Kau sewa aku, Kudapatkan cintamu
Semua berawal dari selembar kertas perjanjian.
Ia hanya butuh uang, dan pria itu hanya butuh istri… meski sementara.
Dengan tebusan mahar fantastis, mereka terikat dalam sebuah **pernikahan kontrak**, tanpa cinta, tanpa janji, hanya batas waktu yang jelas. Namun, semakin hari, batas itu mulai kabur. Senyum kecil, perhatian sederhana, hingga rasa yang tak pernah mereka rencanakan… pelan-pelan tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa disangkal.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
jangan lupa kasih dukungannya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part. 30- Superhero
Sesuai tekadnya, Keira memfokuskan dirinya untuk kuliah. Tapi yang namanya hidup pasti ada aja masalah yang harus di hadapi.
Seperti halnya saat ini, Keira sedang duduk di meja yang penuh dengan buku, sambil menatap layar laptopnya dengan wajah yang kusut.
Bukan dengan alasan yang kecil, karena File tugas kelompok yang baru saja ia ketik, tiba-tiba hilang karena error. "Ya Tuhan ... kok bisa ilang semua? Aku lupa nge-save?” pekiknya.
Dia mencoba berbagai cara agar file tersebut pulih, tapi hasilnya nihil. Saat mulai panik, tiba-tiba sebuah suara familiar menyapanya.
“Lagi panik, ya? Mukamu udah kayak orang kehilangan dompet," ujar Riko seraya tersenyum santai.
Keira mendongak sambil cemberut. “Riko! Jangan bercanda. Tugas kelompokku ilang semua. Besok harus dikumpulin lagi.”
Lalu, Riko duduk di sampingnya tanpa diminta, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah laptop Keira. "Coba sini, aku lihat. Aku kan lumayan ngerti soal laptop.”
Dengan cekatan, Riko menelusuri beberapa folder. Tak sampai lima menit, file yang hilang pun berhasil ia kembalikan.
Melihat file nya baik-baik saja Keira pun melongo lalu tersenyum lega. “Hah?! Ih, kamu kayak superhero lagi! Gimana caranya?”
“Itu rahasia. Kalau aku kasih tau, nanti kamu nggak butuh aku lagi," balas Riko sambil menepuk dada sok bangga.
"A ha ha ha ha ha... Kamu aneh, tapi… makasih banget. Serius, aku utang budi lagi sama kamu," ucap Keira sembari menggelengkan kepalanya.
Melihat ekspresi Keira, Riko pun tersenyum hangat dan menatapnya. “Kalau gitu, biar lunas, kamu janji nggak boleh panik sendirian lagi. Kalau ada apa-apa, cari aku aja.”
Keira menatap balik dengan ekspresi polos, lalu mengangguk kecil. “Hmm… iya deh. Tapi jangan sampai aku ngerepotin, ya.”
“Repot? Justru aku seneng kalau bisa nolong kamu.”
Tatapan Riko sempat membuat Keira merasa kikuk. Lalu ia buru-buru membereskan bukunya dan mengalihkan suasana.
**
Bukan hanya dalam momen itu Riko selalu ada untuk Keira, karena pada hari lainnya Keira terjebak masalah lagi. Sepatu haknya nyangkut di celah paving taman dan mencoba menarik kakinya.
“Aduh… dasar sepatu sia*an. Kenapa bisa nyangkut gini sih?”
Beberapa mahasiswa hanya lewat tanpa peduli. Sampai akhirnya, Riko muncul dengan tawa yang tertahan.
“Kamu tuh… kalau bukan laptop, ya sepatu. Emang hobi bikin drama, ya?” ujar Riko sambil melepas tasnya lalu berjongkok.
“Ini bukan salahku! Nih sepatu yang salah," protes Keira sambil cemberut.
Dengan sabar Riko membantu melepaskan sepatu itu. Setelah berhasil, ia mendongak dengan senyum yang lebar. “Berhasil! Putri kampus bebas dari kutukan paving.”
"HA HA HA HA..." Keira spontan ngakak mendengar istilah konyol itu. "Kamu lebay banget! Tapi… makasih.”
“Lagian kalau kamu jatuh di depan banyak orang, aku yang malu juga. Nanti orang kira aku nggak bisa jagain temen sendiri," ujar Riko lagi yang berdiri sambil menepuk celananya.
Seketika Keira berhenti tertawa, lalu menatap Riko dengan polos. “Temen? Iya sih, kita temen… tapi kok kamu selalu muncul pas aku lagi susah, ya?”
“Mungkin karena aku emang ditakdirkan jadi penolongmu, Keira,” balas Riko.
“Halah, jangan sok puitis! Nanti aku beneran salah paham.”
Mereka berdua pun berjalan bersama sambil bercanda, hingga membuat beberapa mahasiswa yang melihat sempat berbisik-bisik tentang kedekatan mereka.
Siang harinya, Keira dan Riko baru saja keluar dari perpustakaan. Mereka berjalan berdampingan sambil tertawa kecil karena obrolan receh.
“Serius kamu mau baca ini semua? Kayaknya lebih berat daripada ngangkat barbel," tanya Riko sambil menunjuk buku tebal di tangan Keira.
“Kalau kamu mau, boleh kok gantian bawa. Tapi jangan nangis kalau tanganmu pegel,” balas Keira, menyeringai.
“Ya ampun, Keira, masa aku kalah sama kamu? Baiklah, sini aku yang bawain," jawab Riko pura-pura main drama.
Riko meraih buku dari tangan Keira, hingga membuat Keira mendengus tapi akhirnya tersenyum.
Sementara itu dari kejauhan, Arga berdiri di balkon lantai dua gedung kampus, memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan dingin. Matanya mengikuti setiap gerak-gerik Keira dan Riko seakan mengisyaratkan sesuatu.
Cemburu ni yeee... Haha
**
Beberapa Hari Kemudian
“Kalau bagian ini kamu kerjain, aku yakin hasilnya lebih bagus. Kamu kan jago bikin analisis."
“Hah? Aku? Serius? Aku malah mikir kamu yang lebih bisa.”
“Keira, kamu nggak sadar aja kalau kamu itu pintar.”
Keira dan Riko sedang duduk bersama di meja kantin. Mereka sedang asyik membahas soal tugas kelompok.
Tanpa mereka sadari, Arga baru saja masuk ke kantin. Langkahnya tiba-tiba terhenti sesaat ketika matanya tertuju pada Keira dan Riko yang duduk berhadapan sambil tertawa.
Ekspresi wajah Arga langsung mengeras, lalu ia berjalan lurus tanpa menoleh lagi, meski hatinya jelas terguncang.
Hingga ketika malam hari, suasana kamar Arga dan Keira agak berbeda. Keira sibuk menulis catatan kuliah, sementara Arga duduk dengan laptopnya. Tapi kali ini, matanya tak benar-benar fokus pada layar dan sesekali melirik Keira.
“Kamu sering sama Riko, ya?” tanya Arga tiba-tiba.
Keira langsung menoleh dan sedikit kaget. “Hah? Riko? Oh… iya, soalnya dia sering sekelompok sama aku. Kenapa?” jawab Keira dengan agak terbata.
Arga mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. “Gak apa-apa. Cuma nanya," jawabnya.
Keira memiringkan kepalanya, ia merasa ada sesuatu di balik pertanyaan itu. "Kenapa nadanya kayak interogasi gitu? Kamu cemburu, ya?” tanya Keira pura-pura santai.
"Ngaco. Untuk apa aku cemburu," tepis Arga.
Keira pun tersenyum kecil, lalu kembali menunduk pada bukunya. Tapi di dalam hatinya ia merasa aneh, seolah ada sesuatu yang berbeda dari cara Arga memperhatikannya. “Dia bilang nggak peduli… tapi matanya tadi jelas nggak bisa bohong. Huh dasar."
BERSAMBUNG...