Revan Alfredo harus menikah dengan Bella Amanda, gadis yang di pilihkan oleh keluarganya agar mendapatkan warisan.
Demi menutupi hubungan Revan dengan kekasihnya di depan semua orang, Revan terpaksa menyetujui perjodohan itu dan menjadikannya Bella sebagai tamengnya.
Sehari setelah pernikahan, Revan melemparkan kontrak pada Bella.
"Oke, aku setuju dengan persyaratan itu, tapi aku juga memiliki persyaratan!" ucap Bella
"Apa?" tanya Revan.
"Aku minta kamu tf ke rekeningku 1 triliun diluar dari nafkah yang seharusnya kamu berikan, deal, aku akan tanda tangan!" tantang Bella, tentu dia tidak akan membuat kekasih gelap Revan bersenang-senang dengan uang suaminya.
Apakah Revan akan memberikan apa yang di minta Bella?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Navizaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gengsi
Happy Reading.
Hari-hari Revan di USA ia jalani dengan tidak semangat, meskipun ada Viona sang kekasih yang menemaninya, tapi Revan merasa tidak senang.
Bukan karena dia tidak berhasil menangani kasus yang membelit perusahaan kakeknya, tapi karena istrinya tidak pernah sama sekali mengirimkan nya pesan sekali pun.
Bayang-bayang Revan akan kehadiran Bella semakin membuat pria itu merasa rindu akan kehadiran istrinya.
"Sayang, nanti aku mau beli tas Hermes yang limited edition ya?" ujar Viona yang baru saja datang membawa beberapa barang belanjaan.
"Hemm!" jawab Revan sekilas.
Pria itu berpura-pura menyibukkan dirinya dengan ponsel yang ia bawa, padahal sebenarnya Revan sangat enggan menghadapi Viona yang semakin lama semakin boros itu.
"Sayang, kamu masih sibuk ya? aku beli kemeja buat kamu, nanti di coba ya?" Revan hanya melirik kemeja yang di letakkan di sofa oleh Viona tanpa minat.
"Mulai besok kembalikan kartu kredit ku, kurangi belanja mu, Viona!" ucap Revan datar.
Viona langsung terkejut dan melotot sempurna, apa tadi yang dia dengar? kartu hitam milik Revan di minta oleh yang punya?
"Sa-sayang, apa maksudnya? bukankah aku boleh menggunakan kartumu semauku?" ucap Viona manja.
Wanita itu langsung menempel pada lengan Revan dan berpura-pura sedih.
"Sudah cukup, pengeluaran mu selama di Amerika sudah terlalu banyak!" jawab Revan.
Viona semakin bergelanyut manja, "tapi sayang, tadi katanya aku boleh beli tas Hermes yang limited edition!"
"Itu untuk yang terakhir, setelah itu kembalikan kartuku!" jawab Revan mutlak tanpa bisa di rayu lagi.
Viona cemberut, kemudian wanita itu berdiri dan melangkah sambil menghentakkan kakinya. "Kenapa sih kamu pelit banget, aku 'kan Kekasih mu, Revan!"
"Viona!! ingat, kamu itu cuma kekasihku, bukan istri ku dan semua gaya hidupmu aku yang penuhi, jadi jangan sekali-kali membantah atau aku bisa buang kamu kapan saja!! mengerti!"
Viona hanya bisa mengangguk pasrah dengan ancaman Revan, karena sejujurnya wanita itu memang begitu mencintai Revan sepenuh hati.
Sebulan kemudian.
Setelah menginjakkan kakinya di bandara, Revan langsung pulang ke rumah, entah kenapa rasanya begitu antusias.
Dia rindu istrinya!
Revan sudah menunggu sang istri pulang dari butiknya. Dia sangat bersemangat hari ini. Entah kenapa tiba-tiba Revan ingin sekali memeluk istrinya itu, setelah dia pulang dari Amerika yang diinginkan hanyalah bertemu dengan Bella.
Tentu saja karena dia kangen!
Bella baru saja pulang dari butiknya, wanita berusia dua puluh empat tahun itu merasa sangat lelah setelah mendapatkan pesanan yang cukup banyak, beberapa baju pengantin yang harus segera diselesaikan akhir bulan ini.
Saat Bella akan keluar dari dalam mobilnya, dia melihat mobil Revan sang suami sudah terparkir rapi di garasi.
'Ternyata dia sudah pulang!'
Bella menghela napas, sungguh rumit kehidupan yang harus dia jalani demi kedua orang tuanya. Seharusnya dia merasa senang kalau suaminya ingat pulang, tapi itu kalau hubungan antara mereka baik-baik saja.
Yang ada sekarang Bella menginginkan bisa menghilang agar tidak bertemu kembali dengan suaminya itu.
'Sudahlah Bella, kamu harus sabar!'
Bella memutuskan masuk ke dalam rumah yang banyak sekali menyimpan rasa sakit di dalamnya. Gadis itu tahu apa yang di alaminya ini mungkin sudah termasuk takdir. Dia hanya akan menjalani takdir ini sampai Tuhan memberikannya takdir yang indah.
Perlahan gadis itu membuka pintu dan masuk ke dalam. Berjalan tanpa terganggu dengan sorot mata tajam yang sejak tadi menatapnya.
Revan melihat Bella yang masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arahnya, dan hal itu membuat Revan tidak suka. Apakah Bella tidak merindukannya sama sekali? Padahal pria itu sudah menahan rindu terhadap sang istri.
"Bella, tunggu sebentar, aku mau ngomong!" seru Revan yang saat itu berada di ruang tamu.
Bella menoleh dan menatap pria yang sudah enam bulan ini menjadi suaminya, suami di atas kertas tepatnya.
"Oh, kamu ternyata sudah pulang? Mau ngomong apa?" tanya Bella datar.
Sebenarnya Revan sangat ingin mengatakan bahwa dia sangat merindukan Bella, tapi sepertinya dia masih gengsi.
Bersambung
aku mau baca thour