NovelToon NovelToon
DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Suami Tak Berguna / Selingkuh
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Loh, Mas, kok ada pemberitahuan dana keluar dari rekening aku tadi siang? Kamu ambil lagi, ya, Mas?!"

"Iya, Mai, tadi Panji WA, katanya butuh uang, ada keperluan mendadak. Bulan depan juga dikembalikan. Maaf, Mas belum sempat ngomong ke kamu. Tadi Mas sibuk banget di kantor."

"Tapi, Mas, bukannya yang dua juta belum dikembalikan?"

Raut wajah Pandu masih terlihat sama bahkan begitu tenang, meski sang istri, Maira, mulai meradang oleh sifatnya yang seolah selalu ada padahal masih membutuhkan sokongan dana darinya. Apa yang Pandu lakukan tentu bukan tanpa sebab. Ya, nyatanya memiliki istri selain Maira merupakan ujian berat bagi Pandu. Istri yang ia nikahi secara diam-diam tersebut mampu membuat Pandu kelimpungan terutama dalam segi finansial. Hal tersebut membuat Pandu terpaksa harus memutar otak, mencari cara agar semua tercukupi, bahkan ia terpaksa harus membohongi Maira agar pernikahan ke duanya tidak terendus oleh Maira dan membuat Maira, istri tercintanya sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NAFKAH BATIN UNTUK VIONA

"Jangan berdiri di sana terus, Pak Danu. Saya nggak akan menghubungi siapa-siapa. Saya nggak punya siapa-siapa. Jangan berlebihan." Aku berujar dengan nada sebal seraya menata masakan ke dalam kotak ketika Pak Danu tak berhenti mengikutiku bahkan hingga ke dapur. Mbok Darsih lalu tersenyum melihat kekesalanku.

"Tugas, Nya," jawab Mbok Darsih membela Pak Danu lalu tertawa mengejek Pak Danu.

"Antar ke alamat seperti biasa dan lihat keadaan mereka," ujarku pada Pak Danu setelah kotak makan untuk Zahra dan Bude kuberikan.

Sejak kelahiran Namira dan nasi goreng yang batal diantar karena harus menemani Mas Pandu ke rumah sakit waktu itu. Sejak saat itu pula aku sering menyuruh Pak Danu untuk mengantar makanan atau sekedar kudapan ke rumah Bude, lebih tepatnya beberapa Minggu terakhir. Sebab, Mas Pandu tetap pada pendirian. Meski rumah sudah bisa ditempati, ia tetap tak mau kembali. Ia ingkar untuk ke dua kalinya. Bahkan, sejak kelahiran Namira, Mas Pandu tak pernah lagi berkunjung ke rumah Bude meski hanya sekedar untuk menemui Zahra. Ia menghabiskan semua waktu senggangnya untuk Namira.

"Baik, Nya."

"Tanya juga apa kebutuhannya."

"Iya, Nya."

Pak Danu bergegas pergi setelah memastikan aku kembali ke kamar. Suasana tetap sama, seperti penjara. Hanya, sekarang ada kesibukan mengurus Namira yang membuat rasa bosanku berkurang. Mungkin orang mengira aku bodoh, mau-maunya mengurus anak dari maduku. Tapi, membuat kehilangan hal terpenting orang yang telah masuk ke dalam rumah tangga seseorang tanpa permisi itu lebih menyenangkan.

Terbukti. Kemarahan Mas Pandu terhadap Viona tak main-main. Setelah ia mengusir Viona dari kamar beberapa waktu yang lalu, sejak itu juga ia tak banyak bertegur sapa dengannya. Kata-kata Viona padaku menancap kuat diingatan Mas Pandu, hingga dia begitu enggan meski hanya menatap Viona lama-lama.

Pembalasanku semakin sempurna ketika Viona bahkan tak mampu mengganti popok Namira dan menidurkan Namira dengan benar tatkala Mas Pandu sesekali menyuruhnya untuk melakukan itu. Nilai Viona semakin turun di mata Mas pandu. Sedangkan nilaiku terus naik, aku sengaja tidak menggunakan jasa babysitter untuk memainkan peran agar lebih sempurna.

Kubuka pintu kamar yang tak ubahnya sangkar emas ini secara perlahan, karena khawatir Namira akan terbangun oleh suaranya. Namun, dugaanku salah.

Rupanya mereka sudah bangun.

"Namira ...." Terlihat Mas Pandu menimang-nimang bayi mungil yang kini sudah berusia 3 bulan itu di dekat jendela kaca. Senyum tak henti-hentinya tersungging ketika netra itu memandang wajah bulat dengan mata jernih tersebut. Bahkan, ia tak menyadari kedatanganku kali ini.

"Kamu putus aja saluran telepon di rumah ini, dari pada menyuruh Pak Danu sama nggak Pak Totok terus mengikutiku seperti itu. Risih aku, Mas," keluhku pada Mas Pandu begitu aku melangkahkan kakiku.

Ia menoleh sekilas ke arahku tanpa menjawab keluhanku.

"Lama-lama aku ke kamar mandi pun mereka ikut, Mas. Ikhlas kamu?!" Keluhanku terus berlanjut.

Ia menatapku dengan dahi berkerut. "Ya sudah, besok Mas yang akan ikut kamu. Nggak Pak Danu lagi, deh.

Cuma kalau aku kerja mau nggak mau merek juga kan yang jaga," ujarnya santai seolah apa yang terjadi bukanlah masalah yang perlu dibesar-besarkan.

Aku mendengkus kesal. "Kenapa masih nggak percaya kalau aku nggak mungkin kabur, Mas?"

"Mas tahu siapa kamu, Mai. Jadi, mana bisa Mas percaya kalau kamu nggak akan kabur lagi," jawabnya lalu tersenyum, menoleh ke arahku sekilas kemudian kembali menatap Namira.

Aku menghela napas, sabar.

Bergegas aku melangkah mendekati mereka, setelah beberapa saat berusaha menetralkan suasana hati yang sempat memanas dan mencoba berdamai dengan keadaan, sebab, perdebatan kami tak pernah menemui titik temu. Percuma.

"Mandi dulu Papa." Kuraih Namira dari tangan Mas Pandu.

"Mai, aku masih kangen," protesnya.

"Lihat jamnya, Mas. Kamu nggak ngantor?"

"Lima menit lagi," mohonnya padaku dengan wajah penuh harap. Lalu Mas Pandu mencoba mengambil kembali Namira dari tanganku, namun dengan cepat pula aku menahannya dengan pundakku.

"Namira juga mau mandi," tandasku.

"Ya udah, lah, Mai." Akhirnya dia pun mengalah.

"Papa tinggal dulu, ya. Jangan nakal," pesan Mas Pandu pada Namira lalu beranjak ke kamar mandi. Aku tersenyum damai. Pemandangan ini adalah pemandangan yang telah lama aku impikan.

Lalu, apa ini artinya aku sudah menghalalkan segala cara agar impianku terwujud meski Namira bukan anak kandungku? Tidak, aku hanya sedang menjaga kewarasan. Aku tak mau ditindas dan tak ingin Viona menjadi ratu di rumah ini hanya karena melahirkan anak yang tak bisa aku miliki. Watak Viona semakin ke sini semakin jelas terlihat, bahwa dia begitu mendamba Mas Pandu dan ingin menjadi nomor satu. Yang artinya ingin menyingkirkan aku. Sehingga aku harus bisa menguasai Mas Pandu sebelum Viona melakukan itu dengan menjadikan Namira sebagai senjata.

Pintu diketuk perlahan ketika aku menyiapkan Namira untuk mandi, membuka piyama ia kenakan. Mbok Darsih sudah pasti yang datang mengantar air.

"Masuk," seruku mempersilahkan.

"Taruh saja di sini, Mbok." Aku berujar tanpa melihatnya karena masih fokus melepaskan pakaian Namira. Lagi pula Mbok Darsih sudah biasa melakukannya.

"Apa maksudmu menguasai anak Viona?"

Degh! Tanganku terhenti, mendengar suara yang tak asing lagi.

Ibu mertua.

Sejenak aku menoleh ke arahnya, lalu kuraih tangan dan kukecup punggungnya. Setelah kelahiran Namira, ibu memang belum pernah ke sini lagi, ia sibuk membantu Mbak Rani di rumah makan barunya.

"Nggak usah basa-basi, Mai!" Ia segera menarik tangannya dengan kasar setelah aku mengecupnya singkat.

"Kalau balas dendam jangan main anak," ocehnya dengan nada tak terima.

Aku hanya tersenyum saja tanpa mengeluarkan sepatah kata. Entah mengapa aku tak mau lagi berdebat dengan mereka karena bagiku, itu hanya akan membuang waktu dan energi saja.

"Pagi, Nya. Ini airnya." Mbok Darsih datang membuatku sedikit lega. Setidaknya perdebatan akan terhenti hingga Mas Pandu selesai mandi dan keluar dari dalam sana. Aku sudah tak ingin lagi berdebat dengan ibu, biarlah Mas Pandu yang menanggapi, aku cukup melihat tanpa perlu mengeluarkan pendapat yang sudah pasti salah di mata ibu. Malas.

"Sini, Mbok." Aku bergegas membawa Namira, melewati ibu yang masih berdiri tegak di hadapanku.

"Datang bukan ingin melihat cucunya malah marah-marah yang didahulukan. Ini yang namanya mendambakan seorang cucu?" Sembari terus berjalan aku membatin.

"Maira, kamu denger nggak kata Ibu? Ibu ngomong sama kamu? Apa selain tidak bisa punya anak kamu juga nggak punya kuping?!"

"Mbok siapin bajunya," ujarku pada Mbok Darsih. Aku tak menjawab atau menanggapi ucapan ibu yang terkesan memancing amarahku. Sejauh ini, aku mengalihkan perhatian dengan fokus pada Namira yang terus memainkan kedua tangannya di air. Lucu.

"Ini, Nya, bajunya. Ada yang mau dibantu lagi, Nya?" tanya Mbok Darsih.

"Mbok tunggu aja, sebentar lagi selesai, nanti sekalian bawa airnya keluar."

"Iya, Nya. Neng Mira tambah tembem ya, Nya."

"Iya, dong, siapa dulu yang ngurus, kan, Mama Maira," kataku lantang tanpa gentar.

"Kamu budeg ya, Mai?! Ibu bicara sama kamu!" Ibu meninggikan suara, mungkin ia merasa tidak senang dengan ucapanku barusan. Biarlah, biar saja dia mengeraskan suara. Agar Mas Pandu mendengar dan tahu bagaimana sifat ibunya, lalu cepat keluar dari sana.

"Itu bukan anakmu. Kalau kamu nggak bisa punya anak sendiri, harusnya ambil anak yatim saja. Kenapa harus merebut anak orang?!" katanya semakin keterlaluan.

"Ibu lupa, ya, seharusnya kalau anak nggak mau jadi milik bersama. Menikahnya juga jangan sama suami orang," ujarku tanpa menatap wanita yang mendukung penuh maduku itu, tanpa memandang siapa aku. Netraku hanya tertuju pada Namira yang terus menggerakkan bibirnya seolah aku sedang mengajaknya bicara. Padahal aku sedang bersitegang dengan neneknya, yang semakin ke sini semakin tak tahu diri.

"Kamu bebal, ya, Maira."

"Sebenarnya, Maira itu ingin menghapus diri Maira dari daftar pilihan Mas Pandu. Tapi, nggak ada yang mau bantu. Sekarang, kalau akhirnya seperti ini, ya, bukan salah Maira lah, Bu." Aku berujar dengan sangat sadar dan santai. Aku tak pernah gentar melawan Ibu setelah harga diriku ini diinjak dan dijatuhkan secara bertubi-tubi.

"Hei, Maira ... kalau Pandu tidak bersi keras mempertahankan kamu. Tentu kami lebih memilih Viona yang rahimnya subur, dari pada kamu wanita mandul!"

"Ibu!" Teriakan Mas Pandu menggelegar hingga ke seluruh sudut ruang.

Mbok Darsih segera pamit, sementara di luar terdengar suara orang berlarian setelah teriakan Mas Pandu berhenti dan menyisakan tatapan tajam ke arah Sang Ibu. Mampus!

"Pandu, kamu...."

"Aku masih di sini, Bu dan masih bisa dengan jelas mendengar kata-kata Ibu pada Maira. Ibu benar-benar...." Mas Pandu tak bisa lagi berucap, lidahnya seolah kelu saat mendengar kata-kata ibu yang tak kalah menghujam jantung itu. Ia memukul dinding dengan tangan terkepal sebagai bentuk pelampiasan.

Akhirnya, apa yang aku rencanakan secara singkat dan mendadak terwujud juga. Di mana aku di mata Mas Pandu adalah korban yang selalu tertindas oleh omongan pedas dan mereka di mata Mas Pandu tak lebih dari wanita tanpa hati yang selalu berkata tak pantas. Bagus. Bibirku pun melengkung sempurna.

Kubawa Namira ke atas ranjang. Memberi baju agar tidak kedinginan. Aku memang kasihan melihat Mas Pandu yang tentu terluka, menerima kenyataan bahwa

sang ibu tak sebaik yang ia kira, tak selembut dulu, dan tak berhati malaikat seperti yang kami kira. Ingin aku menenangkannya, tapi Namira bisa masuk angin jika tak segera aku urusi.

"Pandu hentikan." Ibu berusaha menghentikan Mas Pandu yang sudah tak segan untuk menyakiti diri sendiri.

"Pandu! Sejak kapan kamu berani membentak Ibu?"

"Ibu yang terus memancing kemarahan Pandu. Bu, tolonglah terima keputusan Pandu. Jangan terus bersitegang dengan Maira. Maira istri Pandu juga," jelas Mas Pandu panjang lebar, tapi dasar ibu tak.ounya hati, ia justru tertawa menghina.

"Viona ibunya, bagaimana bisa dia yang mengurusnya. Itu yang ibu nggak habis pikir dari kamu, Ndu."

"O... Jadi Viona ngadu sama Ibu? Bu, seharusnya sebelum Ibu menyalahkan kami, Ibu tanya dulu sama Viona. Bisa nggak dia mengurus Namira. Bahkan, mengganti popok saja nyuruh Mbok Darsih. Sok jijik segala. Lalu apa salahnya kalau ibunya yang lain mengurus? Anakku berarti anak Maira juga."

"Pandu! Kamu melarang Viona menyentuh bayinya. Itu keterlaluan, Ndu."

Sejenak aku terdiam. Itu memang benar tapi tidak sepenuhnya. Sesekali, Mas Pandu menyuruh Viona mengurus Namira, tapi dasar Viona-nya saja yang tidak becus mengurus anak sendiri. Lebih mementingkan penampilan dibanding mengurus anak yang sudah pasti akan mengotori baju bermerek miliknya. Ia seolah sibuk menggoda Mas Pandu dengan penampilan paripurna. Aku curiga, dia bersi keras mendapatkan Namira juga hanya karena ingin menguasai Mas Pandu.

"Viona yang nggak bisa mengurus Namira, Bu. Pandu sudah melihat sendiri. Viona juga akan memberi pengaruh buruk. Kata-katanya nggak pernah baik. Biar saja Namira diurus sama Maira yang lebih baik tutur katanya. Lagi pula, Pandu nggak melarang untuk bertemu. Gimana satu rumah nggak bertemu, ngawur itu Viona!"

"Viona juga bilang kamu nggak pernah lagi ngasih dia... nafkah batin?" Suaranya semakin rendah bahkan hampir tidak terdengar saat dia menyebut nafkah batin. Ya, nafkah batin.

Aku mempertajam pendengaran, berharap Mas Pandu menjawabnya. Sebab, pertanyaan ini juga sempat memenuhi otakku, bahkan sejak sebelum Namira lahir.

Aku meliriknya sekilas.

Mas Pandu terlihat pucat. Tak ada jawaban dan hanya deheman saja yang terdengar dari Mas Pandu, lidah yang sebelumnya begitu lancar mendebat semua ucapan ibu, kini seolah beku dan kaku. Apakah benar dugaanku selama ini? Bahwa Mas Pandu tidak pernah meminta haknya pada Viona?

1
Ma Em
Oh mungkin yg cari Sean itu suruhan istrinya Hartawan yg bos nya Pandu mantan suaminya Maira , wah seru nih nanti kalau Maira nikah dgn Sean Maira nanti akan jadi bos nya Pandu .
Ninik
berarti perusahaan yg dipegang pandu perusahaane bapak nya dokter Sean tp istri kedua nya serakah menguasai semuanya
Ninik
heh pandu beda istri beda rejeki mungkin dulu maira selalu mendoakanmu tp sekarang viona cuma butuh uangmu dasar jadi laki laki kok bego tapi bener jg yang kamu bilang kalau itu karma mu
Ma Em
Akhirnya Bu Azizah jadi salah paham dikiranya dr Sean menghamili Maira , Bu Azizah tdk tau bahwa Maira hamil anak dari mantan suaminya si Pandu bkn anak Sean 😄😄
Ninik
makasih Mak othor cantik untuk crazy up nya hari ini semoga hari2 selanjutnya terus seperti ini 💪💪💪💪 tenang aku dah subscribe juga
Hasri Ani: 😁😁mksi kembali say...
total 1 replies
Ninik
ternyata oh ternyata mas dokter anak Bu Azizah to dan apa td benihnya gak subur wah jgn2 dikawinin nih orang dua kan maira lagi hamil g ada laki pas kan jadinya Sean jadi ayah nya si baby
Ninik
pandu g melek apa ya Zahra bukan anaknya Zahra keluarga maira pasti pandu mau maksa maira rujuk menggunakan zahra karna tau sekarang maira hamil
Ninik
Rani pasti ngomong sama nanti dan pandu bakal tahu kalau maira hamil anaknya dihitung dr waktu perceraian,,,, Thor kenapa up nya dikurangi padahal di awal bab selalu crazy up nya
Hasri Ani: hehe tangan lagi kurang sehat say.. Sox UP BAB di cerita lainnya juga..
total 1 replies
Ninik
Thor kok cuma satu biasanya sekali up 3 ayo Thor semangat 💪💪💪
Hasri Ani: ditunggu ya say tangan ku kayak nya ada sedikit masalah Sox ngilu2 hehe mngkin efek ketikan Sox ada Bab dari cerita lainnya juga yang saya up hehehe
total 1 replies
Ma Em
Maira kalau pandu ngajak rujuk jgn mau lbh baik maira dgn dokter Sean saja , biarkan si pandu menyesal seumur hidupnya .
Ninik
rasanya g sabar nunggu lanjutan esok hari 💪💪💪
Ma Em
Maira mau saja nurut sama Pandu akhirnya kamu sendiri yg menyesal juga tersingkir karena maira terlalu cinta sama pandu sehingga apa yg dikatakan pandu dituruti saja tanpa melawan emang maira yg bodoh , sekarang baru menyesal setelah dibuang pandu mungkin baru terbuka matanya .setelah tau semua kebenaran nya .
Ninik
lanjut Thor 3 bab lagi bolehkah mumpung masih emosi nih mau ikut Jambak si pelakor aku rasanya
Hasri Ani: 🤣🤣🤣sabar saaay...
total 1 replies
Ninik
Thor saat maira nangis marah2 sama Alloh sebetulnya salah ya mestinya marahnya sama Mak othornya karna yg bikin sengsara kan Mak othor jgn kelamaan nyakitin maira ayo mulai kehancuran pandu dan viona aku aja yg baca nyesek rasanya
Hasri Ani: waduhhh.. 🤭🤭🤭
total 1 replies
Ninik
kpn penderitaan maira berakhir lantas kpn balas dendamnya
Ninik: jujur ini novel hampir ku hapus karna g kuat bacanya liat penderitaan maira jantung rasanya kaya mau meledak
total 2 replies
Ninik
Mai jgn lupa kamu minta bayaran untuk kamu menyumbangkan darah mu waktu itu jgn tangung2 bayarannya adalah nyawa viona karna dulu kamu kasih darah untuk viona hidup
Ma Em
Maira masa kamu ga bisa kabur dari Pandu seberapa pinter sih si Pandu sampai kamu tdk bisa berkutik , cari akal dong jgn cuma pinter ngomong doang tapi otak ga dipake .
Ninik
Thor kenapa pandu kejam sekali katanya dia taat ibadah tp kok zinah katanya adil tp kok hanya istri ke w yg dibelikan rumah dan ditransfer nafkah sedang maira malah diporotinbahka uang warisan dr keluarga nya maira taat agama dr mana DLAM Islam penghasilan istri suami g berhak lho bahkan uang mahar pernikahan jg suami g berhak sama sekali lha ini pandu apa
Makhfuz Zaelanì
maira nya terlalu lamban
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!