NovelToon NovelToon
BANGKITNYA GADIS YANG TERTINDAS

BANGKITNYA GADIS YANG TERTINDAS

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Mengubah Takdir
Popularitas:97
Nilai: 5
Nama Author: Sagitarius-74

Gadis, sejak kecil hidup dalam bayang-bayang kesengsaraan di rumah keluarga angkatnya yang kaya. Dia dianggap sebagai anak pembawa sial dan diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu. Puncaknya, ia dijebak dan difitnah atas pencurian uang yang tidak pernah ia lakukan oleh Elena dan ibu angkatnya, Nyonya Isabella. Gadis tak hanya kehilangan nama baiknya, tetapi juga dicampakkan ke penjara dalam keadaan hancur, menyaksikan masa depannya direnggut paksa.
Bertahun-tahun berlalu, Gadis menghilang dari Jakarta, ditempa oleh kerasnya kehidupan dan didukung oleh sosok misterius yang melihat potensi di dalam dirinya. Ia kembali dengan identitas baru—Alena.. Sosok yang pintar dan sukses.. Alena kembali untuk membalas perbuatan keluarga angkatnya yang pernah menyakitinya. Tapi siapa sangka misinya itu mulai goyah ketika seseorang yang mencintainya ternyata...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

RINDU YANG TAK BISA DITUTUP

Matahari baru mulai menyingsing di ufuk timur ketika Ferdo membuka pintu kamar Luna.

Di dalamnya, Elena sudah duduk di tepi ranjang, sambil merapikan baju-baju kecil yang akan dibawa pulang.

Gadis kecil berusia dua tahun itu sudah bangun, matanya bercahaya seperti bintang pagi. “Papaaa… kita pulang ya? Kita akan segera bertemu mama,” ucapnya dengan suaranya yang manis, sambil merentangkan tangan agar dipeluk.

Ferdo mendekat, mengangkat Luna dan memeluknya erat. “Iya, sayang. Kamu sudah diperbolehkan pulang hari ini, kita pasti akan bertemu mama," jawabnya, meskipun hatinya terasa sedih.

 Kata “mama” yang keluar dari mulut Luna bukan merujuk pada Elena, melainkan pada Gadis, wanita yang kini terkurung di penjara.

“Yey! Pulang ke rumah nenek Isabella dan kakek Antonio!” Luna melompat kegirangan di pangkuan Ferdo, rambut keritingnya bergoyang-goyang.

Kemudian dia mendengus lembut, menatap Ferdo dengan mata yang memelas. “Papa… setelah Luna pulang dari Indonesia, Luna mau bertemu Mama ya? Mama Gadis…”

Elena yang sedang mengemasi baju tiba-tiba berhenti. Tanganinya gemetar, lalu dia mengangkat muka dengan wajah yang sudah memerah karena menahan amarah.

"Gemas sekali!" pikirnya. "Kenapa dia selalu ingat gadis itu? Gadis yang sudah jadi saingan cintaku, yang akan merusak semua rencanaku!" Dia mencoba menyembunyikan kemarahan, tapi suaranya tetap terdengar kasar, “Luna, sayang… Mama yang ada sekarang adalah bu Elena lho. Jangan lagi ingat orang yang tidak baik itu.”

Luna menggeleng keras. “Tidak! Mama Luna itu Mama yang selalu bawa Luna main ke taman! Bukan Tanteu Elena!” teriaknya, lalu menyembunyikan wajahnya di dada Ferdo.

 Ferdo menatap Elena dengan tatapan yang menyalahkan. “Elena, dia cuma anak kecil. Jangan paksakan dia seperti itu,” katanya dengan nada pelan tapi menekan.

Elena menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia melanjutkan mengemasi barang-barang, tapi setiap gerakannya terasa kaku, menahan amarah.

" Sudah berapa kali aku harus mendengar kata-kata itu? Sangat menyebalkan!" pikirnya.

Gadis itu sudah di penjara, sudah dalam proses perceraian dengan Ferdo, tapi dia masih menguasai hati anaknya… bahkan hati Ferdo sendiri.

Setelah semua barang terkemas rapi, mereka berangkat dari rumah sakit menuju bandara.

Perjalanan hanya memakan waktu setengah jam tapi rasanya seperti seabad bagi Elena.

Sebelumnya, Ferdo sudah meluasi semua biaya administrasi yang tidak sedikit jumlahnya. Yang tentunya itu atas bantauan dari papanya, tuan Antonio.

Singkat cerita, akhirnya mereka tiba di Indonesia. Perjalanan dari negeri Paman Sam, berjalan lancar, tanpa kendala.

Dan tibalah mereka di depan gerbang rumah mewah milik tuan Antonio dan nyonya Isabella.

"Asiiik.. Kita udah nyampai.." Seru Luna kegirangan.

Ketika mobil mereka tiba di depan rumah besar milik keluarga Ferdo, pintu gerbang segera terbuka.

Tuan Antonio dan Nyonya Isabella berdiri di teras, tersenyum lebar. Di samping mereka berdiri Renata dan Rafael, adik-adik Ferdo yang masih muda. “Selamat pulang, Luna! Kangen banget sama kamu!” teriak Renata, berlari mendekat dan memeluk gadis kecil itu.

“Kangen Kakek, Nenek," ucap Luna dengan ceria, melompat dari pangkuan Ferdo dan berlari ke arah kakek neneknya.

Nyonya Isabella mengangkat Luna, mencium pipinya berkali-kali. “Kamu sudah besar ya, sayang. Semoga sehat selalu ya.”

Ferdo mendekat, menyapa kedua orang tuanya. “Terima kasih sudah menunggu, Pa, Ma. Luna sudah sehat sekarang.”

Tuan Antonio mengangkat bahu Ferdo. “Semua untuk keluarga, anakku. Yang penting Luna pulang dengan sehat.” Dia kemudian menatap Elena, yang berdiri agak jauh. “Selamat datang, Elena. Senang kamu bisa datang bersama.”

Elena tersenyum meskipun hatinya masih tertekan. “Terima kasih, Pak Antonio. Senang juga bisa bertemu lagi.” Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Dia melihat layar, dan wajahnya segera mencerahkan. “Maaf, Pak, Bu… itu orang tuaku. Mereka kangen, minta aku pulang segera.”

“Ya, silakan, Elena. Jangan sampai mereka khawatir,” kata Nyonya Isabella dengan ramah. “Kita bisa bertemu lagi nanti untuk merundingkan tanggal pernikahanmu dengan Ferdo.”

Elena mengangguk, lalu menyapa semua orang sebelum pergi. “Sampai jumpa lagi, semuanya. Selamat tinggal, Luna.” Luna hanya mengangguk sambil masih bermain dengan Renata, tanpa melihatnya.

Elena merasa seolah-olah ada batu di tenggorokannya, tapi dia segera pergi sebelum kemarahan itu muncul lagi.

Setelah Elena pergi, Nyonya Isabella menarik tangan Ferdo. “Anakku, besok aku akan menghubungi Bapak dan Ibu Candra untuk merundingkan tanggal pernikahan. Kamu setuju kan? Semua sudah siap, cuma tinggal menentukan hari yang baik.”

Ferdo mengangguk, tapi matanya terlihat jauh. “Ya, Ma. Semua terserah kamu.” Dia kemudian melihat ke arah Luna, yang sedang bermain dengan Rafael di taman.

"Dia kangen Mama nya", pikirnya. "Sudah beberapa bulan Gadis di penjara. Aku tidak bisa membayangkan betapa kesusahannya dia.

Tanpa menyapa siapa pun, Ferdo berjalan cepat ke garasi, mengambil mobilnya, dan melarikan diri dari rumah. Renata yang melihatnya berlari mendekat ke Nyonya Isabella. “Ma, Kak Ferdo kemana? Dia pergi tanpa menyapa.”

Nyonya Isabella menghela nafas. “Aku tidak tahu, nak. Mungkin dia ada urusan penting.” Tapi di dalam hatinya, dia tahu Ferdo pergi ke mana. Dia tahu bahwa putranya masih mencintai Gadis, meskipun semua yang telah terjadi.

Di sisi lain, Elena tiba di rumahnya yang megah. Bapak dan Ibu Candra segera mendekatinya, memeluknya dengan erat. “Kangen banget, Nak. Kenapa kamu pulang terlambat?” tanya Ibu Candra.

Elena menceritakan semua yang terjadi, termasuk kata-kata Luna yang selalu ingat Gadis. “Bu, aku sudah lelah. Kenapa dia selalu ada di tengah-tengah hubungan kita? Dia sudah di penjara, sudah dalam proses perceraian dengan Ferdo, tapi dia masih mengganggu kita!” teriaknya.

Bapak Candra menepuk bahunya. “Tenang, Nak. Semua akan baik-baik saja. Besok kita akan bertemu dengan keluarga Ferdo untuk merundingkan tanggal pernikahan. Setelah kamu dan Ferdo menikah, Gadis tidak akan bisa mengganggu lagi.”

Tetapi Elena tidak bisa merasa tenang. Dia terus memikirkan Ferdo. Setelah Elena datang ke rumah tuan Antonio, Ferdo tak ada di rumah..

"Kemana dia sekarang? Apakah dia pergi ke penjara untuk melihat Gadis?" pikirnya. Ketakutan dan kemarahan bergabung dalam hatinya, membuatnya sulit bernapas.

Sementara itu, Ferdo sudah tiba di depan penjara. Dia mendaftarkan diri, dan setelah beberapa menit, dia diizinkan memasuki ruang bertemu.

Dia duduk di bangku, menunggu. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan Gadis masuk. Wajahnya kurus dan pucat, rambutnya pendek, dan dia mengenakan baju seragam penjara. Tapi mata dia masih sama seperti dulu, cerah dan penuh kasih.

“Ferdo… kamu ada di sini?” tanya Gadis dengan suaranya yang lemah. Dia duduk di bangku di hadapan Ferdo, matanya berlinang air mata.

Ferdo melihatnya dengan hati yang hancur. “Aku datang karena Luna kangen Mamanya. Dia selalu minta bertemu denganmu.”

Gadis menangis. “Aku juga kangen banget sama Luna… aku tidak bisa membayangkan betapa kesusahannya dia tanpa aku.” Dia melihat Ferdo dengan mata yang memelas. “Bagaimana dia? Apakah dia sehat? Apakah dia bahagia?”

“Dia sehat, Gadis. Dia baru saja pulang dari rumah sakit. Dan dia bahagia, tapi dia selalu merindukanmu.” Ferdo berusaha menahan air matanya, tapi air mata itu tetap mengalir. “Aku juga kangen kamu, Gadis. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu.”

Gadis menggeleng. “Jangan berkata begitu, Ferdo. Kamu sudah punya Elena. Kamu akan menikah dengan dia. Dan aku… aku di penjara. Aku tidak pantas untukmu.” Dia mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya, lalu memberikannya ke Ferdo. “Ini surat pernyataan aku, Ferdo. Aku menyetujui perceraian. Kamu harus melanjutkan hidupmu tanpa aku.”

Ferdo mengambil kertas itu, tapi dia tidak mau membacanya. Dia ingin memeluk Gadis, ingin merasa kehangatan tubuhnya sekali lagi. Tapi dia tidak bisa. Dia melihat ke arah penjaga yang berdiri di pojok ruangan, lalu melihat Gadis kembali. “Aku tidak bisa melakukannya, Gadis. Aku mencintaimu. Selalu mencintaimu.”

“Kamu harus, Ferdo. Untuk Luna. Dia butuh seorang ibu.. Aku ada di penjara, tak bisa mendampinginya. Elena bisa menjadi ibu untuk Luna." Kata-kata Gadis sangat menyentuh hati Ferdo.

Ferdo menangis semakin keras, dia tak bisa menahannya. Dia tahu bahwa Gadis melakukan ini untuk dia, untuk Luna. Tapi dia tidak bisa melupakan Gadis.

Dia tidak bisa melanjutkan hidupnya tanpa Gadis. Dia mengemudikan mobilnya dengan perasaan gak menentu, tidak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya.

Ketika dia tiba di rumah, Elena sudah menunggunya di teras. Wajahnya memerah karena menahan emosi. “Ferdo! Kemana kamu pergi? Aku sudah kelabakan! Aku berpikir sesuatu yang buruk terjadi padamu!” teriaknya.

Ferdo melihatnya dengan kesal.“Aku pergi ke penjara, Elena. Untuk melihat Gadis. Karena Luna kangen Mama nya.”

Elena terkejut. Dia tidak bisa membayangkan bahwa Ferdo benar-benar pergi untuk melihat Gadis. “Ferdo… bagaimana bisa kamu? Kamu sedang dalam proses perceraian dengan dia, dan kamu akan menikah dengan aku!” teriaknya.

“Aku tahu, Elena! Tapi Gadis adalah ibu dari putriku! Dia selalu akan ada di hidupku, meskipun kita sudah bercerai! Dan aku tidak bisa membohongi hatiku lagi… aku masih mencintainya, Elena. Aku selalu akan mencintainya.”

Elena menangis. Dia tahu bahwa dia telah kalah. Dia tahu bahwa Ferdo tidak akan pernah mencintainya seperti dia mencintai Gadis.

Dia berjalan cepat ke dalam rumah, menyembunyikan wajahnya di kamar tidurnya. Dia tahu bahwa semua rencananya telah hancur. Dia tahu bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan hati Ferdo.

Di luar, Ferdo berdiri sendirian di teras. Dia melihat ke arah langit malam, yang penuh bintang. Dia memikirkan Gadis, memikirkan Luna, dan memikirkan masa depan yang tidak jelas.

Dia tahu bahwa dia harus membuat keputusan yang sulit. Tapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa melupakan Gadis. Dia tidak bisa melanjutkan hidupnya tanpa dia.

“Aku akan menunggu mu, Gadis,” bisiknya. “Aku akan menunggu sampai kamu bebas, sampai kita bisa bersama lagi. Karena aku mencintaimu, dan aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu. Walau sebenarnya aku sakit hati akan suratmu itu, tapi aku belum percaya sebelum mendengar dari mulutmu sendiri. "

1
Tie's_74
Haloo.. Minta dukungan untuk ceritaku yang ke 2 ya .. Makasih 😁🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!