Thalia Puspita Hakim, perempuan berusia 26 tahun itu tahu bahwa hidupnya tidak akan tenang saat memutuskan untuk menerima lamaran Bhumi Satya Dirgantara. Thalia bersedia menikah dengan Bhumi untuk melunaskan utang keluarganya. Ia pun tahu, Bhumi menginginkannya hanya karena ingin menuntaskan dendam atas kesalahannya lima tahun yang lalu.
Thalia pun tahu, statusnya sebagai istri Bhumi tak lantas membuat Bhumi menjadikannya satu-satu perempuan di hidup pria itu.
Hubungan mereka nyatanya tak sesederhana tentang dendam. Sebab ada satu rahasia besar yang Thalia sembunyikan rapat-rapat di belakang Bhumi.
Akankah keduanya bisa hidup bahagia bersama? Atau, justru akhirnya memilih bahagia dengan jalan hidup masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERSISIH
Thalia pura-pura tidak mengubris kedatangan Adelia yang tiba-tiba itu. Ia juga lekas menoleh ke arah lain agar wanita dengan surai hitam panjang mengenalinya. Adelia adalah wanita penuh drama. Thalia malas berurusan dengannya.
"Mbak Thalia, kan?" Tiba-tiba seorang wanita bertubuh berisi dan berkacamata menegurnya. Menatapnya tanpa berkedip, seakan memastikan siapa dirinya.
Thalia mengangguk. "Maaf, siapa ya, Mbak? Saya nggak kenal anda."
Wanita itu mengulas senyun hangat. "Wajar, Mbak. Saya cuma salah satu followers instagram, Mbak. Saya ngefans banget sama Mbak. Saya dan adik saya malah pakai rangkaian skincare yang Mbak jadi modelnya."
Demi menghindari tatapan beberapa pendamping, Thalia pun sedikit menjauh dari kerumunan.
"Saya boleh foto, Mbak? Buat saya kasih ke kenang-kenangan."
Thalia tercengang. Kemudian, menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis. "Saya bukan artis, Mbak. Kayaknya Mbak salah orang deh."
"Awalnya saya kira iya. Apalagi tadi saya lihat Mbak sama pria yang bukan Mas Julian. Eh pas noleh ternyata iya."
Thalia menggaruk lehernya yang tak gatal. Sejujurnya ia tidak nyaman begini. Ia bukan public figure seperti Julian. Sangat mustahil tiba-tiba ada yang meminta fotonya seperti ini.
Thalia kebingungan. Sedangkan matanya menangkap Bhumi terlihat sedang mengobrol dengan Adelia.
'Suami brengsek!' batin Thalia.
"Fotonya sama saya juga gimana?" Suara seseorang menyapa telinga Thalia.
Sebuah rangkulan menenangkan hati Thalia. Saat ia menoleh, sosok yang memiliki aroma parfum begitu familiar di hidungnya pun sekarang tersenyum padanya. Mengedipkan sedikit matanya untuk menenangkan Thalia.
"Kok kamu datang? Bukannya ada syuting, ya?" bisik Thalia, lega.
Julian terkekeh. Kemudian, mengedipkan satu matanya dengan nakal.
"Waah boleh dong. Sebentar saya panggil teman saya, ya." Wanita itu menarik tangan wanita lainnya. Kemudian, memberikan ponselnya untuk temannya tersebut. Setelah itu, segera menghampiri Thalia dan Julian.
Thalia berada di tengah-tengah Julian dan wanita tersebut. Si teman wanita itu mengarahkan beberapa kali foto.
"Terima kasih ya, Mbak Thalia dan Mas Julian mau foto bareng saya. Saya doakan karirnya makin bagus dan hubungannya awet terus." Wanita itu bersama temannya lekas pergi, meninggalkan Thalia dan Julian yang saling tatap dalam kebingungan.
"Cari bini sana! Masa iya digosipinnya sama aku. Kelihatan banget nanti nggak lakunya," ucap Thalia enteng.
"Nggak apa-apa dong. Gosip itukan fakta yang tertunda. Kali aja karir aku langsung menanjak pas digosipin sama kamu!" sahut Julian tak kalah santai.
Thalia menonjok lengan kekar Julian. "Dibilangin juga. Percuma muka ganteng otot kekar begini kalau masih jomblo!"
Julian pura-pura kesakitan. Thalia mencibirnya lagi. Saat Thalia lengah, Julian lalu mencubit hidung Thalia dengan gemas.
"Kamu lupa dia sudah bersuami, ya?" Suara berat Bhumi membuat Julian menurunkan tangannya dari hidung Thalia.
Tawa Julian dan Thalia pun berhenti. Bergantikan raut bingung sekaligus malas begitu Bhumi dan Adelia berdiri di dekat mereka.
"Thalia juga lupa Mas sama statusnya. Mau-mau aja nempel sama pria lain!" cibir Adelia, memasang wajah sok prihatin pada Bhumi dan menganggap Thalia buruk.
Julian hendak membalas, tapi Thalia menahan pria itu dengan memegang tangannya.
"Kamu juga lupa tuh kalau yang kamu peluk lengannya bukanlah pria lajang. Segitunya gagal move on sama suami orang? Mau banget menggantikan aku jadi istrinya?"
Adelia melotot tak terima. Namun, saat ia baru saja ingin membalas Thalia, Bhumi lebih dulu bergerak. Bhumi melepaskan tangan Adelia dari lengannya.
"Saya sudah lepaskan dia. Sekarang kamu sama saya. Sini!" Bhumi melangkah mendekati Thalia. "Lepaskan tangan kamu dari si Sialan ini!
Thalia terlihat keberatan. "Aku nggak apa-apa kalau kamu dan wanita—"
"Ayo, Thalia. Kita ke sini bukan untuk berdebat tapi untuk mendamping Mia," sela Bhumi dengan suara pelan.
Julian terkekeh sinis. "Kalau Thalia nggak mau, anda tidak usah memaksa."
Thalia melayangkan tatapannya pada Adelia. Ingin membuktikan bahwa bukan dirinya yang sengaja mendekati Bhumi, Thalia pun melepaskan Julian dan menyambut tangan Bhumi.
"Aku sama Bhumi dulu, Jul. Kita bisa sama-sama kasih dukungan kok ke Mia," ujar Thalia.
Julian geleng-geleng kepala. Sangat mengerti isi kepala wanita itu.
"Kamu pulang saja, Del. Saya di sini bersama Thalia. Jangan lupa yang saya katakan, ya. Saya harap tidak ada yang salah paham lagi setelah ini." Bhumi menggenggam tangan Thalia, meninggalkan Adelia yang masih mematung di tempatnya.
Dada wanita itu memanas. Genggaman tangan Bhumi pada Thalia membuatnya menyadari bahwa sejak dulu hingga sekarang ia memang tidak punya tempat di hati Bhumi.
Padahal ia sudah sampai menggagalkan rencana perjodohan antara Bhumi dan Thalia lalu meminta papinya menggantikan Thalia dengan dirinya. Tetapi siapa sangka, adik yang sangat ia benci itu justru menjebak Bhumi hingga berakhir ke hal yang sangat Adelia benci.
Usahanya sia-sia. Menemani Bhumi lima tahun ini juga tidak ada hasil apapun.
"Kalau aku nggak bisa mendapatkan kamu Mas, maka Thalia juga nggak akan bisa. Kalian nggak akan bisa hidup bahagia begitu saja!" geram Adelia, pelan dan penuh dendam.
Sementara itu, berada di antara kerumunan para pendamping, Thalia berdiri di tengah-tengah Bhumi dan Julian.
"Kita lagi nggak nyebrang. Bisa lepas dulu, nggak?" Thalia mendongak, menatap Bhumi dari samping.
"Tukar posisinya!" Bhumi lalu menggeser posisinya, menggeser Thalia juga agar jauh dari Julian.
"Cemburuan amat, Pak. Kayak suami beneran aja!" sindir Julian enteng.
"Dia memang istri saya. Anda harusnya sadar dan bisa menerima itu. Seperti tidak ada perempuan lain saja!" balas Bhumi, genggamannya pada Thalia tidak terlepas.
Julian terkekeh. Sama seperti Bhumi, ia juga menatap ke arah Jemia.
"Iya. Istri yang anda jebak dan mau nggak mau akhirnya menikah dengan anda. Dasar orang tua licik!"
Alih-alih tersinggung, Bhumi justru mengaku itu dengan bangga. "Itu namanya strategi. Sudahlah, anda diam saja. Kalau bukan karena mengingat jasa anda menjaga istri dan putri saya lima tahun ini, tidak akan saya selembut terhadap anda."
"Lembut? Anda saja tidak mengerti bagaimana bersikap lembut. Saya berani jamin, Jemia pasti lebih memilih saya daripada anda yang tidak ada lembutnya sama sekali."
Thalia yang mendengar perdebatan kecil tetapi semakin memanas itu sangat berharap mereka lekas berhenti. Mereka yang berdebat, Thalia yang malu.
Acara Jemia sudah selesai. Anak itu masih duduk di tempatny. Sementara pembawa acara sudah siap mengumumkan pemenang.
"Kalian diam dulu. Kalau masih mau berantem ke pojok sana aja!" tegur Thalia, berhasil membuat Bhumi dan Julian diam.
Satu persatu nama disebutkan sebagai pemenang ke 2 dan 3. Hingga saat mengumumkan juara pertama, nama Jemia pun keluar sebagai pemenangnya. Thalia bersorak senang, lalu tanpa sadar menyamping dan memeluk Bhumi.
"Memang anak saya itu, Tha. Hebat banget!" Bhumi sangat bahagia dan bangga.
Thalia baru sadar atas apa yang ia lakukan. Kemudian segera melepaskan pelukan tersebut.
"Mia!" suara Julian membuat Jemia tertawa senang.
Begitu Thalia dan juga Bhumi.
Setelah pembagian hadiah, Jemia segera melangkah menghampiri ketiga orang dewasa yang menunggunya itu.
Bhumi sudah berharap Jemia akan lekas berlari ke arahnya lalu memeluk dirinya. Bukankah begitu seorang anak perempuan biasanya?
Namun, saat Jemia semakin mendekat, wajahnya masih secerah tadi, matanya langsung berbinar begitu melihat Julian.
"Om! Mia menang!"
Thalia ikut tersenyum. Namun, melihat wajah Bhumi yang redup itu membuat sudut hatinya merasa bersalah. Bukankah ia juga punya andil atas kejadian ini?
"Saya kayaknya harus berjuang keras untuk mendapatkan hati putri saya sendiri, Tha," gumam Bhumi, menatap getir keakraban Jemia dan Julian.
*
*
*
Terima kasih untuk dukungannya, ya. Mohon maaf jika banyak typo 😂
sehat-sehat, gaes :)
Tetap kuat selalu yaa Thor 😘🤗
Alur ceritanya bagus dan konfliknya tidak begitu terlalu rumit...
pemilihan kosakata sangat baik dan mudah untuk dipahami...
terimakasih buat kk othor,
semoga sukses ❤️
Innalilahi wa innailaihi roojiun....
Semoga Almarhum Ayahnya kak Author, di ampuni segala kesalahannya dan di tempatkan di JannahNya Aamiin 🤲 🤲
Sehat" kak Author & keluarga
🙏🙏
yg sabar dan tabah ya thorr...
semoga diampuni segala dosa"nya..dan diterima semua amal ibadahnya..
aamiin