Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngiler Mie Instan
Arthur menarik nafas panjang. Tubuhnya basah karna berkeringat. Baru sebentar mengurus anak tubuhku sudah terasa remuk, ini sangat melelahkan begitu isi pikiran Arthur.
Arthur menepuk jidat, baru teringat kalau Mbak Rina izin pulang kampung tadi malam karna anaknya sakit. Arthur langsung menyetujuinya tanpa berpikir panjang. Dia pikir itu bukan masalah besar. Duda dua anak ini lupa kalau anak-anak sudah pindah ke apartemen. Arthur merutuki kebodohannya. Pantas Nesa sangat kelelahan, Arthur saja baru menjaga anak-anak sebentar tapi sudah tepar begini apalagi Nesa yang mengurus anak, memasak dan mengurus rumah. Arthur menyerah… Memang harus merasakan dulu baru mengerti rasanya bagaimana.
Nesa mengerjapkan matanya perlahan.
“Anak-anak…” Nesa tersentak. Secepat kilat bangkit dari tidurnya memindai seluruh ruangan. “Aron Ar….” Nesa menghela nafas lega melihat Arav sedang tidur di karpet ruang TV. Aron melihat kearahnya dengan raut bingung sementara Arthur sedang ikut berbaring di sebelah Arav. Pria itu masih menggunakan pakaian kerjanya. Nesa menoleh pada jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Dia sudah tidur hampir tiga jam. Nesa merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa dia tertidur dengan nyenyak sementara bosnya malah mengasuh anak-anak. Nesa jadi tidak enak hati.
“Ada apa denganmu?” Tanya Arthur.
“Maaf Pak, tadi saya tidak sengaja ketiduran.”
“Tidak apa-apa.” Jawab Arthur dengan lembut. Nesa merasa aneh, tadi pria itu bersikap sangat menyebalkan padanya. Bukankah seharusnya sekarang dia semakin kesal karena Nesa ketiduran?
Arthur bangkit dari karpet. “Saya keatas dulu.”
Sepeninggal Arthur, Nesa langsung menghampiri Aron dan Arav. “Apa kalian sudah makan?” Aron menggeleng.
“Kalian pasti sudah kelaparan sekarang. Apa Daddy tidak memberikan kalian makan?” Aron menggeleng. Iya sih, Nesa salah karna ketiduran. Tapi tetap saja seharusnya Pak Arthur memberikan anak-anak makan. Kalau perlu dia bisa membangunkannya. Pria itu hanya memikirkan perutnya saja. Nesa melihat Arav yang tertidur lelap. Arav paling tidak tahan kalau kelaparan. Tidak biasanya anak itu bisa tidur lelap dengan kondisi perut kosong.
“Maafkan Sus Nesa ya.”
“It’s okay Sus, aku tidak marah. Sus tertidur karna kelelahan menggendong Arav.”
Mata Nesa berkaca-kaca. Dia jadi melankonis, sejak kapan anak ini menjadi sangat pengertian begini?
“Sus jangan menangis. Kami tidak apa-apa Sus, lagi pula Arav sudah minum susu.”
“Sungguh? Apakah Daddy kalian yang membuatnya?”
“Tidak, Daddy sangat payah. Aku sendiri yang membuatkannya.” ujar Aron bangga.
“Benarkah?” Ucap Nesa tidak percaya.
Aron mengangguk bersemangat. “Aku membuatnya dua sendok untuk angka enam puluh. Aku benarkan Sus?”
Nesa memeluk Aron dengan erat. “Kamu sangat pintar. Sus Nesa bangga sekali dengan Kak Aron. Thank you so much Kak.”
Wajah Aron berubah menjadi merah sampai ke telinga, “Aku mau ketoilet.” Anak itu melarikan diri membuat Nesa terkekeh geli. Aron selalu malu jika dipuji olehnya. Anak itu semakin menggemaskan.
Arthur mengintip dari balik tembok. Dimatanya Aron sangat menggelikan sekarang. Dia menunjukkan reaksi yang sangat jauh berbeda saat dirinya dan Nesa memeluknya. Apa-apaan tadi itu, putranya bertingkah seperti putri malu. Padahal hanya sedikit dipuji dan dipeluk saja. Pria itu mendengus, dia sudah menemani Aron bermain tapi anak itu tidak menunjukkan reaksi yang sama.
Malam ini anak-anak makan terlambat. Berkali-kali Nesa meminta maaf pada mereka meskipun mereka sama sekali tidak menunjukkan kekesalan. Untung saja Nesa sudah memandikan mereka di sore hari.
Menjelang tengah malam Nesa belum juga mengantuk, mungkin karna sudah tidur sore tadi. Anak-anak sudah tidur. Nesa bangun dari tempat tidur dan meletakkan bantal di sekeliling Aron dan Arav. Nesa membuka tas ranselnya, mengeluarkan ponsel android dan laptop miliknya. Dia memang memiliki dua ponsel, satu untuk urusan pekerjaan dan satu lagi untuk urusan pribadi. Nesa membuka fitur video call lalu meletakkannya di atas meja. Setelah memastikan Aron dan Arav kelihatan di kamera Nesa membuat kain sebagai bantalan untuk menahan ponselnya tetap pada posisi. Nesa mengambil ponselnya yang lain untuk memastikan video call sudah terhubung lalu membawa laptopnya turun ke dapur. Di luar sedang gerimis, sepertinya menulis novel dengan semangkuk mie instan akan sangat nikmat. Untung saja Nesa mengambil beberapa mie instan saat belanja kemarin. Varian soto ayam sepertinya sangat nikmat hujan-hujan begini. Nesa menyalakan laptopnya sembari menunggu air dalam panci mendidih. Sudah satu minggu dia libur dari aplikasi berwarna biru itu. Nesa yakin pembaca setia novelnya sudah menunggu update ceritanya.
Nesa mendesah melihat piring menumpuk di wastafel, baru sadar tadi belum sempat mencuci piring bekas makan malam. Sudahlah nanti akan kucuci bersamaan dengan bekas makan mie saja, batinnya.
Tak ingin menambah jumlah piring kotor, dia memilih makan menggunakan panci saja. Nesa mengambil sendok dan sepasang sumpit, tidak lupa menyediakan air putih sebelum makan. Nesa malas bangkit kalau sudah sempat makan.
“Aaaaaaa setannnn.” Nesa berteriak ketakutan. Hampir saja gelas di tangannya terjatuh. “Pak Arthur kenapa sih selalu mengagetkan saya?” Tanyanya sambil mengelus dada, sudah dua kali pria ini membuatnya hampir henti jantung.
“Sedikit-sedikit kamu kaget. Saya mau ambil minum juga kamu kaget.” Pria itu melanjutkan mengisi tekonya dengan air putih. Air di kamarnya habis makanya dia mengambilnya ke dapur. Tak disangka ada pengasuh anak-anaknya juga di sini. Arthur tidak bohong, dia sama sekali tidak berniat untuk membuat Nesa kaget. Gadis itu saja yang gampang kagetan. Sudah dua kali gadis itu memanggilnya setan. Mana ada setan setampan dirinya, atau apa kadar ketampanan Arthur Wijaksono sudah berkurang? Ingatkan Arthur untuk bercermin lagi nanti.
“Habisnya Bapak selalu muncul dengan tiba-tiba. Mana tengah malam lagi.” Nesa menggerutu, bibirnya mengerucut kedepan saking kesalnya.
“Kebanyakan protes kamu, suka-suka saya mau muncul kapan saja. Ini kan rumah saya.” Jawaban Arthur membuat Nesa mendelik. Pria ini sangat menyebalkan.
Nesa tidak mempedulikan Arthur yang masih di dapur. Gadis itu menyeruput mienya dengan santai “Mmmm enaknya…”
Arthur menelan ludah, cacing di perutnya kembali berdemo. Makanan gadis itu selalu terasa menggiurkan di matanya. Padahal tadi dia sudah makan dengan porsi jumbo.
Arthur berdehem berulang kali, Nesa menoleh sekilas padanya lalu kembali menyeruput mienya. Arthur melongo, padahal dia sengaja berdehem supaya gadis itu menyadari kehadirannya dan menawarinya untuk ikut makan. Nesa malah menganggapnya seperti angin lalu. Arthur mengambil air minumnya gondok. Pria itu menyenggol kursi meja makan sengan sengaja sebelum meninggalkan dapur.
Nesa memandangi kepergiannya dengan bingung. Nesa mengangkat bahu cuek, melanjutkan makan mie yang sempat tertunda karna tingkah bosnya yang di luar nalar. Entah apa yang terjadi dengannya kali ini. Semakin lama tingkahnya semakin aneh saja.
pliss
bagus banget