Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.
______________
Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Permainan Cermin dan Jerat Karma ( 2 )
Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶
Happy reading 🌷🌷
...****************...
“Mau ke mana, Nayara? Aku tidak akan membiarkan kalian pergi.”
Mira maju dengan langkah pasti.
“Ardan, kamu harus keluar! Aku akan menahan dia!” Nayara mendorong Ardan keluar pintu kamar.
“Tidak! Jangan lawan dia!” Ardan mencoba memegang Nayara, tapi terlalu lemah.
“Kamu harus hidup, Dan!”
Mira melompat, mengayunkan pisaunya. Nayara menghindar ke samping.
Pertarungan fisik itu kembali terjadi, kali ini di dalam kamar sempit. Mira, yang penuh dendam dan amarah, melawan Nayara yang didorong oleh insting bertahan dan cinta.
Nayara melihat Raynald sudah berhasil menguasai dirinya. Ia mengambil flashdisk yang tergeletak, dan kini berdiri tegak, mengeluarkan ponselnya. “Mira! Jangan bunuh dia! Polisi datang! Cepat, ambil Ardan!”
Nayara mendengar sirene samar dari kejauhan. Dion sudah tiba.
Nayara tahu ia harus bertindak cepat. Ia melihat vas bunga kristal di meja samping tempat tidur. Dalam satu gerakan cepat, Nayara berhasil mendorong Mira ke arah vas itu.
DUAK! PRANG!
Kepala Mira membentur meja dan vas bunga itu pecah. Mira jatuh, pingsan.
Nayara berlari ke arah Ardan. “Ayo, Dan! Kita harus lari ke tangga darurat!”
Mereka berdua berjalan tertatih-tatih keluar kamar. Raynald mencoba menghalangi, tapi Ardan, meskipun lemah, mengumpulkan sisa tenaganya dan mendorong Raynald ke dinding.
Nayara dan Ardan berlari ke lorong sepi.
“Tangga darurat!” Ardan berbisik.
Mereka menuruni tangga darurat dari lantai 18. Setiap langkah terasa berat bagi Ardan.
Di lantai 15, mereka berpapasan dengan polisi yang berlari ke atas, dipimpin oleh Dion.
“Nayara! Ardan!” Dion berteriak lega.
“Raynald ada di atas! Dia menyuntik Ardan dengan serum! Flashdisk buktinya ada padanya!” seru Nayara.
Polisi langsung bergegas naik. Dion memeluk Nayara. “Kamu berhasil! Kita akan bawa Ardan ke rumah sakit!”
.
.
.
.
Ambulans tiba. Ardan dibawa ke rumah sakit terdekat. Nayara duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat-erat.
“Aku… aku minta maaf,” Ardan berbisik.
“Aku minta maaf karena mengatakan hal-hal buruk itu. Aku hanya ingin kamu… jauh dariku. Aku takut Raynald akan menyakitimu, Nayara. Aku tahu kamu akan datang, makanya aku meninggalkan sandi di cermin. Aku mencintaimu.”
Air mata Nayara jatuh di tangan Ardan. “Aku juga minta maaf karena meragukanmu. Tapi kamu seharusnya bilang padaku, Dan. Kita bisa menghadapinya bersama.”
“Aku tahu kamu tidak akan percaya. Aku harus menebus dosa ayahku sendiri. Hutang karma ini terlalu besar untuk kita tanggung berdua.”
“Tidak, Dan. Kita menikah. Hutangmu adalah hutangku. Kita akan menghadapinya bersama.”
Saat tiba di rumah sakit, Ardan langsung ditangani. Dion datang.
“Raynald sudah diamankan. Mira juga. Tapi flashdisk bukti itu…” Dion menghela napas. “Raynald sudah menghancurkannya, Nay. Dia menghancurkannya di depan polisi sebelum mereka bisa mengambilnya.”
Nayara terhenyak. Semua perjuangan itu sia-sia? Bukti untuk menjatuhkan Raynald hilang?
“Jangan khawatir,” kata Dion. “Setidaknya Raynald tertangkap basah bersama Mira di TKP dan ada serum ilegal di sana. Itu sudah cukup untuk menahan mereka, sambil aku mencari bukti lain di luar Cipta Raya Abadi.”
Nayara mengangguk. Setidaknya, Raynald tidak bisa menyakiti Ardan lagi.
Dion tersenyum. “Kamu yang terbaik, Nayara. Kamu tidak hanya menyelamatkan suamimu, kamu menyelamatkan reputasi Cipta Raya Abadi.”
.
.
.
.
Keesokan paginya, Nayara duduk di samping Ardan. Ardan sudah membaik, walaupun masih sangat lemah.
Ardan menatap Nayara. “Aku harus jujur padamu, Nay. Selama ini, aku kembali ke perusahaan untuk membersihkan nama ayahku dari hutang pada Basuki Adelio. Tapi… karma itu ternyata tidak bisa dibayar dengan uang atau kebaikan. Raynald dan Mira datang bukan hanya untuk balas dendam, mereka datang karena mereka menginginkan sesuatu yang lebih besar.”
“Apa, Dan?”
Ardan menghela napas. “Aku tidak tahu di mana, tapi aku yakin Ayahku menyembunyikan kunci master ke proyek besar di masa lalu. Proyek yang bisa membuat Raynald menguasai seluruh bisnis konstruksi di Indonesia. Mereka mencari kunci itu.”
“Kunci master apa?”
“Kunci fisik, Nayara. Kunci master ke brankas rahasia Ayahku. Itu berisi dokumen perjanjian ilegal dan blueprint proyek infrastruktur yang sangat berharga. Ayahku menyembunyikannya dari semua orang, termasuk aku.”
Nayara teringat buku harian Ardan. Ia mencarinya di tasnya, dan menyerahkannya kepada Ardan. “Ardan, di sini ada semua petunjukmu. Aku yakin kamu mencatat di mana letak kunci itu.”
Ardan membalik halaman terakhir. Di samping foto ayahnya, ia menemukan catatan kecil yang ia buat saat itu.
*Kunci master. Tempat teraman. Tempat yang dia anggap suci.
*Aku akan menyembunyikannya di tempat yang dia selalu kunjungi setiap tahun. Tempat yang dia anggap paling bersih dari semua kekotoran di dunia.
*Loker 45-B. Di sana ada kunci dan satu surat untukku.
Ardan mendongak. “Nayara, kita harus ke sana sekarang. Loker 45-B.”
“Loker apa, Dan? Loker kantor?”
Ardan menggeleng. Wajahnya pucat, tapi matanya memancarkan tekad.
“Loker ini ada di tempat yang selalu dikunjungi ayahku setiap tahun, tempat yang dia anggap suci, jauh dari Jakarta.”
Nayara memejamkan mata, memikirkan kebiasaan mertuanya. Ayah Ardan sangat religius, meskipun pekerjaannya kotor. Setiap tahun, ia pasti pergi ke satu tempat suci.
“Candi Borobudur.” bisik Nayara.
Ardan mengangguk. “Di sana. Loker penitipan barang turis. Loker 45-B. Kunci master itu ada di sana.”
Tiba-tiba, Dion masuk. Wajahnya tegang.
“Nayara, Ardan. Ada masalah.”
“Ada apa, Dion? Raynald?”
“Bukan, Raynald sudah di tahan. Tapi Mira… Mira berhasil kabur dari kantor polisi subuh tadi. Dia meninggalkan pesan di cermin sel tahanannya.”
Dion menunjukkan foto yang ia ambil. Di cermin itu, terukir menggunakan pisau lipat kecil:
“Aku sudah tahu. Borobudur.”
Mira sudah mengetahui kunci itu.
Nayara dan Ardan saling pandang. Mereka harus bergegas. Nayara harus pergi ke Borobudur sebelum Mira tiba.
Nayara mencium kening Ardan. “Aku akan pergi. Aku akan ambil kunci itu. Kamu harus cepat sembuh.”
Nayara bergegas keluar. Ia tidak punya waktu. Ia harus sampai di Borobudur lebih dulu.
Nayara mengambil mobil Ardan dari parkiran rumah sakit. Ia melaju secepat mungkin, menuju jalan tol, menuju arah Jawa Tengah.
Saat fajar mulai menyingsing, Nayara sudah melaju kencang di jalan tol. Ia harus mengalahkan Mira.
Tiba-tiba, ponsel Nayara berdering. Nomor tidak dikenal.
Nayara mengangkatnya.
“Selamat pagi, Nayara.” Suara itu membuat Nayara gemetar. Suara Mira.
“Kamu tidak akan pernah sampai di sana,” Mira mendesis. “Aku sudah mengatur jadwal penerbangan pertama ke Jogja subuh tadi. Dan sekarang, aku sudah di bandara. Aku hanya perlu menyewa mobil dan aku akan sampai di Borobudur dua jam lebih cepat darimu.”
Nayara menelan ludah. Jalan darat melawan penerbangan. Ia kalah.
“Aku akan menang, Nayara. Kali ini, hutang karma itu akan terbayar lunas. Aku akan hancurkan Cipta Raya Abadi dengan kunci itu, dan aku akan balas dendam untuk ayahku.” Mira menutup telepon.
Nayara memeluk setir mobil, panik. Ia tidak bisa melaju lebih cepat lagi. Ia tidak akan pernah tiba tepat waktu.
Nayara menatap jalan tol yang panjang, dan matahari yang baru terbit.
Mira akan sampai di sana lebih dulu.
Nayara menatap spion mobilnya, mencari solusi. Ia tahu ia tidak bisa memenangkan perlombaan ini.
Saat ia sedang berpikir keras, dari arah belakang, sebuah truk kontainer besar melaju dengan kecepatan tinggi. Truk itu melaju ke jalur Nayara, dan membunyikan klakson panjang.
Nayara refleks mengerem, terkejut.
Truk itu menyalip, dan di sisi body truk kontainer itu, Nayara melihat logo besar berwarna merah menyala yang dicat di body truk.
PT. RAJAWALI BAJA.
Nayara terperanjat. Itu adalah truk pemasok Raynald!
Tiba-tiba, dari kursi penumpang truk itu, sebuah tangan keluar dari jendela dan menunjuk ke arah Nayara.
Itu bukan Mira.
Itu adalah seseorang dari masa lalu Ardan, yang Nayara kenal dan tak pernah sangka akan terlibat dalam masalah ini. Wajahnya menyeringai.
“Permainan belum selesai, Nayara. Sekarang giliranku yang memburu kunci itu.”
Nayara menginjak rem, jantungnya berdetak kencang. Orang yang ia kenal, yang juga mengejar kunci master, kini berada di jalan tol yang sama dengannya.
Siapa orang itu, dan bagaimana ia bisa terlibat dalam jebakan Raynald?
Bersambung......