Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Hyun-jae menatap Harin yang masih bersembunyi di dadanya, tubuh gadis itu sedikit bergetar. Ia bisa merasakan napasnya yang tersengal, seperti menahan tangis.
"Hei, jangan takut. Mereka tidak akan mendekat lagi," ucapnya lembut, mencoba menenangkan sambil menepuk pelan punggung Harin. Gadis itu hanya mengangguk tanpa suara mencoba menenangkan diri. Gimana gak kaget dan panik coba. Orang-orang itu menyerbu tiba-tiba.
Hyun-jae menatap ke luar jendela, kilatan cahaya kamera masih sesekali muncul dari celah-celah sempit di antara tubuh para wartawan. Matanya menyipit tajam. Dalam hatinya, bara amarah menyala. Ia memang sudah terbiasa dengan perhatian media, tapi kali ini berbeda, mereka sudah melewati batas karena menakuti Harin.
Dari mana orang-orang itu tahu peran aktris akan diganti sementara dia sendiri belum membicarakan hal tersebut dengan sutradara? Tentu saja dari mulut Luna sendiri. Pasti perempuan itu yang melapor dan memanggil para para wartawan ke sini.
Untuk apa? Jelas untuk menjatuhkan dia, terutama Harin. Huh! Mau main-main dengannya? Hyun-jae meraih ponselnya lagi dan menelpon Juno.
"Halo, Hyun, aku sudah memanggil petugas keamanan untuk mengusir orang-orang itu. Kalian bertahanlah sebentar. Di dalam sini juga kacau. Banyak sekali wartawan yang datang. Syuting akan di lanjutkan besok." kata Juno dari seberang.
"Beberkan semua kelakuan wanita itu pada media. Karena dia mau main-main denganku, maka aku pastikan membuat dia menyesal. Tolong kau cek cctv di parkiran. Cari tahu siapa orang yang membuka pintu mobilku tanpa ijin, aku ingin menuntutnya."
"Ada yang seberani itu? Astaga. Baik, aku akan melakukan sesuai perintahmu."
Begitu sambungan telepon terputus, Hyun-jae memutar tubuhnya, menatap Harin yang masih menunduk.
"Kita pergi dari sini," katanya pendek.
Ia berpindah ke kursi sopir dengan gerakan cepat, menyalakan mesin, dan menekan pedal gas kuat-kuat. Suara mesin mobil sport itu meraung di antara hiruk-pikuk teriakan wartawan. Dalam sekejap, mereka meninggalkan area studio, diikuti pantulan cahaya lampu yang semakin menjauh di kaca spion.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Selama beberapa menit, hanya suara angin dan desau jalan yang terdengar. Harin masih diam di jok belakang. Matanya menatap lurus ke depan tanpa benar-benar fokus. Hyun-jae melirik sekilas.
"Sudah tidak apa-apa," katanya pelan.
Harin menelan ludah, suaranya pelan, nyaris bergetar.
"Aku... Aku cuma ... kaget, oppa."
Hyun-jae menarik napas panjang, nada suaranya berubah lembut.
"Aku tahu. Tapi mulai sekarang, kalau ada hal seperti ini, sembunyi saja di belakangku. Aku yang akan menghadapi mereka."
Harin mengangguk, lalu menatap pria di depan. Dari belakang wajah Hyun-jae terlihat tegas namun menenangkan. Entah kenapa Harin merasa tenang kalau ada dia.
Ia berusaha mengalihkan pandangan, tapi gagal.
"Oppa," panggilnya pelan.
"Hm?"
"Apa oppa banyak kali menghadapi situasi seperti ini? Oppa tenang banget tadi. Aku malah panik sekali."
Hyun-jae tersenyum tipis tanpa menoleh.
"Aku harus tenang, agar bisa melindungimu."
Ucapan itu sederhana, tapi cukup membuat Harin terdiam lama. Pipinya terasa hangat. Ia berdeham kecil, menatap keluar jendela untuk menyembunyikan wajahnya yang merah.
Harin sudah berpindah di kursi depan samping sopir. Ia merasa tidak enak duduk di belakang, seperti Hyun-jae sopirnya saja.
Hari sudah mulai gelap. Sudah dua jam Hyun-jae menyetir. Mereka telah meninggalkan ibukota yang ramai. Jalanan semakin sepi, udara makin dingin, dan di kejauhan, langit mulai bertabur bintang. Dan Harin tertidur.
Kepala gadis itu miring ke arah jendela, lalu perlahan jatuh ke bahu Hyun-jae. Pria itu sempat menoleh, menatap wajah tenangnya yang tertidur lelap. Beberapa helai rambut Harin menutupi pipinya. Hyun-jae mengangkat tangan dan menyibakkannya dengan lembut, lalu menghela napas panjang.
"Dasar gadis ceroboh, kau selalu tertidur di sembarang tempat." gumamnya kecil, tapi sudut bibirnya melengkung lembut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil berhenti di tempat yang tampak sepi dan indah, sebuah dataran tinggi di luar kota, menghadap ke lembah dengan pemandangan langit malam yang luas. Dekat hutan. Di sini, bintang-bintang terlihat lebih terang, dan suara jangkrik terdengar bersahut-sahutan dari dalam hutan.
Hyun-jae mematikan mesin. Suasana langsung senyap. Ia bersandar di kursi, menatap pemandangan di luar jendela, lalu beralih ke wajah Harin yang masih tertidur. Sekali lagi, tangannya tergerak, mengusap pelan kepala gadis itu.
"Tidurlah sebentar lagi," bisiknya. Tapi gerakannya justru membuat Harin menggeliat pelan. Gadis itu membuka mata perlahan, tampak kebingungan.
"Kita di mana?" suaranya serak, seperti baru bangun dari mimpi.
Hyun-jae menatap ke luar kaca depan.
"Tempat yang aku datangi dulu, waktu ingin sendiri. Tempat rahasiaku."
Harin memandang keluar jendela, matanya melebar.
"Wahh ... cantik banget!" serunya, kini sudah benar-benar terjaga. Ia membuka pintu mobil dan keluar, menghirup udara dingin yang segar. Angin berembus lembut, membawa aroma tanah dan pepohonan.
Dari tempatnya berdiri, seluruh langit tampak seperti lautan cahaya. Bintang-bintang bertaburan, dan garis cahaya lembut dari kota di kejauhan terlihat samar.
Hyun-jae menyusul keluar, berdiri di sampingnya. Harin mendongak ke langit, matanya berbinar.
"Aku belum pernah lihat bintang sebanyak ini," katanya pelan.
"Jarang orang datang ke sini," balas Hyun-jae.
"Makanya tenang."
Beberapa saat mereka hanya diam, menikmati pemandangan itu. Harin menggigil kecil, udara di bukit cukup dingin. Tanpa banyak bicara, Hyun-jae mengambil jaketnya di dalam bagasi mobil dan memakaikan pada gadis itu.
"Pakailah, kalau kau sakit aku yang ribet mengurusmu. Kau ingat hanya kita berdua di rumah kan? Kau menumpang di tempat tinggalku."
Harin tersenyum antara senang dan sebal. Padahal dia hampir baper tad. Tapi nggak jadi.
"Makasih, oppa." ucapnya setelah tulus.
Hyun-jae menahan tawa. Pandangan Harin menoleh ke samping kiri dan melihat ada banyak kunang-kunang yang berada di jalan masuk hutan.
Harin menatap kunang-kunang yang berkelap-kelip di antara pepohonan. Matanya berbinar penuh kagum.
"Oppa, lihat! Banyak banget! Aku mau lihat lebih dekat," serunya riang, berlari kecil menuju arah hutan.
"Harin, hati-hati! Jalannya licin!" seru Hyun-jae sambil menutup pintu mobil, lalu menyusul langkah gadis itu. Namun Harin sudah terlanjur melangkah lebih dalam, tertawa kecil saat cahaya kunang-kunang menari di sekelilingnya.
"Ya ampun indah banget di sin ..."
Belum sempat ia melanjutkan, terdengar suara geraman berat dari semak di dekatnya. Harin menegang.
"Oppa… itu suara apa?" tanyanya pelan, matanya menatap ke arah gelap di antara pepohonan.
Hyun-jae mendekat, memasang posisi siaga.
"Mundur pelan-pelan," katanya rendah. Tapi belum sempat mereka bergerak, seekor babi hutan besar keluar dari balik semak, matanya memantulkan cahaya lampu mobil dari kejauhan. Hidungnya mendengus keras, seolah merasa terancam.
"AAAKK!!" jerit Harin refleks. Ia langsung melompat ke arah Hyun-jae dan melingkarkan tangan serta kakinya erat-erat di tubuh pria itu seperti koala.
"OPPA!! BABI!!" teriaknya panik, wajahnya sudah menempel di dada Hyun-jae.
Ini terlalu menyakitkan.. 😢
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Kebenaran selalu terungkap pada akhirnya, akan muncul di atas kepalsuan bagai minyak di atas air.
Sekeras apa pun seseorang berusaha menyembunyikan atau menghentikannya.
Kebohongan hanyalah penundaan sementara dari sesuatu yang tak terelakkan..😭😭