NovelToon NovelToon
Putraku Menggila

Putraku Menggila

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Bad Boy / Keluarga / Teen School/College / Anak Yang Berpenyakit / Idola sekolah
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rere Lumiere

Bima, seorang mahasiswa semester akhir yang stres kerena skripsi nya, lalu meninggal dunia secara tiba-tiba di kostannya. Bima kemudian terbangun di tubuh Devano, Bima kaget karena bunyi bip... bip... di telinganya. dan berfikiran dia sedang mendapatkan hukuman dari Tuhan.

Namun, ternyata dia memasuki tubuh Devano, remaja berusia 16 tahun yeng memiliki sakit jantung dan tidak di perdulikan orang tuanya. Tetapi, yang Bima tau Devano anak orang kaya.

Bima yang selama ini dalam kemiskinan, dan ingin selalu memenuhi ekspektasi ibunya yang berharap anak menjadi sarjana dan sukses dalam pekerjaan. Tidak pernah menikmati kehidupan dulu sebagai remaja yang penuh kebebasan.

"Kalau begitu aku akan menikmati hidup ku sedikit, toh tubuh ini sakit, dan mungkin aku akan meninggal lagi," gumam Bima.

Bagaimana kehidupan Bima setelah memasuki tubuh Devano?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[3] Pulang Ke Rumah

Benar saja perkataan kakek tua yang membongkar masalah es krim kemarin. Devano sudah boleh pulang sekarang, laki-laki itu terlihat mengekori Galih sembari mencengkram tangan kanannya yang mendapat infus kemudian memutarnya, membuat Galih sedari tadi melihat nya risih.

"Apa yang sekarang kamu lakukan? buat om pusing aja, kamu benar-benar berfikir seperti kucing yang di tali lehernya begitu," omel Galih menatap kearah keponakan dengan sinis.

"Oke, aku berhenti sekarang…"ujar Devano melepaskan tangannya, memutar bola mata jengah dan sedikit dumelan di bibirnya.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di parkiran rumah sakit, Galih nampak membuka bagasi dan memasukkan tas ransel di bagasi itu.

"Ey… itu kan cuma tas ransel, pea banget dah," gumam Devano dalam hati.

Mesikpun mata Devano menyipit seperti tidak suka dengan cara Galih, karena tas itu bisa saja di taruh di bawah kakinya. Namun, dia tidak mau protes.

Detik berikutnya, terlihat Galih menuju kearah pintu ruang kemudi dan mendongak pada Devano yang masih melamun di belakang mobilnya.

"Devano, ayo masuk," panggil Galih.

Setelah mendengar itu Devano menoleh pada Galih, lalu dengan cepat menuju kearah kursi penumpang dan memasuki mobil itu.

Galih kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah Devano.

Devano mencoba duduk dengan tenang melihat kearah jalan yang luas di hadapan nya, dia yang tidak pernah duduk di depan saat menaiki mobil orang lain sangat menikmati perjalanan bersama Galih.

Dia selalu duduk di pojok paling belakang karena ekonomi keluarganya tergolong miskin, sehingga naik mobil saja sudah sebuah rasa syukur.

"Devano…" toleh Galih pada keponakan nya.

"Hem…"

"Kalau kamu merasa tidak senang di rumah, tidak papa temui om, om…" ucap Galih tercegat karena Devano tiba-tiba mengangkat tangannya.

Devano menutup mata nya dan memotong pembicaraan Galih, "Tenang, semua aman terkendali,"

Galih menggelengkan kepalanya, " Semenjak kamu masuk rumah sakit, dan koma. Kamu keliatan aneh, Dev," pungkas Galih.

"Bukan aneh, hanya menyerap semuanya, dengan begitu aku tidak akan merasa terbebani," ucap Devano mengibaskan tangannya kearah wajahnya, dan menarik nafasnya, kemudian menghembuskan nya keluar.

Galih makin menggelengkan kepalanya kencang, dan kembali fokus ke jalanan hingga sampai lah mereka di rumah yang sedang mereka di tuju.

Devano menoleh pada rumah tempat Galih berhenti, besar dan halamannya luas, garasinya pun tinggi bahkan ada pos satpam di sisi kanan rumah.

"Waw, fantastis, mungkin aku bisa mengajak teman-teman masa kecil ku bermain futsal di halaman ini, rumahnya juga besar, di dalam ada berapa kamar ya? ah… jangan sama kan dengan rumah ku lah, ini sangat luar biasa," gumam Devano dalam hati sembari menyentuh dagunya.

Devano lalu menoleh pada Galih, "Om, kenapa kita nggak masuk, apa jangan-jangan salah rumah ya?" tanya Devano karena mobil mereka masih di luar pagar rumah itu.

"Om, turun dulu dan mendatangi satpam," ujar Galih turun dari mobilnya.

Devano mengaruk kepala nya tidak gatal, "Bukannya di film-film, kalau majikan pulang di bukakan pagarnya, dan majikannya tinggal masuk," ujar Devano.

Tidak berselang lama Galih kembali, terlihat satpam itu membukakan pintu dengan wajah yang tidak bersahabat, satpam itu nampak ketus.

Membuat mata Devano terus melirik kearah satpam itu hingga mobil mereka terparkir di halaman rumah itu.

"Di rumah ini ada apa sih sebenarnya, anak ini juga, pria di sebelah ku ini juga," gumam Devano masih janggal.

Devano kemudian turun dari mobil itu, terlihat Galih menghampiri dirinya sembari memegangi tas milik Devano.

"Dev, ayo masuk," ajak Galih yang terlihat lebih dulu, Devano kemudian mengikuti nya dari belakang.

Setelah sampai di depan pintu rumah itu, lalu pintu itu di ketuk oleh Galih. Beberapa detik masih belum ada jawaban, Galih terus mengetuk sedangkan mata Devano nampak liar kesana kemari dan mengoyangkan tubuhnya, karena sudah bosan.

"Bi Sunarti, coba buka kan pintu dulu, saya pusing mendengar nya!" teriak seseorang dari dalam rumah.

Setelah mendengar suara itu, tidak berselang lama terdengar suara 'klik' dari pintu itu dan keluarlah seorang wanita sekitar limapuluh tahun yang menoleh pada mereka.

"Den Galih…" ucap Sunarti pertama kali.

"Iya, Bi, saya kesini mau antar Devano pulang," ujar Galih memberikan tas yang dia pengang tadi pada Devano, namun dengan cepat Sunarti mengambil nya.

Devano melihat Sunarti terlihat baik, lalu tersenyum dan bergumam dalam hati, "Ah… sepertinya aku salah sangka, orang-orang di rumah ini terlihat baik,"

"Hem… dia masih ingat rumah ini?! Untuk apa dia pulang?! bagus lah kalau dia tidak pernah ada!" dengus wanita di dalam sembari berteriak kasar pada mereka bertiga.

Devano mengerutkan keningnya tajam, dan kembali bergumam, "Hah… aku ralat kata-kata ku tadi,"

"Kak, apa yang kamu bicara kan, dia kan anak mu juga," ujar Galih menerobos masuk kedalam rumah itu padahal Sunarti masih menghadang di depan pintu.

"Anak ku hanya Arsen dan Elio, aku tidak punya anak seperti dia," ketus Dian memalingkan wajahnya.

"Kak, jangan seperti ini terus," ucap Galih namun di pandang angin lalu suara itu oleh Dian.

Dian ingat betul saat masa kehamilan dulu, dia menginginkan anak perempuan namun setelah USG tenyata bayi yang dia kandung nya laki-laki.

Itu membuat sangat kecewa, di tambah lagi dia hampir kehilangan nyawa ketika akan melahirkan Devano, membuatnya trauma. Dan Sekarang dia mengabaikan anak itu, bahkan jika dia tidak melihatnya mungkin saja perasaan nya akan menjadi lega.

Devano menyusul Galih dan melihat ke arah orang yang sekarang menjadi orang tuanya,

"Tepatnya orang tua kejam, aku ingat betul meskipun ibu ku miskin, dia tetap menyayangi ku bahkan jika dia membeli telur, dia rela tidak makan agar anak nya mendapatkan gizi," gumam Devano dalam hati.

Devano menatap nyalang pada wanita yang duduk sofa sembari mengangkat satu kakinya ke kaki yang lain. Mata mereka saling bertemu, bukan lagi percikan api yang memenuhi mata mereka, namun sebuah kobaran yang amat besar.

"Pergi kau, aku tidak mau melihat wajah kau!" pekik wanita itu sembari mengibaskan tangan dengan kasar, lalu memalingkan wajahnya.

"Aku juga, tidak mau melihat mu, hem… entah," balas Devano mengidikkan bahunya.

"Aish… nanti dosa lagi, dapat karma dari Tuhan baru tau rasa," gumam Devano dalam hati sambil memukul bibir dengan tangannya.

Galih menoleh pada keponakannya, "Devano, kamu benar ingin tetap tinggal disini, om bisa memberikan kas…"

"Stop om, aku akan tinggal disini sekarang, tenang saja," ujar Devano menjulurkan tangan seperti polisi yang sedang menjaga lalu lintas jalan.

"Hah… baik jika itu mau kamu," desah Galih.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!