Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa rencana kamu kali ini?
Dari balik jendela kaca, Althaf hanya bisa menatap Alena dari kejauhan. Tubuhnya penuh dengan alat bantu pernapasan dan monitoring alat vital. Selepas keluar dari ruang operasi Alena dinyatakan koma dan tidak tahu sampai kapan kondisinya seperti ini. Akibat terlambat mendapatkan pertolongan dan terlalu lama tubuhnya syok akibat kekurangan darah, hal tersebut berakibat penurunan fungsi organ vital seperti jantung dan otak. Tanpa bantuan alat medis, Alena hanyalah seorang manusia vegetatif.
“Sudah kamu lakukan?” Gilbert hanya menganggukkan kepalanya.
“Lalu bagaimana?” tanya Althaf lebih lanjut.
“Jika Nyonya Ruby meninggal, keluarganya akan mencabut semua investasinya di perusahaan. Mereka kemarin memaksa hendak masuk ke dalam rumah untuk menyelamatkan Ruby.” Gilbert menjelaskan secara detail.
“Tiga hari ke depan tetap lakukan seperti yang saya perintahkan. Dia harus merasakan apa yang dirasakan oleh Alena. Sampai Alena sadar, jangan keluarkan Ruby dari ruang isolasi,” imbuh Althaf, Gilbert kembali menganggukkan kepalanya.
Althaf memberikan kode agar Gilbert keluar dari ruangan tunggu tersebut. Sudah lima hari Althaf berjaga dan melihat kondisi Alena yang belum ada perubahan apapun.
“Tuan, kapan anda akan pulang? Nyonya Dyah terus menanyakan anda.” Gilbert berbalik karena teringat sesuatu.
“Ceeekk, bukan urusan dia.”
“Ta-tapi Tuan, beberapa hari ini Nyonya Diah mogok makan, hal itu tentu berpengaruh terhadap kondisi kandungannya yang lemah, saya khawatir—”
“Bilang saja saya pulang akhir pekan ini. Wanita selalu menyusahkan,” potong langsung Althaf.
Sebenarnya berada di rumah Althaf tak pernah merasa nyaman. Selain itu tanpa kehadiran Alena di atas ranjangnya Althaf selalu tidur dengan rasa gelisah. Bayangmu trauma masa lalu selalu hadir dalam mimpinya, semenjak Alena menjadi istrinya hal itu hilang seketika.
Gilbert tak lagi banyak berkata langsung keluar dari ruang isolasi. Gilbert sesudah jengah setiap kali pulang ke rumah besar, istri ketiga Althaf selalu bertanya tentang kepulangan suaminya. Selama Althaf di rumah sakit, Gilbert lah yang menggantikan peran Althaf baik di rumah maupun di perusahaan.
Sudah hampir seminggu Ruby terkurung di dalam ruang isolasi, namun dirinya merasa sudah sangat lama terkurung disana. Meskipun demikian dia tidak menyesal telah mencelakai Alena, tujuan dia hanyalah ingin menyingkirkan istri pertama Althaf sehingga dia bisa berkuasa di rumah tersebut.
Penderitaannya selama dikurung tak pernah berakhir. Luka-luka di sekujur tubuhnya tak pernah mengering, Althaf memerintahkan untuk menyiram tubuh Ruby dengan air campuran garam dan jeruk nipis. Alhasil, Ruby merasakan perih dan sakit yang luar biasa saat air campuran tersebut mengenai lukanya. Bahkan luka di beberapa bagian tubuh mulai bernanah akibat terkontaminasi udara kotor. Ruby harus bertahan hidup sebelum tujuannya tercapai.
Terdengar kunci pintu ruang isolasi terbuka, cahaya terang mulai masuk ke dalam. Meskipun tak terlihat terlalu jelas, Ruby hanya memberikan senyum tipis kepada seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Prok
Prok
Prok
Suara tepukan tangan terdengar begitu nyaring dan menggema, begitu juga derap langkah kaki yang mulai
“Ruby… Ruby… jika saja menjadi kamu, saya lebih baik memilih bunuh diri. Siksaan Althaf terlalu menyeramkan. Dan ternyata kamu bisa bertahan hingga detik ini,” sindir Diyah.
“Ciihhh sayangnya saya bukan kamu, dasar lemah. Senang kan kamu bisa lihat saya disiksa seperti ini,” balas Ruby.
“Makanya pakai otak, bukan emosi. Jika ingin menyingkirkan wanita itu gunakan pikiranmu dengan baik dan benar,” sahut Diyah sambil mengelus perutnya yang sudah terlihat membuncit.
“Berisik, jangan mengatur saya!!!” teriak Ruby tidak nyaman.
Diyah berjongkok dan mendekati Ruby yang terikat di bawah. Melihat luka-luka yang ada di tubuh Ruby, Diyah menjadi jijik dan geli apalagi mulai tercium bau tidak sedap.
“Selama jalang itu masih menjadi mainan favorit Althaf, seujung kuku pun kita tidak akan bisa menyentuhnya secara langsung. Padahal susah menjadi mayat hidup, tapi Althaf masih saja menghabiskan waktunya bersama jalang itu,” ucap Diyah dengan raut wajah yang tegas.
Untuk merebut perhatian Althaf pun, Diyah sudah berusaha sekuat tenaga, namun hasilnya nihil. Bahkan Althaf sama sekali tidak memperdulikan bayi dalam kandungannya.
“Apa… jadi Upik abu itu masih hidup?? Sial!!” Ruby mengepalkan tangannya dengan kuat, tak peduli dengan rasa sakit di telapak tangannya.
“Kamu tahu, dia memang seperti kucing nakal yang mempunyai sembilan nyawa. Bagaimanapun kita berusaha melenyapkannya tetap saja dia tidak mati.”
“Tapi saya punya cara, dan kali ini pasti akan membuatnya pergi ke alam baka,” ucap Diyah dengan begitu yakin.
“Apa rencana kamu kali ini?” tanya Ruby penasaran.
Diyah mendekat lalu membisikkan apa yang dia rencanakan, Ruby mendengarkan secara seksama agar tak ada satupun yang terlewatkan. Setelah memberitahu semuanya, Diyah memundurkan langkahnya karena tak tahan dengan bau busuk yang keluar dari tubuh Ruby.
Seringai senyum tersungging langsung terlukis di bibir Ruby yang tampak mengering. Seakan setuju dan tertarik dengan rencana yang diusulkan oleh Diyah.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Seminggu pasca perawatan di ruang ICU kondisi Alena sudah mulai menunjukkan peningkatan. Meskipun Alena masih belum sadarkan diri dan tidak menunjukkan aktifitas otak yang berarti. Yang artinya Alena masih dalam kondisi koma dan tidak takut kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.
Namun Althaf masih setia menjaga dan menemani Alena sepanjang hari. Bahkan Althaf sendiri yang membersihkan tubuh Alena, menggantikan pakaian yang baru, menyisir dan merapikan rambut dan memberikan make up tipis pada wajah Alena. Semua Althaf lakukan sendiri tanpa ada bantuan siapapun bahkan suster sekalipun. Semuanya dilakukan karena Althaf tak ingin tubuh Alena disentuh oleh siapapun, hanya dokter yang Althaf izinkan saat memeriksa kondisi Alena.
“Bang–satttt… Burik syalaaannn!!”
Bbuugghh
Bbuugghh
Tepat di pipinya Althaf mendapatkan dua kali pukulan telak yang sangat keras. Bibirnya sobek hingga mengeluarkan darah, namun Althaf tak bereaksi apapun begitu juga dengan Gilbert. Seakan pasrah mendapatkan pukulan tersebut, wajah bengis Althaf seolah mengejek pria yang telah memukulnya untuk melakukan kembali.
“Dasar banci, menjaga Alena saja tidak becus!! Jika Alena menderita seperti harusnya aku bawa kabur dia sejak hari pernikahan kalian!!” umpat Zaldo, kakak sepupu Althaf.
“Breng-sek… Breng-sek… Breng-sek… bisa -bisanya seorang Althaf menikahi tiga wanita yang mengakunya alergi dengan wanita. Cihhhhh harusnya saat itu aku ga percaya percaya dengan mulut busukmu Althaf… bbuugghh.”
Karena kerasnya pukulan pada bagian perut, Althaf pun jatuh tersungkur. Darah segar kembali merembes dari ujung bibirnya. Zaldo yang emosi tak kuasa menahan amarahnya melihat wanita yang masih bertahta di hatinya terbaring tak berdaya.
Begitu mendengar jika Alena kecelakaan dan dalam kondisi koma, Zaldo yang tengah berada di Inggris langsung kembali ke Indonesia setelah hampir 2 tahun berada di sana. Zaldo yang merupakan seorang artis dan model memilih pergi keluar negeri setelah Alena dan Althaf menikah.
“Setelah Alena sadar, aku akan membawa pergi jauh dari kehidupanmu yang busuk!” tegas Zaldo, dia sama sekali tidak takut saat ini jika Althaf merusak karirnya
“Selangkah saja kau berani membawa Lena pergi ma–”
“Apa hah?? Kamu akan membunuhku Al???” Zaldo menantang dengan mata mendelik, tak gentar sama sekali.
“Kau pikir aku takut hah? Bahkan jika kau memenggal kepala ini, aku tak akan pernah takut karena kau telah gagal memenuhi janjimu Al. Dasar breng-sek, kodok burik!” lanjut Zaldo semakin berani, dia bahkan sudah berani berkata kasar kepada Althaf.
Althaf mengepalkan tangannya, rasa bersalahnya dan kondisi Alena yang masih tidak bisa dipastikan membuatnya tak dapat berpikiran jernih. Diapun merasa kecewa terhadap dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi Alena bahkan di rumahnya sendiri.
“Dengarkan peringatanku baik-baik Al. Zaldo yang sekarang bukanlah Zaldo yang lemah seperti dua tahun yang lalu. Jika aku mau, aku bisa menghancurkanmu dengan hanya satu kata.”