NovelToon NovelToon
When The Game Cross The World

When The Game Cross The World

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kebangkitan pecundang / Action / Harem / Mengubah Takdir
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: Girenda Dafa Putra

Dunia pernah mengenalnya sebagai Theo Vkytor—penulis jenius di balik Last Prayer, karya horor yang menembus batas antara keimanan dan kegilaan. Tapi sejak kemunculan Flo Viva Mythology, game yang terinspirasi dari warisan kelam ciptaannya, batas antara fiksi dan kenyataan mulai runtuh satu per satu. Langit kehilangan warna. Kota-kota membusuk dalam piksel. Dan huruf-huruf dari naskah Theo menari bebas, menyusun ulang dunia tanpa izin penciptanya.

Di ambang kehancuran digital itu, Theo berdiri di garis tak kasat mata antara manusia dan karakter, penulis dan ciptaan. Ia menyaksikan bagaimana realitas menulis ulang dirinya—menghapus napasnya, mengganti jantungnya dengan denyut kode yang hidup. Dunia game bukan lagi hiburan; ia telah menjadi kelanjutan dari doa yang tidak pernah berhenti.

Kini, ketika Flo Viva Mythology menelan dunia manusia, hanya satu pertanyaan yang tersisa.

Apakah Theo masih menulis kisahnya sendiri… ataukah ia hanya karakter di bab yang belum selesai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girenda Dafa Putra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kalkulasi Sang Penyelamat

...Chapter 30...

Kehadiran Ilux yang cepat dan tepat tidak hanya membubarkan serangan yang mematikan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi Theo untuk menata ulang strategi, memulihkan keseimbangan tubuh, dan mempertimbangkan langkah berikutnya tanpa harus terjerumus lebih dalam ke jebakan Cru.

Sementara pertarungan dan rasa sakit menumpuk, Ilux mengungkapkan alasan di balik keterlambatannya, bahwa ia harus lama berada di perpustakaan sebelum akhirnya bergegas ke tempat pertarungan.

Keterangan itu muncul melalui gerak tubuh, ketegasan dalam langkah, dan aura yang memancarkan pengalaman sekaligus kewaspadaan tinggi.

Theo, meski lelah dan cedera, memahami bahwa setiap informasi yang diberikan, setiap gerak nan tampak sederhana, membawa makna strategis, sekaligus menegaskan bahwa Ilux bukan sekadar penyelamat sementara, tetapi bagian dari perhitungan lebih besar di medan pertempuran.

Ilux hadir tepat waktu.

“Aku tahu kau bakal marah soal keterlambatanku.

Tapi, dengar dulu—aku bukan sengaja. Aku tadi terjebak di perpustakaan.”

Huufffh!

“Bukan karena aku belajar, jangan salah sangka.

Ada guru menyebalkan yang tiba-tiba mengadakan ujian mendadak.

Nilai-nilaiku buruk akhir-akhir ini, dan kalau aku kabur lagi, aku bisa dikeluarkan dari akademi.

Jadi aku mengerjakan semua soal itu dari pagi sampai sore, tanpa istirahat, tanpa membuka liontin ini.”

Tsuuung!

“Baru setelah keluar dari ruangan, benda ini menyala.

Kudengar suara pedang saling bertarung, dan potongan gambar yang bahkan tidak sempat jelas.

Namun kutahu itu kalian.

Aldraya, Erietta, dan kau.

Jadi aku lari, melompat dari lantai tiga—dan yah, kau tahu sisanya.”

‘Liontin itu transmisi, tetapi bukan transmisi biasa.

Ia menghubungkan bukan cuma suara, tapi juga potongan gambar, seolah dua dunia disatukan lewat celah cahaya kecil itu.’

Berlari ke arah medan pertarungan dengan langkah cepat dan napas sempat terengah, Ilux teringat akan alasan keterlambatannya.

Kepergian menuju perpustakaan bukanlah sekadar untuk belajar, melainkan mengikuti semacam tes dadakan yang diadakan salah satu guru akademi.

Tes itu merupakan latihan yang dirancang karena guru tersebut prihatin dengan menurunnya nilai Ilux akhir-akhir ini.

Selama pengerjaannya, Ilux berkonsentrasi penuh, mengerjakan kertas ujiannya dengan ketekunan tinggi, hingga berkali-kali mengabaikan sinyal bahaya yang berkedip dari liontin yang tergantung di lehernya.

Baru setelah selesai dan keluar dari perpustakaan, ia menyadari cahaya aneh yang terpancar dari liontin itu, dan dalam dua detik berikutnya, ia segera mengepalkan kedua tangannya dan melompat dari lantai tiga akademi, mendarat dengan aman tanpa cedera sedikit pun.

Theo memperhatikan setiap gerak Ilux dengan mata tajam, mengingat bahwa liontin yang memancarkan sinyal itu adalah benda yang diberikan Aldraya kepadanya pada arc kesatu episode kelima awal.

Liontin kecil berwujud pecahan kristal yang dipadatkan itu tampak sederhana, namun dari ukirannya yang berwarna perak, Theo menyadari nilainya yang luar biasa dalam konteks akademi.

Fungsi liontin tersebut bukan sekadar transmisi suara, tetapi juga mampu menampilkan gambaran kasar kondisi di antara dua pihak yang terpisah jarak jauh.

Gambaran itu menyerupai potongan film yang dipotong manual, menunjukkan pergerakan dan situasi secara real time.

Theo memahami bahwa sinyal terakhir yang diterima Ilux menunjukkan bunyi kedua pedang yang bertabrakan, disertai potongan visual pedang Aldraya dan Erietta yang menempelkan ujungnya satu sama lain, menandakan bahwa bahaya yang menimpa Theo sangatlah serius.

‘Daripada itu, tes mendadak di perpustakaan?

Sepengetahuanku, tidak pernah ada skenario seperti itu di Flo Viva Mythology.

Bahkan di rute Ilux sekali pun, tidak pernah ada acara ujian tambahan setelah arc kelima menengah.

Sudah kuselesaikan game ini beratus-ratus kali, mencari setiap varian akhir, dan tidak satu pun yang menyebut hal semacam itu.

Jadi, siapa yang menambahkan bagian ini?

Cru? Atau Administrator lainnya?'

Suuuuufh!

‘Jika ini benar intervensi Administrator, artinya mereka sedang menguji sesuatu.

Menguji efek perubahan jalan cerita terhadap sistem dunia game mereka sendiri.

Sial, kalau begitu, terpaksa aku harus siap mengembalikan perkembangan cabang skenario ke jalur semula.'

Wuaaaahhh!

'Padahal kuingin menghemat tenaga untuk meningkatkan stabilitas Parameter, tapi sekarang malah mendapat tugas tambahan karena Cru dan semua Administrator brengsek itu.’

Theo menatap medan pertarungan dengan mata yang masih memerah akibat ledakan dan serangan sebelumnya, namun pikirannya berputar lebih cepat daripada gerakan pedangnya sendiri.

Kebingungan dan keheranan menyelimuti dirinya, sebab alur bahwa Ilux mengikuti tes dadakan sama sekali tidak pernah muncul dalam skenario game Flo Viva Mythology yang ia kenal.

Tidak ada titik cerita, tidak ada petunjuk dalam panduan atau arc permainan, yang menyiratkan bahwa Ilux diharuskan mengikuti ujian dadakan di perpustakaan Akademi Bintang.

Segala sesuatu yang terjadi tampak seperti tambahan yang sengaja ditempelkan di luar jalur utama, membuat Theo merasa bahwa realitas permainan mulai bergeser di tangannya sendiri.

Ia mulai menyadari kemungkinan yang paling mengganggu.

Jika memang alur tambahan ini adalah hasil campur tangan Cru, salah satu Administrator paling biadab dalam dunia Flo Viva Mythology, maka tujuan di baliknya jelas.

‘Menguji batasan dan adaptasi pemain terhadap kondisi yang tidak pernah dijelaskan.’

Setiap detik yang lewat, setiap langkah yang Theo ambil, kini terkontrol dan diperhitungkan tidak hanya oleh aturan permainan, tetapi juga oleh kreativitas licik pihak yang memiliki kuasa lebih tinggi daripada skenario itu sendiri.

Cedera di lengan kiri dan bahu nan membuatnya terbatas dalam bertarung menjadi tambahan beban, menambah kompleksitas saat ia mencoba menilai kapan dan bagaimana mengeluarkan Teknik Totalitasnya tanpa menghancurkan tubuh sendiri.

Ketidakpastian ini membuat Theo menyesuaikan seluruh indera dan instingnya dengan cepat.

Ia menilai posisi Ilux, memperkirakan serangan Cru, dan merancang kemungkinan jalur keluar dari tekanan yang datang dari semua arah.

Pikiran Theo tidak hanya mengamati alur permainan, tetapi juga menembus batas yang ditentukan oleh Administrator, mencoba merangkai skenario alternatif demi kelangsungan hidupnya.

Ia tahu bahwa setiap keputusan yang diambil di sini akan menentukan apakah ia mampu tetap berdiri atau jatuh tersapu kekuatan yang tak hanya berasal dari lawan, tetapi juga dari tangan yang tak terlihat yang mengatur segala kemungkinan di balik layar.

Suka atau tidak, Theo harus menghadapi kerjaan tambahan ini.

“Aku tahu aku bukan orang yang pantas memintanya, tapi kali ini, kubutuhkan kekuatanmu.”

“Kekuatan, huh?

Lucu juga mendengar permintaan itu keluar dari mulut seseorang yang dulu sempat menusukku dari belakang.”

“Anggap saja ini pengakuan dosa yang terlambat.

Tapi kalau kau ingin bertahan—kalau kita ingin menghentikan Cru—aku harus meminjam sedikit kekuatanmu.

Hanya kali ini.”

“Kau memang payah dalam meminta tolong, Theo.

Tapi baiklah—aku akan bantu.

Meski jujur, aku bahkan nggak tahu apa yang harus kita lakukan sekarang.”

Theo menahan diri dari sorak-sorai kegirangan, sadar bahwa kehadiran Ilux bukan sekadar hiburan, melainkan peluang nan harus dikelola dengan hati-hati.

Meskipun pengkhianatan yang pernah ia lakukan kepada Ilux masih membayang, insting bertarung Theo memaksa dirinya menahan emosi, menilai situasi dan menimbang setiap gerakan yang mungkin.

Ia tahu bahwa kekuatan tambahan dari Ilux bisa menjadi penentu antara hidup dan mati, tetapi kekuatan itu juga harus diarahkan dengan tepat, bukan sekadar dilemparkan begitu saja.

Setiap serangan Cru, setiap ledakan energi, kini tidak lagi hanya menjadi ujian bagi Theo seorang, melainkan bagi kedua pihak yang kini harus berpikir selaras.

Dalam benak Theo, strategi perlahan terbentuk, meski kabut ketidakpastian menyelimuti jalannya.

Ia menyesuaikan ritme gerak tubuhnya yang pincang akibat cedera, menilai jarak dan posisi Ilux, memperkirakan kemungkinan serangan balik Cru, dan mencoba menemukan celah nan bisa dimanfaatkan.

Bersambung….

1
Asri Handaya
semangat berkarya ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!