Arga yang mendapati kekasihnya berselingkuh, akhirnya menerima perjodohan tanpa tahu siapa wanita yang dijodohkan dengannya.
Zia yang mendengar keinginan mendiang ibunya pun menerima perjodohan yang disampaikan oleh ayahnya.
Janji perjodohan yang direncanakan orang tua Arga dan Zia membuat mereka bertemu kembali. Dulu mereka bagaikan musuh, Zia yang dulu menjadi anggota osis harus siap menghadang anak-anak yang terlambat, Arga yang hobi terlambat harus berurusan dengan Zia. Tapi ternyata, dalam hati mereka menyimpan cinta. Dijadikan satu dalam ikatan pernikahan, akankah mereka saling mengungkapkan cinta lama?
Belum revisi ya🤭
update setiap hari.
ig: myafa16
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon myafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Pagi ini sesuai permintaan bundanya. Arga menuju apartemen calon istrinya untuk mengajaknya mencari cincin. Setelah melewati kemacetan Jakarta yang sudah menjadi hal lumrah, dia sampai di alamat yang dituju.
Sesampainya di aparteman, Arga mencari nomer unit apartemen yang sudah di beri tahu oleh bundanya. "Ini dia, kata bunda tadi nomer 244." Arga yang dari tadi mencari alamat apartemen, akhirnya menemukan apartemen calon istrinya.
Arga langsung menekan bel, dan menunggu beberapa saat. Selang beberapa saat pintu pun dibuka.
"Kamu!" pekik Arga kaget. Kedua bola mata Arga membulat sempurna saat melihat wanita yang ada di hadapannya. Seketika Arga langsung mencari ponselnya dikantung sakunya. Arga menyetuh layar ponselnya dan mencari nomer bundanya. Arga langsung mengusap nomer yang tertera diponselnya, untuk menghubungi bundanya. "Halo Bunda, siapa nama calon istriku?" tanya Arga langsung tanpa memberi salam terlebih dahulu. Dia langsung pada tujuannya yaitu menanyakan nama calon istrinya.
"Oh ... Zia nak namanya, Zia Archana Kusuma," ucap bunda dari seberang sana.
Arga yang mendapati jawaban ibunya hanya bisa menerima, bahwa yang dilihatnya sama dengan yang diucapkan bundanya. "Baik Bun, aku cuma memastikan saja." Akhirnya Arga mematikan sambungan telepon, dan memasukan ponselnya dalam kantung celana.
"Apa kamu tak mempersilakan untuk masuk," tanya Arga yang melihat Zia diam saja.
Zia yang tadi di kabari oleh Bunda Marya, kalau calon suaminya ke apartemen pun sudah menduga siapa yang datang, dan menekan bel. Tapi saat dia membuka pintu, dia benar-benar kaget saat mendapati Arga lah yang di depan pintu. Zia memperhatikan Arga yang mencoba menghubungi bundanya, untuk menanyakan siapa calon istrinya. Dari raut wajah Arga saat berbicara di telepon, sudah di pastikan bahwa memang Arga lah calon suaminya. Zia hanya masih mematung tak percaya, pria di hadapanya itu adalah calon suaminya.
"Halo ... apa sebegitu terpesonanya dirimu melihatku!" seru Arga melihat Zia tidak bergeming sama sekali.
Zia yang mendengar ucapan Arga langsung tersadar dari lamunannya. "Ahh ... maaf," ucapnya. "Silakan masuk." Zia mempersilahkan Arga untuk masuk ke dalam apatemennya.
Arga yang dipersilahkan masuk ke dalam apartemen Zia, langsung melangkahkan kakinya. Dia memandangi sekitar apartemen Zia. Apartemen kecil dengan dua kamar terlihat terawat dan bersih. Bila dibanding apartemennya di London, sangat jauh dari kata mewah.
"Silahkan duduk, aku akan ambilkan minum." Zia pergi ke dapur untuk mengambil minum
Sebenarnya Arga masih sangat terkejut, karena wanita yang dijodohkan dengannya adalah gadis anggota osis jaman SMA. Karena kepintaran dan ketegasannya Zia. Dia terpilih menjadi anggota osis. Tapi sikapnya yang diam membuat dia susah di dekati. Zia termasuk gadis cantik dan populer di sekolah, dan banyak yang mencoba mendekati. Tapi tidak bagi Arga, dia adalah musuhnya. Arga sering kena hukuman karena Ziaz dan entah bagaimana Arga tampak membenci Zia.
"Silakan di minum," ucap Zia lembut memecah lamunan Arga.
"Apa gadis seperti dirimu bisa menjadi lembut sekarang," ejek Arga.
Mendengar ucapan Arga, rasanya Zia benar-benar merasa kesal. "Ternyata kamu masih sama menyebalkannya dari dulu." Wajah Zia merah menahan marah.
Arga lansung tertawa saat mendengar ucapan Zia. "Kamu masih sama saja ya saat sedang marah. Wajah merah kamu tidak berubah," ucap Arga saat melihat wajah Zia merah, dan mengingat bagaimana Zia dulu waktu sekolah.
"Ayo cepat bersiap, Bunda menyuruhku menjemputmu," ucap Arga mengajak Zia. "Apa kamu sengaja membuatku berlama-lama di apartemenmu," goda Arga.
Zia memutar bola matanya malas mendengar Arga mengatakan hal itu padanya. Zia langsung memilih berlalu ke kamarnya mengambil tas, dan pergi bersama Arga.
Di dalam mobil mereka diam saja. Tidak ada yang bicara sama sekali. Mereka sibuk dengan pikiran masing - masing. Zia yang memikirkan kenapa Arga yang menjadi calon suaminya, dan sebaliknya Arga pun sama. Dia masih bingung kenapa harus Zia yang menjadi calon istrinya.
"Ayo turun." Arga memecah lamunan Zia.
Zia yang mendengar Arga mengajanya turun, langsung membuka pintu mobil, dan berjalan mengekor Arga di belakangnya, menuju toko perhiasan.
"Selamat siang Tuan, Nona, ada yang bisa saya bantu," ucap pelayan toko.
"Kami ingin melihat cincin pernikahan," ucap Arga datar.
"Mari ini adalah koleksi terbaru, dengan mutiara yang simpel tapi elegan." Pelayan toko menjelaskan.
Zia yang melihat cincin yang di tunjukkan oleh palayan toko terpesona dengan keindahan mutiara yang menempel di cincin itu. Wah indah sekali, batin Zia
Arga melihat Zia terpesona dengan cincin itu, hanya tersenyum.
Zia pun melihat harganya. "Hah 250jt, mahal sekali," gumam Zia
Zia menarik lengan Arga dan berbisik
"Ar, harganya sangat mahal kita cari ditempat lain saja," bisik Zia.
Arga sunguh terkejut dengan penuturan gadis ini. *D*ia pikir aku tidak mampu membelinya. Apa dia lupa Arga pewaris Pratama Grup? batin Arga.
"Saya pesan yang ini," ucap Arga pada pelayan toko.
Zia menatap bingung pada Arga. Dia berpikir kenapa Arga memilih cincin itu, padahal tadi dia sudah bilang untuk tidak membelinya karena cincin itu sangat mahal.
Setelah keluar dari toko perhiasan. Arga langsung mengantar Zia pulang. Di dalam mobil Zia memberanikan diri bertanya. "Ar, tadi kan aku sudah bilang cincin itu mahal, kenapa kamu tetap membeli? Kita kan bisa cari di tempat lain yang lebih murah."
"Kenapa memangnya? Kamu pikir aku tidak sanggup beli!" seru Arga.
"Bukan begitu Ar, tapi sayang saja cincin dengan harga segitu." Zia yang terbiasa menghargai uang, merasa uang sebesar itu sangatlah berharga.
"Sudah jangan cerewet, pakai saja itu!" Arga yang malas meladeni Zia memintanya untuk diam.
Zia pun diam setelah Arga menegurnya. Dia memilih tidak memperdebatkan masalah cincin lagi. Zia berpikir, berdebat dengan Arga akan sia-sia.
"Ar," panggil Zia pada Arga.
"Hem."
Kenapa jawabannya seperti itu, batin Zia.
"Aku lapar, bisakah kita makan dulu?" pinta Zia ragu-ragu.
Arga yang mendengar permintaan Zia tersenyum. Dia berpikir, sejak kapan gadis ini berubah dari menyebalkan menjadi mengemaskan. Arga pun lansung berbelok menuju restoran terdekat. Sesampainya di restoran mereka berdua memesan makanan, dan makan bersama.
"Zi, aku menerima penikahan ini karena orang tuaku, jadi jangan berharap banyak dalam hubungan ini." Arga memecah keheningan di tengah menikmati makanan.
Zia menatap Arga sejenak saat Arga berbicara padanya, dan kembali menundukan pandangannya. Rasanya sesak di dadanya mendengar ucapan Arga. Tapi Zia sadar memang ini kenyataannya. "Aku tau, semua ini demi orang tua kita."
Setelah selesai makan, Arga mengantarkan Zia kembali ke apartemennya. "Baiklah aku pulang," pamit Arga sesaat setelah sampai di pintu apartemen Zia.
"Terimakasih, Ar."
banyak hati yg kecewa