu merasakan masakan restoran atau mengikuti kebiasaan Yuan, Johan sekalipun tidak pernah masuk ke restoran semenjak Mama Yuan meninggal. Hidupnya bergelut dengan jalanan juga pertumpahan darah. Selera makan dan kehidupan yang sangat tidak sesuai tumpukkan isi ATM Johan.
"Kasihan ya Mbok." Ellen malah melontarkan jawaban tersebut." Kenapa tidak coba panggil tukang masak restoran bintang lima. Mungkin saja ada yang cocok. Biar wajah datar Tuan Yu sedikit melunak, tidak mirip roti tawar hehehe." Lanjutnya sedikit memberi bumbu candaan.
"Mana bisa berubah El. Sejak kecil Tuan Yu memang seperti itu. Tidak punya teman karena lebih dulu takut sama wajahnya." Ellen tertawa kecil." Terus kamu sendiri bagaimana?" Imbuh Mbok Lela.
"Apanya yang bagaimana?" Tanya Ellen bingung.
"Kata Johan, Tuan Yu tertarik sama kamu." Jawabnya berbisik.
"Tidak lagi Mbok. Selain tidak berniat mencari, saya juga trauma hidup sama lelaki bersikap mirip kanebo kering. Sudah cukup lah Mbok di cuekin, tidak di dengar pendapatnya, ya pokoknya di abaikan. Dia itu bilang cinta tapi saya tidak pernah merasa di cintai." Tutur Ellen selalu bercerita soal masa lalu nya pada Mbok Lela yang di anggap sebagai orang tua kedua.
"Pasti di jodohkan."
"Dia pilihan saya sendiri."
"Langsung nikah ya. Harusnya perkenalan dulu." Ujar Mbok Lela menebak.
"Saya saling mengenal sekitar 2 tahun, setelah lulus nikah."
"Terus tahu kedoknya kapan?"
"Ya setelah menikah Mbok. Waktu pacaran kan dia sibuk dan jarang bertemu. Saya sih orangnya percaya soalnya waktu itu dia lagi belajar nerusin perusahaan Papanya. Mana tahu kalau wajah datarnya itu lambang betapa cuek nya dia." Lanjut Ellen menjelaskan panjang lebar.
"Mbok sih tidak paham. Tapi kalau berani menghadirkan orang lain ya itu namanya tidak cinta apalagi kamu tersakiti. Lain lagi kalau kamu mengizinkan." Tutur Mbok Lela.
"Milih pergi lah Mbok." Ellen meletakkan sendoknya." Mendingan jadi gelandangan soalnya rumah saya sudah di jual. Uangnya pun habis untuk gugatan cerai." Mbok Lela mengangguk-angguk.
"Kalau Tuan berubah sikap, kamu mau?"
"Mbok percaya sama perkataan lelaki seperti Tuan Yu? Pasti niatnya itu sebelas duabelas sama lelaki itu." Ellen membereskan sisa makanan lalu membuangnya. " Nah mirip nasi bungkus itu Mbok. Kalau sudah bosen menunya pasti males makan." Sambil menunjuk ke tong sampah.
"Bagaimana bisa bosen El. Tuan Yu baru pertama tertarik sama seorang wanita. Mbok saja kaget waktu Johan memberitahu."
"Lelaki itu juga hanya mencintai saya. Dia berkata kalau saya cinta pertama dan terakhirnya." Mbok Lela kehilangan cara merayu.
"Buktinya sampai sekarang dia tetap ngejar kamu."
"Terserah Mbok. Saya sudah tidak perduli sekalipun dia jadi arwah penasaran." Mbok Lela menoleh.
"Loh kok arwah penasaran?"
"Tuan Yu sudah membunuh nya tapi saya tetap tidak bisa bebas." Keluh Ellen. Nanti lah di bicarakan lagi. Eh tapi, Tuan Yu marah tidak ya?
Ellen mengingat sikap konyol nya tadi. Dia takut Yuan marah padahal ketakutan itu tidaklah sesuai dengan apa yang Yuan rasakan.
🌹🌹🌹