NovelToon NovelToon
Deepen The Role: Water Flow

Deepen The Role: Water Flow

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Vampir / Manusia Serigala / Mengubah Takdir / Keluarga
Popularitas:465
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Cahaya akan menuntun kita pulang"

Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?

Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Time

"Bagaimana ujianmu hari ini?" tanya Bernandez setelah mereka selesai makan malam. "Sebagian di luar perkiraanku, tapi aku masih bisa menanganinya" jawab Benjamin terkekeh.

"Ini sudah hari terakhir kau ujian bukan? Kapan akan diumumkan peringkatnya?" tanya Bernandez penasaran. "Mungkin minggu depan. Aku tidak bisa memastikan aku bisa meraih peringkat teratas. Esmeralda sering menjadi peringkat teratas secara paralel" jawab Benjamin terkekeh.

"Tapi jika kau niat, kau bisa mengalahkannya" ujar Bernandez tertawa kecil memaklumi fakta itu. Bagi Bernandez, Garon seorang dokter, tentu saja ia pasti mengajari 'anak-anaknya' untuk rajin belajar.

"Akan kuusahakan ayah" jawab Benjamin terkekeh. Malam itu Benjamin merebahkan tubuhnya di atas kasur. Seharian ia hanya menghabiskan waktu belajar bersama Marella.

"Dia ternyata sangat pintar dari perkiraanku" gumam Benjamin terkekeh, mengingat aktivitas belajarnya bersama sang kekasih.

"Hey, dude"

"Ahhkk.. kau mengagetkanku, Damian"

Damian tiba-tiba muncul di ruangannya. "Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Benjamin terkejut. "Jendela. Aku bahkan sudah melakukan ini beberapa kali" jawab Damian terkekeh.

"Ya ampun. Apa yang mau kau lakukan di sini? Ayahku bisa mengira kau maling jika sering masuk melalui jendela" ujar Benjamin seraya bertanya tujuan kedatangan sahabatnya itu.

"Ayahmu pergi? Kebetulan sekali. Ayo ikut aku, kau harus melihat sesuatu" ajak Damian tersenyum dan berbinar antusias. "Ke mana?" tanya Benjamin segera meraih jaketnya. Udara malam itu terasa dingin dan menusuk di tubuh Benjamin.

"Ikut saja!"

......................

"Kenapa kita justru datang ke sini?" tanya Benjamin terheran seraya mengekori Damian dari belakang. Damian menghentikan langkahnya, dan mengisyaratkan Benjamin untuk ikut bersembunyi di balik pohon. Ada sesuatu yang akan mereka intip.

"Kau mau menunjukkan-" Benjamin berhenti bertanya ketika ia melihat siluet dua orang manusia sedang duduk sejajar atau bersampingan. Yang satu adalah laki-laki, dan satu lainnya perempuan.

Dari bentuk tubuh bagian belakang, Benjamin langsung mengenali mereka siapa.

"Bukankah mereka?"

"Ya, Esmeralda dan Joseph"

Jawaban itu membuat Benjamin tercengang. "Untung saja kalian sudah selesai ujian. Justin pasti tidak mengizinkannya bepergian malam jika masih suasana ujian bukan?" tanya Damian tersenyum usil seraya berbisik pelan.

"Apa yang mereka lakukan?" tanya Benjamin penasaran. "Mungkin, berkencan" jawab Damian tampak sangat antusias.

"Bulan di malam ini begitu indah bukan?" tanya Joseph tersenyum memandangi bulan. "Ya, sangat indah" jawab Esmeralda membenarkan.

"Aku ingin sekali melihatmu tersenyum untuk sekali saja. Kenapa kau tidak pernah menunjukkannya?" tanya Joseph penasaran.

"Tidak ada hal yang membuatku tersenyum. Semua hanya mengikuti alur dan mendalami peran masing-masing" jawab Esmeralda santai.

"Tampaknya mereka serius" bisik Benjamin mendekat sedikit. "Jangan, mendekat!" pekik Damian pelan.

"Yang benar saja. Bagaimana jika aku berusaha membuatmu tersenyum? Apa kau akan melakukannya?" tanya Joseph penasaran. "Tidak semudah itu, anjing" jawab Esmeralda dingin.

"Kau sangat tidak bersahabat sekali, teman. Kau menutup dirimu dari keramaian" gumam Joseph menatap lurus.

"Joseph" panggil Esmeralda dengan nada bicara yang tenang. "Hmm?" gumam Joseph masih menatap lurus ke arah mata air yang mengalir.

"Sejak kapan kau mulai menaruh perasaan padaku?" pertanyaan itu membuat Joseph terkejut sekaligus terdiam. Setelahnya ia tersenyum.

"Sejak pertama kali aku melihatmu. Aku melihatmu dari pandangan berbeda. Tidak masalah jika-"

"Aku juga mencintaimu, Josh"

Ucapan itu membuat Joseph terdiam. "Apa... maksudmu?" gumam Joseph terkejut.

"Kita sudah bertemu sejak duduk di bangku sekolah junior. Aku tahu kau orang yang diam-diam sering mengirimiku coklat ketika valentine. Kau sudah berusaha selama 5 tahun ini bukan?" tanya Esmeralda menatap Joseph dengan tatapan berbeda. Joseph terdiam.

"Sungguh? Ternyata banyak hal terjadi selama 5 tahun aku tidak di sini" gumam Benjamin akhirnya bisa mendengar percakapan mereka.

"Bagaimana kau bisa menyadarinya?" tanya Joseph terkejut. "Karena aku juga melakukan hal yang sama. Kau memperhatikanku, tapi aku juga memperhatikanmu tanpa kau tahu" jawab Esmeralda memandangi bulan.

"Hey, Espe" panggil Joseph. "Ya?" gumam Esmeralda kembali menatapnya. "Kita sudah saling mengetahui isi hati satu sama lain. Aku tahu kau tidak akan mau mempunyai hubungan apapun agar tidak merusak semuanya. Jadi ketika kau butuh, datanglah padaku. Aku akan membantumu sebisaku" ujar Joseph tersenyum seraya meraih tangan Esmeralda yang sangat dingin.

Esmeralda menatapnya tenang. Reaksi yang sudah biasa ditunjukkan gadis itu. Esmeralda membalas genggaman itu. "Kau harus lakukan hal yang sama" jawab Esmeralda. Joseph tersenyum.

"AHKKK" teriak Damian gemas. Benjamin segera menutup mulut sahabatnya itu. "Yang benar saja, tubuhmu dingin sekali" gumam Benjamin menahan rasa dingin di telapak tangannya.

Teriakan itu tentu membuat Joseph dan Esmeralda menoleh ke belakang. Benjamin akhirnya menarik Damian menjauh dengan susah payah. "Sepertinya ada seseorang" gumam Joseph beranjak.

Ia mendekati sumber suara lalu. "Aku rasa tadi ada orang di sini" gumam Joseph. Hidungnya menangkap sebuah bau. "Seharusnya kau mengenali bau yang tertinggal" ujar Esmeralda dengan santai.

Di sisi lain, "Kenapa kau tidak bisa menahan teriakan itu? Untung saja aku berhasil mendekapmu," gumam Benjamin ketika mereka sudah berada di dalam kamar Benjamin. "Kau hampir membunuhku, aku tidak bisa bernafas" jawab Damian juga kesal.

"Yang benar saja, kau tidak akan mati kehabisan nafas" gumam Benjamin memaklumi. "Kira-kira dia mendengarkanku atau tidak, yah?" gumam Damian dengan polos. "Pertanyaan macam apa itu?" gumam Benjamin menghela nafas lelah.

"Jujur saja, lebih baik aku tidak tahu soal percakapan mereka tadi" ujar Benjamin kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Kau tahu, sangat baik jika kita mengetahui lebih awal" jawab Damian duduk di bangku belajar Benjamin.

"Tenang saja, dia tidak akan mengetahuinya. Karena-"

"Karena kalian berhasil kabur bukan?"

Benjamin dan Damian melotot kaku. Suara yang sangat mereka kenali. Seseorang menyandarkan dirinya di dinding dekat pintu kamar.

"Woah, aku ada urusan malam ini. Sampai jumpa besok, Ben" Damian segera melompat dari jendela dan kabur secepat kilat. "Hey kau-" Benjamin merubah posisinya menjadi duduk namun ia tidak bisa melanjutkan ucapannya.

"Sekarang hanya kita saja, sobat. Dia akan aku urus besok. Jadi katakan yang sejujurnya atau-"

"DAMIAN KURANG AJAR!!"

...****************...

"Ada apa? Tampaknya kau terpikirkan sesuatu sedari tadi" ujar Marella terheran dan menghentikan acara sarapan paginya sejenak.

"Kau harus tahu sesuatu, tapi tunggu kita menjauh dari Joseph dan Esme" bisik Benjamin. Marella mulai penasaran tentunya. "Sesuatu? Apa itu?" kini gadis itu mulai mendekat. Gosip dimulai.

"Ehemk" suara batuk kesengajaan itu berhasil menghentikan acara berbisik keduanya. Joseph melakukan hal itu, dan akan segera duduk di samping Marella. Gadis itu memasang wajah melas karena gagal menerima berita hot news pagi itu.

Siangnya, mereka hanya perlu bertanya kelengkapan tugas mereka. Setelahnya, Joseph yang sudah bisa membawa mobil pulang dengan seseorang, dan Benjamin pulang bersama Marella seperti hari-hari biasa.

"Mengenai Joseph, apa yang kau ketahui?" tanya Marella pada Benjamin yang mulai menyalakan mesin mobil. Perhatiannya teralih pada Joseph yang memasuki mobil, dan seseorang yang dikenalinya.

Marella segera melihat ke sumber yang sama. "Aku tidak bermimpi bukan?" gumam Marella tidak percaya. "Ini yang ingin aku katakan" jawab Benjamin tersenyum semangat.

Keduanya saling pandang lalu, "Ahk! Menggemaskan!" namun keduanya memilih untuk tidak mengganggu acara Joseph dan Esmeralda yang bersamanya.

Keduanya menepi di pantai yang biasa mereka kunjungi. "Aku tidak menyangka mereka mulai dekat secara intens" ujar Marella terkekeh. "Kasmaran. Tapi ada yang aku khawatirkan dari mereka" jawab Benjamin tampak mulai serius.

"Mengenai?" tanya Marella penasaran. "Mereka tidak sama. Joseph tidak bisa bersama Esme, karena perbedaan adat istiadat" jawab Benjamin menatap lurus ke depan.

"Aku hanya khawatir, Justin akan marah padanya jika mengetahui ia mendekati seorang vampir" gumam Benjamin. "Masalah yang seperti ini, harus kita tanyakan pada ahlinya" ujar Marella juga tertegun. Benjamin benar.

Joseph dan Esmeralda, tidak bisa bersama. Mereka sangat jauh berbeda. Bahkan nasib mereka di kemudian hari tentu jauh berbeda.

"Aku tahu kita harus menemui siapa"

Beberapa saat. "Hubungan romantis?" tanya Morenthes setelah mendengar pertanyaan Benjamin. "Ya, apa Canis memiliki ketentuan dalam hal percintaan?" tanya Benjamin segera.

"Yang aku tahu, kami bebas memilih pasangan. Tapi tidak dengan pewaris kepala suku" jawab Morenthes mematikan rokok yang baru selesai ia nikmati.

"Seperti apa?" tanya Marella penasaran. "Jika tidak sesama Canis, tentu manusia biasa. Hanya saja, ketika seorang pewaris menikahi manusia biasa, itu juga hal yang berat. Contohnya adalah Justin dan Ocla" jawab Morenthes menyandarkan tubuhnya. "Orang tua, Joseph?" gumam Marella.

"Ya, ayah dan ibu Isabella, Jemma, dan Joseph. Justin manusia serigala, sementara Ocla tidak. Dia manusia biasa. Joseph dan kedua kakaknya mempunyai perbedaan signifikan yang akan terlihat jelas jika kalian teliti" Morenthes mulai menjelaskan.

"Seperti?" tanya Benjamin. "Kekuatan" jawab seseorang. Mia. Ia berada di rumah Morenthes.

"Sejak kapan kau kembali?" tanya Benjamin terkejut. "Tadi malam. Kamar yang biasa kutempati sedang diperbaiki. Jadi mereka menyuruhku menginap di rumah Moren" jelas Mia terkekeh.

"Kekuatan yang kau maksud apa?" tanya Marella penasaran. "Percaya ataupun tidak, Joseph adalah serigala abadi" jawaban itu membuat sepasang kekasih itu terkejut.

"Isabella dan Jemma kapanpun bisa menemui ajal. Tapi tidak dengan Joseph. Saat lahir, tubuhnya menerima tanda bintang salju, itulah yang membuat kami langsung tahu dia serigala salju. Namun Jowell juga mengetahui bahwa cucunya abadi"

Benjamin mengerutkan keningnya bingung. "Kau bingung bukan bagaimana mungkin Joseph menjadi abadi?" tanya Mia mengerti ekspresi itu.

Benjamin mengangguk. "Singkatnya jika dia abadi, akan sangat mustahil jika hendak menginginkan keturunan. Bisa dibilang mandul" jawaban itu membuat Benjamin terkejut tidak percaya.

"Aku tidak berbohong. Jowell yang mengetahuinya saja cukup terpukul. Itu semacam kutukan. Tapi ada cara yang bisa melepas belenggu itu" ujar Mia lagi mengambilkan sebuah buku.

"Cara?" tanya Benjamin memasang telinga dengan baik. "Tentu sama dengan pertanyaanmu. Cinta sejati. Siapa yang dapat meluluhkan hatinya, maka dia tidak lagi abadi. Dia bisa menerima kematian" jawab Mia memberikan sebuah buku.

"Aku tahu kau sangat penasaran akan banyak hal. Baca saja segala sesuatu tentang kami di sana. Kakek menuliskannya untuk kami" ujar Mia.

"Apa ada sesuatu yang terjadi pada Joseph sehingga kalian menanyakan hal ini?" tanya Morenthes berbalik penasaran. Benjamin dan Marella saling menatap ragu.

"Bisakah kalian menyimpan rahasia?" tanya Benjamin memastikan. "Ya, tentu" jawab Morenthes meyakinkan. Benjamin terdiam sejenak lalu, "Dia sedang jatuh cinta" ujar Benjamin.

"Itu hal normal. Yang kau khawatirkan apa?" tanya Mia terheran. Benjamin dan Marella kembali memberikan pandangan satu sama lain. "Kau sudah tahu keluargaku bukan?" tanya Marella.

"Ya, keluarga Gerald. Keluarga vampir yang misterius" jawab Morenthes membenarkan. Marella menghela nafas. "Dia dan saudariku yang bernama Esmeralda saling jatuh cinta" jawaban itu berhasil membuat Morenthes yang tenang, terkejut.

"Apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan keningnya. "Mereka tidak menjalin hubungan apapun. Aku bisa menjamin, karena mereka mengerti satu sama lain" jawab Benjamin segera menenangkan suasana yang mulai menegang.

"Jangan sampai Justin tahu. Aku tidak ingin melihatnya dihajar pria tua itu" gumam Morenthes khawatir dengan keningnya yang berkerut.

"Bukankah kalian berkomunikasi baik dengan Gerald?" tanya Benjamin terheran. "Paman sangat menghindari kontak langsung dengan Esmeralda, karena dia adalah orang yang membunuh puluhan suku Canis di selatan Sitka"

Marella yang mendengarnya terkejut.

"Kau juga tidak mengetahui masa lalunya sejak awal kau bertemu dengannya bukan? Esmeralda dulunya adalah buronan Canis dan bangsawan Ruby. Dia pembunuh berantai berdarah dingin. Itulah alasan Garon dengan sukarela mengubah perawakan gadis itu ke arah lebih baik. Untung saja istri Garon seorang Psikolog. Dia mengobati penyakit mental yang diderita gadis itu selama ratusan tahun"

Marella seperti terserang sambaran petir di siang bolong.

"Ketika kami berhasil menangkapnya, dia mengeluarkan kekuatannya membabi buta. Salah satu korbannya adalah kakakku sendiri, namanya Ed sahabat dari Rain. Jika mengingat jiwa membunuh gadis itu yang beringas, aku bisa saja membalas dendam. Namun aku melupakan kejadian masa lalu itu, karena keluarga utama Ruby lah yang membuatnya seperti itu"

Marella tertunduk dengan mata yang mulai berair. "Tolong.. maafkan saudariku" gumam Marella ketakutan mengetahui fakta itu.

"Jangan merasa bersalah, nona. Kami bahkan sudah berdamai dengan hal itu" Marella yang mendengarnya kembali tegak.

"Setelah kau mengetahui hal ini, jangan membencinya. Aku punya kemampuan bisa melihat masa lalu. Saat kecil dia sangat disayang keluarganya. Kesalahan suku kami membuatnya berubah 180 derajat" jelas Mia tersenyum.

Benjamin terkejut mengetahui fakta itu. "Pikirannya tercuci oleh keluarga utama Ruby. Dia dijadikan boneka sekaligus senjata utama mereka. Karena dia memiliki banyak kekuatan dalam satu tubuh" Morenthes menambahkan.

"Prislly yang malang" gumam Marella kembali menangis. "Sudah, simpanlah masa lalu yang kau ketahui ini. Tuntun dia dan jangan menghilang ketika ia membutuhkanmu" ujar Benjamin merangkul gadis itu.

Mia beralih menggenggam tangan gadis itu. "Saat dia kecil, dia anak yang baik dan dia umat katolik yang sangat taat. Dulu dia ingin menjadi suster karena ia menyukai anak kecil. Hatinya lemah lembut dan mulia" ujar Mia seraya tersenyum dan memberitahu apa yang pertama kali ia ketahui saat bertatap langsung dengan Esmeralda.

"Aku akan membantunya" gumam Marella tersenyum tenang.

1
Leon I
terrimakasih banyak, yah! stay tune untuk Dear Dream🫵
palupi
padahal sempat geregetan jg sama jemma, eh taunya nyambung season 3.
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
palupi
ok...
selamat berjuang /Good/
palupi
suka sama cerita model gini karena pertemanan mereka.
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
Leon I
hehehe siap! terimakasih yah, nanti dibuatkan visual protagonis dan antagonisnya
palupi
tambah banyak tokohnya yg muncul.
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
palupi
tambah seru...
lanjut thor 🙏❤️
Leon I
baik segera dilaksanakan tuan!!
palupi
luar biasa 👍
palupi
up lagi thor 🙏💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!