Kisah tentang seorang bad boy bernaman Zachary Allen Maxwell, yang selalu bermain wanita dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Cara hidupnya yang tidak baiklah yang menjadi pemicu.
Ayahnya sendiri bukan dari orang-orang baik pula. Maxwell Bennedict mantan ketua gangster Red Tiger, menikah dengan seorang gadis desa hingga merubah hidupnya. Dia pun bertobat ingin lepas dari hidup kelamnya.
Karena itu, dia ingin merubah anak sulungnya yang bisa dibilang duplikatnya saat masih muda. Masalah masa lalu dia pun tidak ada yang tahu. Kemudian dia menjodohkan anaknya dengan anak teman istrinya yang bisa di bilang sangat polos tapi tomboy.
Pernikahan pun terjadi, dengan sangat terpaksa karena jika tidak menurut, Maxwell mengancam akan mencoret Zach dari Silsilah keluarga.
Julia, gadis yang dijodohkan pada Zach. Gadis penurut karena dinasehati oleh seorang guru ngaji untuk menghindari zina, disaat sudah waktunya diharuskan untuk menikah dan juga ingin melaksanakan keinginan kedua orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa
“Please, Pa … tolongin Zach. Papa bujuk Mama, dong biar mau ngomong sama Zach! Please!” Zach sampai memohon-mohon agar Maxwell membujuk Intan.
“Cowok sejati itu harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Kamu bikin Mama marah, kecewa, sakit hati, kenapa harus Papa yang membujuk Mama?”
“Ya, kalau Papa yang ngomong pasti didengerin, kalau Zach … sepertinya Mama sudah tidak percaya lagi.”
Raut kesedihan jelas terlihat di wajah Zach. Dia sangat menyayangi mamanya. Sekali lagi dia tak ingin menyakiti hati mamanya. Meskipun Zach juga menyadari ini bukan pertama kali Intan marah, karena kelakuannya. Tapi kali ini berbeda, pria itu merasa Intan benar-benar membencinya.
Zach tak sanggup menerima sikap Intan yang mengabaikannya saat mereka berpapasan. Atau tiba-tiba Intan urung masuk ke ruang makan saat mendapati dirinya di sana. Intan benar-benar seolah tak ingin melihat wajah Zach lagi.
“Jadi kenapa kamu tidak buat Mama percaya sama kamu lagi? Berusaha lebih keras, tunjukkan kalua kamu mau berubah.”
Zach menghela napas panjang. “Jika pernikahan itu bisa membuat Mama percaya dan memaafkan Zach, oke, aku akan segera menikah.” Binar mata Maxwell berubah cerah mendengar kata-kata anaknya.
“Kalau perlu dipercepat aja, Pa,” tambah Zach sambil menunduk.
“Hei Dude, kamu ini mau nikah, bukan mau perang!” Maxwell memukul bahu Zach yang benar-benar pasrah seolah akan menghadapi tiang gantungan.
Maxwell diam-diam senang dengan pernyataannya anaknya itu. Dia segera menyampaikan berita baik itu kepada sang istri.
“Segera bertindak, Ma. Sebelum anakmu berubah pikiran.”
“Jadi beneran dia sudah mau menikah dengan Julia? Akhirnya!” jerit Intan yang mulutnya segera ditutup dengan kedua tangan, khawatir teriakannya terdengar oleh Zach.
Intan pun segera menghubungi Nia, meminta wanita untuk bersiap-siap.
“Halo, Nia. Kamu pasti kaget mendengar kabar gembira ini. Eh, ini Zach sudah mau menikah dengan Julia. Malah dia sudah tidak sabar, kepingin pernikahannya dipercepat!”
“Hah? Serius? Hmmm, anak muda. Bilangnya tidak mau ternyata ngebet. Aduh, aku senang karena rencana kita akan segera terwujud.”
“Kami akan mengunjungi kalian minggu ini untuk melamar Julia. Aku udah kangen sama calon menantu juga.”
“Ya udah, aku kasih tahu Julia dulu, jangan sampai dia syok karena ternyata waktunya dipercepat.” Nia tak bisa menutupi rasa senangnya. Dia segera berlari ke kamar Julia. Gadis itu sedang makan seblak sambil menonton drakor kesukaannya di laptop.
“Julia, kamu harus siap-siap dari sekarang!”
“Memang kita mau kemana?” tanya Julia keheranan. Padahal adegan drakor lagi seru-serunya, tapi ibunya datang membuyarkan konsentrasi.
“Calon suamimu akan segera datang bersama keluarganya. Mereka mau melamar kamu!”
Seblak yang sedang dikunyah Julia langsung meluncur ke perut, membuatnya terbatuk-batuk. Gadis itu tersedak saking kagetnya. Dia meraih gelas minuman di meja lalu segera meminumnya hingga tandas.
“Huahhh!” Julia menepuk-nepuk mulutnya kepedasan sekaligus kaget. “Ibu yang benar saja! Datang-datang bikin kaget! Mana bisa? Baru juga kemarin bilang setuju, masa secepat ini. Ini mau nikah apa mau bikin orang jantungan? Sat set sat set, tidak tahu apa obat jantung mahal?” protes Julia.
Dia tak habis pikir, kenapa perjodohan ini berjalan sangat ekspres? Paket ekspres aja tetap butuh waktu sehari atau minimal dua puluh empat jam, itupun kurirnya terkadang masih nego untuk datang jika kota tujuannya terpencil seperti daerahnya sekarang.
“Ibu cuma bilang kamu siap-siap. Biar semuanya ibu yang urus. ‘Kan terima jadi, jadi mau terima atau tidak yang penting jadi,” sahut Nia sembari tertawa lebar.
“Idiiihhh, yang mau nikah siapa, yang senang siapa?” Julia benar-benar panik. Dia bingung harus bersikap bagaimana saat bertemu dengan calon suaminya.
Kalau dengan Intan, gadis itu sudah pernah bertemu saat Intan bertemu Nia di sebuah kafe pusat kota. Mereka janjian, lalu Nia mengajaknya. Tapi dengan pria ini?
“Sumpah sekarang babak deg-degan menjengkelkan ini akan segera dimulai,” gumamnya lirih. Saking gugupnya, Julia langsung menelan seblak yang tersisa tanpa dikunyah.
***
Rombongan keluarga Zach telah sampai ke kediaman Julia. Intan dan Nia berpelukan hangat layaknya dua sahabat yang sudah lama tak bersua.
Sedangkan Zach dan Julia, calon pasangan pengantin itu bertemu untuk pertama kalinya. Zach melirik sebentar ke arah gadis yang dibangga-banggakan mamanya, yang memiliki segala macam kriteria untuk menjadi istri idaman.
‘Gadis desa, penampilannya biasa aja. Biasa banget malah, bisa-bisanya Mama bilang dia sosok ideal buat jadi istriku?’ batinnya seraya memindai tubuh Julia.
Di mata Zach Julia sangat biasa. Berbeda sekali dengan Tifanny yang selalu tampak cantik dan modis serta super high class. Sebenarnya Julia tidak jelek, justru gadis itu manis dan tidak membosankan. Mungkin karena memang Zach belum membuka diri dan tampak menjaga jarak. Dia tersenyum hanya di depan keluarganya dan keluarga Julia.
Julia meski polos bukanlah gadis bodoh. Dia tahu jika Zach seperti tidak nyaman bertemu dengannya.
'Wajahnya jutek banget! Ganteng sih, tapi jutek. Apa dia pikir hanya dia yang terpaksa dengan perjodohan ini. Dia pikir, aku senang dijodoh-jodohkan seperti ini?' gumam Julia di dalam hati.
'Apa aku batalkan saja? Mumpung masih ada waktu dan keluarganya juga sedang berada di sini. Sebelum semuanya terlambat dan pembicaraan makin serius kemana-mana?' Julia menjadi ragu untuk meneruskannya.
“Aku senang sekali Mas Max dan keluarga datang ke rumah kami yang sederhana ini. Rasanya seperti mimpi. Terakhir saya ketemu Intan waktu dia menemani Mas Max meeting di hotel. Kami janjian di kafe dekat hotel.”
“Iya, aku juga senang bisa bersilaturahmi kemari. Maaf waktu Intan cerita mau ketemu sahabatnya, aku tidak bisa nenemani, maklum sok sibuk!” gurau Maxwell. Suasana hangat cepat tercipta karena mereka memang sahabat lama. Intan tertawa-tawa senang, Nia juga menyambut mereka dengan gembira.
‘Rasanya aku tak akan sanggup mengoyak kebahagiaan mereka. Ibu dan Tante Intan sangat bahagia. Aku tidak bisa membayangkan reaksi mereka kalau aku membatalkan perjodohan ini.’ batin Julia terus bergolak.
Zach yang melirik Julia juga merasakan hal yang sama. Bahwa Mamanya terlihat senang, Papanya tampak bahagia. Sedangkan dia?
‘Ah, sudahlah! Tidak penting aku bahagia atau tidak, Yang terpenting Mama mau memaafkanku. Rasanya tidak enak dicuekin mama sendiri,’ ucapnya dalam hati.
“Loh kalian kok diem aja? Zach ini Julia calon istrimu yang Mama ceritakan. Julia, ini loh anak Tante, Zachary. Anak tante satu-satunya.”
Maxwell tak mau kalah, pria paruh baya itu menggoyang tangan Intan agar diperkenalkan pada Julia. Gadis itu menarik perhatian Maxwell karena mengingatkannya pada Intan saat masih muda dulu, sederhana dan polos. Maxwell yakin Julia adalah Wanita yang cocok untuk Zach.
“Oh, Tante sampai lupa. Ini Papanya Zach, Om Maxwell. Ya inilah keluarga kami. Kedatangan kami kesini untuk meneruskan rencana yang kemarin sudah kami sampaikan kepada ibumu.”
“Iya, Tante. Julia hanya mengikuti saja. Apa pun yang menurut Ibu dan Tante baik pasti Julia ikuti,” jawab Julia dengan gugup. Tangannya berkeringat, dadanya berdegup kencang. Gadis itu benar-benar takut salah bicara. Di dalam hati Julia berdo’a agar semua berjalan sebagaimana mestinya.
aya2 wae nya nu mna w atuh neng ga ujung2 na mh dikunyah jg😫😁