NovelToon NovelToon
Jangan Salahkan Aku, Ibu

Jangan Salahkan Aku, Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Bullying dan Balas Dendam / Hamil di luar nikah / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:300
Nilai: 5
Nama Author: Widhi Labonee

kisah nyata seorang anak baik hati yang dipaksa menjalani hidup diluar keinginannya, hingga merubah nya menjadi anak yang introvert dengan beribu luka hati bahkan dendam yang hanya bisa dia simpan dan rasakan sendirian...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widhi Labonee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keadaan Tiwi

Tiga hari sudah Tiwi dirawat di rumah sakit milik PTP itu. Bu Tarmo dengan setia dan telaten merawatnya seperti anaknya sendiri. Dokter Spesialis Anak merujuk pendampingan Psikiater untuk memulihkan mental anak kecil yang mengalami tekanan batin itu. Pak Parman setiap hari mengunjungi cucunya bersama dengan anak lelakinya. Tetapi sampai detik ini, mereka tidak berniat memberitahu Riyanti apalagi Ismawan jika sang anak sudah diketemukan.

Hanya Yitno menyempatkan mampir menjenguk sang ibu di rumah sakit dan membisikkan jika Tiwi sudah ditemukan dan sedang berada bersama dengan pak Parman. Bu Mirah berucap syukur sambil menangis sesenggukan. Dia titip kepada sang anak lelaki bungsunya agar menjaga keponakan kecilnya itu dengan baik. Yitno menyanggupi dengan syarat ibunya harus sembuh dulu. Dan Bu Mirah menyanggupinya. Hari ini wanita tua itu sudah diperbolehkan pulang meninggalkan rumah sakit itu, dijemput oleh bude Narti naik becak.

“Sudah Bu, sekarang ibu istirahat dulu agar benar-benar pulih. Tidak usah memikirkan pekerjaan dapur lagi. Karena sudah ada Pi’ati yang sekarang bekerja membantu di rumah ini,” ujar Riyanti saat menyambut dan memapah sang Ibu untuk masuk ke dalam kamarnya.

Bu Mirah hanya tersenyum kecil dan mengangguk lemah. Dia memandangi isi kamarnya, semuanya mengingatkannya pada cucunya. Hal yang membuat hatinya kembali sedih. Tetapi ada sedikit kelegaan kala mengingat jika sang cucu ada ditangan yang tepat, mantan suaminya.

“Bu, ada tamu, katanya beliau adalah kakak sulung ibu yang dari kota L,” Yu Pik memberi tahu Riyanti.

Betapa kagetnya dia, jika sang kakak sulung yang merupakan Kapolres kota L itu sampai datang karena mendengar jika sang Ibu sakit karena ulahnya, maka habislah dia dimarahi nanti.

Bude Narti sudah menemui sang kakak sulung yang perawakannya sangat mirip bu Mirah, mungil dan kurus itu, juga wajahnya yang merupakan kopian sang Ibu itu, namun memiliki aura wibawa yang sangat menakutkan. Bahkan seorang Ismawan yang sangat arogan pun tunduk pada sang AKBP/Letnan Kolonel Polisi kharismatik ini. 

Pria itu masuk kedalam kamar sang Ibu, mencium tangannya dengan takzim, mencium kedua pipinya, dan… kedua kaki sang ibu.

Waw… hebat !!!

“ Jangan sakit Bu, Tiwi sudah ditemukan, dia ada bersama orang yang menyayanginya dengan tulus. Tadi aku sudah bertemu dengannya. Dia bilang jika kangen Mbah Mirah, tapi masih belum mau pulang. Biarkan dulu, biar dia menyembuhkan luka hatinya dulu, nanti jika dia sudah kembali ceria dia pasti mau pulang kembali kesini. Ibu harus sehat, biar bisa menemani Tiwi jika dia kembali lagi ya Bu ya?” Ujar Pakde Kamto lembut tapi tegas.

“Iya Su… terimakasih ya. Kamu jauh-jauh menyempatkan menjengukku bahkan mengurusi keponakanmu itu,” Bu Mirah berkata pelan.

Ismawan dan Riyanti yang mendengar jika anak mereka sudah ditemukan, menjadi lega sekaligus bertanya-tanya. Dimanakah anak itu sekarang, mengapa sampai sang Kapolres jauh-jauh datang kemari memberitahu bu Mirah. Apakah Tiwi ada di Kota L?

Setelah cukup lama bercengkrama dengan sang ibu, pakde Kamto pun, melangkah keluar kamar menuju ruang keluarga. 

Semua ikut duduk di sana, menunggu sang Kapolres itu bicara. Karena beliau datang dengan seragam lengkap, otomatis sang Ajudan juga ikut di dalam ruangan itu berdiri disamping tempat duduknya. 

“Kamu istirahat dulu di ruang belakang Ardi, mintalah kopi atau makan pada orang dapur. Aku ada perlu bicara pribadi dengan keluargaku,” titahnya pada sang Ajudan.

Ardi memberi hormat dan segera melangkah ke arah dapur. 

“Terus terang aku kecewa mendengar peristiwa ini. Apalagi saat aku mendengar latar belakang yang menyebabkannya. Aku tidak menyalahkan Tiwi sampai memiliki pemikiran pergi dari rumah ini. Aku pun jika seusia dia pasti akan melakukan hal yang sama. Duduklah Yit,” titah pakde Kamto pada adik bungsunya yang baru datang dan memberi hormat pada sang kakak itu. Yitno pun duduk disebelah kakak sulungnya itu. Dia sangat mengidolakan pria kharismatik di sampingnya ini. Jarang sekali keempat anak bu Mirah bisa berkumpul lengkap seperti ini. Dan peristiwa hilangnya Tiwi telah berhasil menyatukan banyak orang. 

“ Kamu sebagai bapak kandung Tiwi seharusnya jangan terlalu keras mendidiknya, bawaan sikap militer mu itu masih kamu pegang Is. Padahal kamu desersi, dan juga sudah melalui hukuman. Tapi jangan seenaknya kamu terapkan pada anak kecil seusia Tiwi begitu. Meskipun tujuannya baik, tapi penerapannya harus kamu perhitungkan sesuai usianya. Juga kamu Ti, kamu menerima Ismawan yang telah beristri dengan mempertimbangkan segala resikonya kan? Jadi jangan jadikan anak yang kau adopsi itu sebagai pelampiasanmu jika kamu tidak terima dengan perlakuan suamimu yang kau anggap menyakitimu. Ingat, dulu kamu dan almarhum mantan suamimu sudah berjanji untuk memperlakukan bayi yang kalian adopsi itu dengan penuh kasih sayang. Kalau memang kalian berdua sudah tidak sanggup lagi mendidik Tiwi, biar aku bawa dia pulang ke kota L, aku masih sanggup mendidik, merawat dan menyekolahkan dia sampai jenjang kuliah nanti bersama kelima anakku disana.” Kata-kata Sukamto begitu menusuk hati Ismawan dan Riyanti. Membuat kedua orang itu menunduk dalam. Mata keduanya berkaca-kaca, ada begitu banyak sesal menyeruak didada.

“ Lalu dimana Tiwi sekarang Mas? Kok bisa kamu yang menemukannya?” tanya bude Narti mewakili semuanya.

Bu Mirah ikut mendengarkan semua pembicaraan keempat anaknya itu dengan dada berdebar. Menunggu jawaban dimana keberadaan sang cucu yang hilang.

“Bukan aku yang menemukannya, tapi Bapak, dan Yitno. Aku hanya mendapatkan kabar lewat telepon kantor, dan saat aku ada tugas ke Polda, aku sempatkan untuk mampir kesini menjenguk ibu dan juga Tiwi tadi. Sekarang giliranmu Yit, ceritakan semuanya tanpa ada yang harus kamu tutupi lagi. Biarkan semua tau bagaimana keadaan keponakanku yang malang itu sekarang.” Titah pak Kamto kepada adik bungsunya.

Maka Yitno pun bercerita awal mula dia dan pak Parman menemukan Tiwi. Diawali saat anak buahnya yang menebang tebu di kebun yang terletak di Desa Kambingan tempat Tiwi ditemukan jatuh ke sumur yang belum jadi di belakang bangunan dekat kebun tebu yang mereka tebang. Kabar menyeruak dan menyebar dengan cepat, hingga saat Tris datang menemui Yitno di kantor polisi mengabarkan jika Tiwi menghilang dari rumah maka dia segera notice jika yang sempat menggegerkan desa Kambingan itu tak lain adalah sang keponakan. Bersama pak Parman sang Bapak mereka mencari rumah Tarmo sang penolong. Selanjutnya dia juga bercerita jika saat ini Tiwi sedang dirawat di rumah sakit di kota Malang selain karena sakit thypusnya yang sedang kambuh juga dia menjalani terapi penguatan mental dari psikiater.

Semua kaget mendengar cerita Yitno, juga trenyuh mengetahui Tiwi sedang dirawat di rumah sakit.

Bu Mirah menangis terisak di dalam kamarnya. Dia tidak sanggup membayangkan anak sekecil itu sampai mengalami hal seperti ini.

“Di rumah sakit mana Yit? Aku mau kesana, aku mau menjenguknya..” Ucap Riyanti sembari menangis.

“ Untuk saat ini dia tidak diizinkan bertemu kamu dan mas Is, mbak. Karena akan membuat terapi yang sedang dijalankan menjadi sia-sia. Biarkan dia ditunggui bu Tarmo yang sangat tulus menyayanginya seperti anak sendiri itu. Nanti Jika sudah sembuh pasti Tiwi mau pulang kesini lagi,” pungkas Yitno pada Riyanti.

Semakin tergugulah Riyanti mendengar larangan dari dokter itu. Hatinya sangat sedih. Ternyata efeknya sangat parah bagi perkembangan hidup anaknya itu. Andai waktu bisa diulang kembali… Riyanti tidak akan melakukan hal bodoh seperti yang sudah-sudah.

“Seminggu lagi terapi Tiwin selesai. Tapi aku sudah berjanji padanya untuk mengajaknya menghabiskan liburan di rumahku. Jadi Yitno yang akan mengantarnya nanti. Kalau sudah waktunya masuk sekolah aku sendiri yang akan mengantar  pulang kembali kesini,” tegas si Sulung.

Tidak ada satupun yang berani mendebat. Terutama Ismawan. Harga dirinya sudah habis di hadapan para iparnya ini. Dirinya hanya bisa berharap jika sang anak nanti pulang maka dia akan merubah sikapnya. Itu saja tekadnya. 

Hari itu ada hati yang sedikit lega mendengar kabar ditemukannya Tiwi, namun ada juga rasa sedih bercampur kecewa serta penyesalan karena anak itu masih belum mau pulang. Yang sabar ya… kita tunggu Tiwi pulang sama-sama….

************

Latar belakang kisah Tiwi kecil adalah tahun ‘80-90 an, jadi alat komunikasi berupa ponsel masih belum ada, kita masih menggunakan telepon rumah dan pager juga surat dan telegram. Harap maklum para sobat pembaca sekalian…

Makasiihhh…

1
Widhi Labonee
Bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!